“Kemanusiaan itu satu. Kendati berbeda bangsa, asal-usul dan ragamnya dan berlainan bahasa dan adat istiadat, kemajuan dan cara hidupnya, semua merupakan satu keluarga besar.”
Pernyataan Mgr Albertus Soegijapranata SJ itu dikutip oleh Ketua Dewan Pengurus Yayasan Sosial Soegijapranata Keuskupan Agung Semarang (YSS KAS) Pastor Alexius Dwi Aryanto Pr dalam sambutan HUT ke-50 YSS KAS di Gereja Katedral Santa Perawan Maria Ratu Rosario Suci Semarang, 22 Juli 2013. Sekitar 500 orang menghadiri Misa dan perayaan itu.
“Isinya jelas. Mgr Albertus Soegijapranata sangat memperhatikan kemanusiaan. Meskipun berbeda bangsa, suku, asal-usul dan ragamnya, tetapi semua merupakan satu keluarga besar yaitu umat ciptaan Allah yang harus dijunjung tinggi,” kata ketua Komisi Pengembangan Sosial Ekonomi (PSE) KAS itu.
Karena kepedulian yang selalu berkobar dalam diri Mgr Albertus Soegijapranata (Mgr Soegija), maka “dalam setiap kesempatan beliau selalu menekankan supaya kemanusiaan itu dijunjung tinggi,” apalagi bagi yang mengalami penderitaan dan penganiayaan, yang cacat, yang miskin dan yang terlantar.
Pastor Alexius Dwi Aryanto Pr lalu bercerita tentang karya Mgr Soegija. Salah satunya tentang usulan kepada Majelis Agung Waligereja Indonesia (MAWI), yang sekarang bernama Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), supaya dibentuk Panitia Sosial.
“Beliaulah yang mengusulkan supaya di setiap keuskupan ditunjuk seorang Delegatus Sosial yang memperhatikan kehidupan banyak orang dan warga masyarakat yang tergolong lemah, miskin, tersingkir dan difabel,” kata Pastor Aryanto seraya menjelaskan bahwa delegatus sosial itulah yang saat ini berkembang dan berubah nama menjadi Komisi Pengembangan Sosial Ekonomi.
Imam itu juga bercerita mengenai kelahiran YSS KAS yang berpesta emas itu. Setelah Mgr Soegija wafat tanggal 22 Juli 1963, cerita imam itu, jenazah mantan Uskup Agung Semarang itu dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Giri Tunggal Semarang, karena gelar pahlawan nasional yang diberikan oleh Presiden Soekarno. “Di makamnya, dibangunlah cungkup, rumah kecil untuk menaungi makam. Ternyata, dana pembangunan cungkup itu tersisa,” kata Pastor Aryanto.
Karena dana masih tersisa, maka pimpinan Keuskupan Agung Semarang menggunakan dana itu untuk mendirikan yayasan sosial yang mengabadikan semangat Mgr Soegijapranata. Maka, berdirilah yayasan sosial itu tanggal 22 Juli 1963. Yayasan dengan nama Yayasan Sosial Soegijapranata (YSS) mencita-citakan terwujudnya masyarakat yang berdaya dan mandiri dengan semangat cinta kasih Allah, terutama masyarakat kecil, lemah, miskin, tersingkir dan difabel.
Sampai saat ini YSS KAS mengelola 3 panti jompo, 1 panti cacat ganda, pendampingan anak jalanan, pendampingan pemukiman, balai pengobatan dan pendampingan ekonomi mikro.
Sementara itu, Uskup Agung Semarang Mgr Johannes Pujasumarta yang memimpin Misa didampingi Vikaris Episkopal Semarang Pastor Aloysius Gonzaga Luhur Prihadi Pr, Pastor Alexius Dwi Aryanto Pr, dan Pastor Priyo Pr, menegaskan arti Gereja Papa Miskin yang berpihak kepada mereka yang kecil, yang lemah, yang miskin, tersingkir dan difabel.
“Gereja, mendedikasikan jatidirinya sebagai Gereja Papa Miskin. Tentu penegasan itu merupakan suatu amanat yang mendalam supaya Gereja sungguh-sungguh menaruh perhatian kepada mereka yang miskin dan papa, yang kecil, yang disingkirkan dan difabel,” tegas Mgr Pujasumarta.***