Kamis, November 21, 2024
27.3 C
Jakarta

Romo Aloysius Budi Purnomo: “Gereja Indonesia adalah Gereja yang belajar, maka ia juga dapat belajar dari saudara-saudara Muslim”

SEMARANG, Pena Katolik – Masa kecil Romo Aloysius Budi Purnomo sering dihabiskan menyusuri sawah di sekitar Belikrejo, Gambiranom, Baturetno, Wonogiri, Jawa Tengah. Di antara pematang sawah itu, Budi kecil bersama teman-temannya mencari ikan, belut, dan bahkan ular. Masa itu begitu berkesan, saat itu tidak ada jarak yang memisahkan mereka.

Hal istimewa lain yang Romo Budi temukan di kampung halamannya adalah kerukunan antar warga yang terjalin begitu indah. Di setiap perayaan keagamaan, seperti Idul Fitri, Idul Adha, bahkan saat Natal dan Paskah, masyarakat aktif saling mengucapkan selamat.

Romo Budi mengingat, setiap kali Idul Fitri tiba, semua keluarga akan saling mengunjungi dan saling bermaaf-maafan. Hal ini termasuk juga keluarganya yang beragama Katolik. Alhasil, memori masa kecil ini akhirnya menjadi pondasi saat ia ditugaskan menjadi Ketua Komisi Hubungan Antar-Agama dan Kepercayaan Keuskupan Agung Semarang (KAS).

Uskup Agung Semarang dan Kapolda Jateng bersama Kuria Keuskupan Agung Semarang, Pastor Budi Purnomo dan sebagian keluarga Polda Jateng
Uskup Agung Semarang dan Kapolda Jateng bersama Kuria Keuskupan Agung Semarang, Pastor Budi Purnomo dan sebagian keluarga Polda Jateng

Gereja yang Belaja

Pastor Budi ditahbiskan di Yogyakarta, 8 Juli 1996. Ia mengingat, Romo E. Rusdiharto adalah satu sosok yang mempengaruhinya dalam memilih penggilan hidupnya menjadi imam. Sesekali, Romo Rusdiharto berkunjung ke kediaman keluarganya. Ia mengingat bahwa sang imam selalu menyisakan minuman yang disuguhkan untuknya. Saat sang imam pulang, kadang ia yang menghabiskan minuman itu. “Saya minum agar saya ketularan menjadi imam juga,” ujar Pastor Budi saat ditemui di ruang kerjanya di Universitas Katolik Soegijapranata Semarang, Jawa Tengah.

Sempat menjadi rektor untuk Seminari Tinggi St Petrus Pematang Siantar antara tahun 2000 sampai 2004, belakangan Romo Budi dikenal karena usahanya untuk mengebangkan dialog antar-agama. Sejak ia bertugas di Komisi Hubungan Antar-Agama dan Kepercayaan Keuskupan Agung Semarang, ia menjalin relasi dengan banyak tokoh Muslim semisal Habib Lutfi dan KH Mustofa Bisri.

Selama menjalin relasi dengan saudara-saudara Muslim ini, satu yang sangat berkesan bagi Romo Budi adalah semangat kebangsaan dan bela bangsa dari mereka. Ia mencontohkan, temanteman Nahdlatul Ulama (NU) terlebih yang bergabung dalam Ansor, mereka memiliki semboyan “Hubul Waton Minal Iman”, ungkapan ini bermakna ‘cinta bangsa dan tanah air adalah bagian dari iman.

Romo Budi menjelaskan, Katolik memang memiliki seruan hebat dari Mgr Soegijapranata, “100 persen Katolik, 100 persen Indonesia” namun harus diakui bahwa hal ini belum digelorakan sampai mendarah daging dengan energi dan kekuatan yang luar biasa. “Saya belajar di situ,” ujar Romo Budi.

Dialog Srawung

Dalam perjumpaan Romo Budi dengan kawan NU, ia juga mencermati adanya rasa hormat dan taat umat Islam kepada ulama yang luar biasa. Ia menunjukkan, saat umat Islam mengadakan tausiah, puluhan ribu umat mendengarkan berjam-jam dengan sabar dan tenang. “Di kita, kalau romo khotbah lima menit atau sepuluh menit, umat sudah komplain,” ujarnya.

Dengan rendah hati, Romo Budi mengungkapakan, kalau Gereja adalah Gereja yang belajar, maka ia mengajak Gereja untuk belajar juga dari saudara-saudara Muslim. Gereja Indonesia dapat belajar dari cara berbangsa umat Islam. “Mari kita belajar dari mereka, jangan-jangan umat kita ini terlalu nyaman di kandang kita sendiri,” tuturnya.

Sebuah buku Membangun Teologi Inklusif berisi kumpulan tulisan Romo Budi diterbitakan oleh Penerbit Kompas. Romo Budi mengungkapkan, isis buku ini berangkat dari pengalaman bahwa bangsa Indonesia harus hidup rukun bersatu dalam keberagaman. Pada tahun 2008, Romo Budi ditunjuk Mgr Ignatius Suharyo, Uskup KAS saat itu, untuk menjari Ketua Komisi HAAK. “Sejak itu, concern dan minat ini akhirnya menjadi bagian dari perutusan. Sejak itu gerakan menjadi lebih terstruktur.”

Salah satu yang dipikirkan Romo Budi adalah bagaimana mengkader generasi muda untuk memiliki kesadaran dialog antar-agama. Bersama timnya, ia lalu membentuk beragam kelompok dialog misalnya Promotor Persaudaraan Sejati (Propers) dan Komunitas Persaudaraan Sejati. Romo Budi juga menginisiasi Kongres Persadaraan Sejati yang diadakan setiap tahun, kongres ini kemudian juga diubah namanya menjadi Srawung Persaudaraan Sejati. Bersama umat lintas agama, ia juga menginiasi beragam komunitas dan gerakan misalnya saja Persaudaan Lintas Agama (Pelita).

Romo Budi juga dikenal karena perannya mendampingi Aksi Kelestarian Pegunungan Kendeng melawan pembangunan pabrik semen di sekitar Pegunungan Kendeng. Dalam konteks Kendeng, ia menjelaskan, apabila mempertimbangkan perkembangan ekologis, maka akan lebih menguntungkan apabila pabrik berhenti berproduksi. Meski sulit, ia menjelaskan, fokus perjuangan saat ini adalah mengedukasi dan mengaplikasikan seruan Paus Fransiskus tentang pertobatan ekologis. “Butuh pertobatan ekologis yang diserukan pada ranah politis, ekonomis supaya orang tidak terjebak dalam keserakahan sesaat yang kemudian menghancurkan dan merugikan anak cucu kita.” (AES)

Profil

Romo Aloysius Budi Purnomo

Tanggal Lahir : 14 Februari 1968
Tahbisan Imamat : 8 Juli 1996

Perjalanan Karya :
– Rektor Seminari St Petrus Pematang Siantar, Sumatera Utara
– Paroki Katedral St Maria Ratu Rosari Suci Randusari
– Paroki Hati Kudus Yesus Tanah Mas
– Paroki St Fransiskus Xaverius Kebundalem
– Paroki Kristus Raja Ungaran
– Ketua Komisi Hubungan Antar-Agama dan Kepercayaan Keuskupan Agung Semarang
– Campus Ministry Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang, Jawa Tengah

Komentar

Tinggalkan Pesan

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terhubung ke Media Sosial Kami

45,030FansSuka
0PengikutMengikuti
75PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan

Terkini