NYARUMKOP, Pena Katolik – Menurut data arsip dan catatan Pastor Kapusin Missionaris, lahirnya Persekolahan Katolik Nyarumkop sebenarnya bermula dari robohnya sekolah dan asrama di kampung Pelanjau, di hulu sungai Sebangkau sekitar 10 km dari kota Singkawang.
Peristiwa itu terjadi pada tahun 1911. Semua penghuni asrama lari akibat wabah penyakit, yang menyebabkan dua orang anak asrama meninggal secara mendadak. Sejak itu, Misi Katolik mulai memikirkan lokasi sekolah dan asrama baru. Pastor Marcellus OFMCap (Pastor Missionaris Belanda) dipilih untuk melaksanakan tugas itu.
Tokoh Pionir tulen
“Pater Marcellus cocok untuk tugas itu,” demikian kesan rekannya mengenang peranan tokoh pionir tulen ini. Dikatakan pula, ia selalu bekerja dengan seluruh pribadinya. Ia tidak menuntut banyak untuk dirinya sendiri dan selalu mencari kemungkinan yang baru guna memajukan penduduk. Karena sifat-sifatnya itu, ia menjadi perintis pembukaan stasi-stasi di Kalimantan Barat. Beberapa kali ia membuka stasi. Setelah ia merasa bahwa stasi sudah cukup maju, ia menyerahkannya kepada Pastor yang lain. Pastor Marcellus mulai lagi dengan tugas baru.
Nyarumkop adalah sebuah kampung Dayak, terletak di arah timur kota Singkawang. Pastor Marcellus tiba di sana pada tanggal 3 September 1916.
Dengan bantuan Bruder Timoteus, ia mendirikan sebuah pondok sebagai tempat tinggal. Kemudian, ia mulai membangun rumah sekolah. Kedua orang Kapusin pergi ke hutan, menebang pohon pohon dan tanpa banyak mengubah mereka langsung menancapkan sebagai tiang-tiang.
Berdirilah pastoran pertama
Mereka menganyam bambu untuk dinding dan daun sagu untuk dijadikan atap. Setelah itu, mereka mencari kayu ke hutan dan menancapkannya di lantai sekolah untuk dijadikan bangku. Pada saat sekolah mulai menerima murid-murid pertama, terjadi keunikan, “Tiangtiang sekolah dan bangku-bangku sekolah tumbuh dan bertunas, sebab kayu masih hidup!’.
Pada tahun 1917, Pastor Marcellus membeli beberapa ekor sapi dan keretanya. Di daerah Patengahan ia membeli pula sebuah rumah. Ramuan rumah diangkutnya ke Nyarumkop untuk membangun rumah pastor dan rumah sembahyang. Berdirilah pastoran yang pertama dan kemudian pastoran ini bertahan sampai tahun 1959.
Sekolah ternyata kurang memberikan harapan, disebabkan orang Dayak masih banyak yang takut dengan ancaman Sultan Sambas. Jumlah murid sampai tahun 1920-an tidak lebih dari 25 orang. Selain itu, penduduk kampung Nyarumkop dan sekitarnya hidup dalam keadaan yang sulit. Dikisahkan, waktu kerja di ladang mulai, orang tua memerlukan tenaga anak-anak di rumah.
Jadi, mereka tidak muncul di sekolah. Lagi pula, anak-anak yang sebelumnya bebas seringkali tidak tahan dengan peraturan sekolah. Mereka lari ke kampung dan menyembunyikan dirinya ketika pastor datang mencari mereka.