OXFORD, Pena Katolik – Dalam sebuah wawancana dengan Church Times yang terbit pada tahun 20 Desember 2019, Kardinal Timothy Radcliffe, OP mengatakan bahwa gelar paling penting dalam Kekristenan adalah “saudara” dan “saudari”. Ia menyadari makna mendalam dari hal ini justru ketika dia menjabat sebagai Master Ordo Dominikan antara tahun 1992-2001.
“Saudara” rasanya memiliki arti penting bagi Kardinal Radcliffe hal ini tercermin dari banyak pemikirannya, juga dalam banyak kesempatan ia berbicara. Namun, adalah kekhasan dari “saudara” sesuai dengan pemikiran Kardinal Radcliffe, menarik untuk mendalaminya, terutama pada momen ketika bulan ini ia dilantik menjadi kardinal pada Konsistori 7 Desember 2024.
“Apakah Anda ‘imam’ atau ‘imam yang terhormat’, atau apa pun, gelar ini adalah yang paling penting, ‘saudara dan ‘saudari’,” ujar Kardinal Radcliffe.
Persaudaraan dan Pewartaan
Untuk memahami arti persaudaraan, Kardinal Radcliffe pun mengenang pendiri Ordo Pewarta (Ordo Praedicatorum/OP) yaitu St. Dominikus. Menurutnya, setiap kali mewartakan atau berkhotbah, haruslah bersifat “persaudaraan”.
“Saya menyukai kenyataan bahwa pendiri kami, Dominikus, selalu dipanggil Saudara Dominic. Kami memanggilnya ‘ayah kami Dominikus’, namun hanya untuk menghormati orang yang tidak pernah mengklaim gelar ‘ayah’,” ujarnya dalam sebuah wawancara dengan American Magazine bulan September 2024 yang lalu.
Kardinal Radcliffe lalu mencontohkan ketika Pastor Pedro de Córdoba OP pergi untuk berkhotbah di Hispaniola, pada awal kedatangan Ordo Dominikan di Amerika. Masyarakat pribumi mendirikan sebuah mimbar yang sangat tinggi, sebagai tempat Pastor Pedro berkhotbah, namun, misionaris asal Spanyol itu menolak. Pastor Pedro ingin berkhotbah pada posisi yang sama, karena sebuah pewartaan dilakukan oleh satu saudara kepada saudara-saudarinya yang ada di situ.
“Dia (kepada siapa seseorang berkhotbah-red) adalah seorang saudara, dan saya pikir semua khotbah kita harus bersifat persaudaraan,” kata Kardinal Radcliffe.
Dari Keluarga Katolik
Kardinal Radcliffe adalah seorang biarawan Inggris yang menjabat sebagai Master Ordo Pengkhotbah dari tahun 1992 hingga 2001. Ia menjabat sebagai Direktur Las Casas Institute of Blackfriars, Oxford, yang mendalami masalah keadilan sosial dan hak asasi manusia. Pada tahun 2015, Ia diangkat sebagai konsultan Dewan Kepausan untuk Keadilan dan Perdamaian.
Baru-baru ini, Kardinal Radcliffe memimpin retret bagi para peserta Sinode tentang sinodalitas pada bulan Oktober 2023, dan September 2024. Penunjukannya sebagai kardinal akan menambah jumlah kardinal asal Inggris menjadi empat. Kardinal lainnya adalah Kardinal Vincent Nichols (2014-sekarang), Kardinal Michael Fitzgerald (2019-sekarang) dan Kardinal Arthur Roche (2022-sekarang).
Kardinal Timothy Peter Joseph Radcliffe, OP lahir di London 22 Agustus 1945. Ia menjadi anggota Ordo Pewarta pertama asal Provinsi Dominikan Inggris yang menjadi Master Ordo Dominikan. Ia belajar di Worth Preparatory School (Worth School) di Sussex, Downside School di Somerset dan St John’s College, Oxford. Ia masuk Ordo Dominikan pada tahun 1965 dan ditahbiskan menjadi imam pada tahun 1971.
Ia mengajar kitab suci di Oxford dan terpilih sebagai provinsial Inggris pada tahun 1988. Pada tahun 1992, ia terpilih sebagai pemimpin Ordo Dominikan. Ia memegang jabatan tersebut hingga tahun 2001. Selama masa jabatannya sebagai master, ia menjabat sebagai rektor agung ex-officio Universitas Kepausan Saint Thomas Aquinas di Roma.
Pada tahun 2001, setelah masa jabatan masternya berakhir, Pastor Radcliffe mengambil cuti panjang. Pada tahun 2002, ia kembali tinggal di komunitas Dominika di Oxford. Saat ini, ia memiliki karya menjadi pewarta dan berbicara di pelbagai forum nasional dan internasional.
Pada tahun 2015, Pastor Radcliffe ditunjuk sebagai konsultan Dewan Kepausan untuk Keadilan dan Perdamaian. Pada tahun 2003, Universitas Oxford menganugerahkan gelar doktor kehormatan bidang teologi. Ia juga menerima Penghargaan Michael Ramsey tahun 2007 atas buku teologi karyanya What Is the Point of Being A Christian?
Keberanian dan Cinta Kasih
Ada banyak karya Kardinal Radcliffe, ada banyak tema yang ia tulis sebagai teolog. Dalam sebuah wawancara dengan La Croix, ia membahas tentang keberanian. Menurutnya, Keberanian bukan berarti tidak merasa takut, namun juga berarti tidak menjadi tawanan rasa takut.
“Rasa takut di dunia yang berbahaya adalah hal yang wajar. Beberapa orang paling berani yang saya kenal adalah mereka yang takut namun tetap melakukan apa yang perlu dilakukan,” ujarnya.
Kardinal Radcliffe lalu memberi contoh seorang Dominikan asal Kanada, Pastor Yvon Pomerleau OP, yang berani kembali ke Rwanda selama genosida dengan mempertaruhkan nyawanya. Saat itu, tentara datang ke Komunitas Dominikan di negara itu dan mencarinya. Tentu Pastor Pomerleau merasa takut, siapa yang tidak takut ketika diancam dengan torongan senjata. Namun, meski Pastor Pomerleau gemetar ketakutan, ia tidak lari. Inilah keberanian sejati.
“Dia memberitahuku bahwa dia ada di sana, gemetar ketakutan, tapi dia tidak lari. Itu adalah keberanian sejati,” ujar Kardinal Radcliffe.
Kardinal Radcliffe juga mengacu pada seorang teolog Dominikan lain Pastor Herbert McCabe OP, keberanian ada juga dalam “cinta”. Dengan mencintai, seseorang menjadi berani dengan sendirinya. Cinta kadang membawa konsekuensi, seseorang akan dibenci, bahkan dibunuh, para martir menjadi contoh dalam hal ini.
“Jika Anda mencintai, Anda akan disakiti dan bahkan dibunuh. Jika Anda tidak mencintai, Anda sudah mati.”
Kardinal Radcliffe mengatakan, derita mungkin akan datang beriring dengan cinta. Ia mengatakan, Tuhan Yesus yang bangkit menampakkan diri kepada para murid dan menunjukkan kepada mereka luka-luka-Nya. Namun, dengan memahami derita Yesus ini, setiap orang menjadi “saudara dan saudari” Yesus.
“Kita adalah saudara dan saudari Tuhan kita yang terluka, dan luka-luka kita adalah tanda bahwa kita berani hidup dan berbagi harapan-Nya. (AES)