Rabu, Desember 18, 2024
29.3 C
Jakarta

Taizé,  tempat rehat sejenak untuk pertimbangkan komitmen bagi Gereja dan masyarakat

Doa Taize 8 Februari 2020
Doa Taize 8 Februari 2020

Taizé adalah kampung kecil di daerah Perancis yang begitu terkenal di seluruh dunia. Sudah beberapa kali saya mampir di sana, tetapi saya selalu ingin mampir ke tempat itu untuk mengalami rupa-rupa pelajaran hidup. Pada musim panas, ribuan anak muda datang silih berganti ke desa kecil itu. Suatu waktu, seorang bruder Taizé asal India menerima saya dan beberapa suster MSC asal Korea. Ketika tahu ada orang Indonesia, dia memanggil Bruder Fransesco (wong Yogyakarta) untuk menemui kami.

Buder Fransesco bercerita mengenai pengalaman hidupnya sebagai bruder Taizé selama 26 tahun. Dia bercerita mengenai berbagai program yang ditawarkan kepada anak-anak muda yang datang. Tak lupa bruder yang murah senyum itu menyebut nama-nama para MSC yang dia kenal, seperti Mgr Joseph Suwatan MSC. Dia juga minta, kalau ada kesempatan libur, saya bisa tinggal lebih lama di Taizé (seminggu atau dua minggu) untuk mengalami langsung semangat hidup anak-anak muda serta memberikan pengakuan dosa kepada anak-anak yang datang ke Taizé.

Pada setiap kunjungan, saya sering ikut doa siang bersama ribuan anak-anak muda serta para anggota Komunitas Taizé. Lagu-lagu meditatif nan merdu dinyanyikan dengan penuh penghayatan oleh semua yang hadir dalam doa. Yang menarik, ada ratusan tenaga sukarelawan yang menghidupi semangat dan spiritualitas Taizé.

Mereka yang datang ke sana pasti sangat akrab dengan kata “silence.” Kata itu dipegang oleh para sukarelawan untuk mengingatkan kepada semua orang, kalau masuk gereja harus diam dan tidak ngobrol. Ada juga spirit lain yang begitu hidup di Taizé yakni ‘kesederhanaan’ dan ‘persaudaraan.’

Yang ikut sesi satu dua minggu atau sebulan di Taizé mengalami sekolah kehidupan luar biasa itu. Mereka dilatih hidup sederhana. Mereka makan makanan yang sama. Mereka tidur di tenda-tenda ala pramuka. Mereka juga dilatih untuk peka dengan orang lain. Mereka semakin mudah menyapa orang lain. Mereka tidak acuh tak acuh satu sama lain. Tampak sekali warna keramahtamahan di antara peserta yang bahkan berbeda bahasa, warna kulit dan benua. Ya, pengalaman yang indah.

Anak-anak muda datang ke Taizé untuk mencari persekutuan dengan Tuhan melalui doa komunitas, lagu, diam, refleksi pribadi dan semangat berbagi. Saya terkesima melihat banyak anak muda serius menulis renungan pribadi dalam keheningan di kapela dekat kubur Bruder Roger, pendiri komunitas itu.

Ya, tinggal di Taizé tidak lain adalah rehat sejenak dari hiruk-pikuk duniawi untuk bertemu berbagai macam orang dan mempertimbangkan komitmen seseorang bagi Gereja dan bagi masyarakat. Selama kunjungan, semua peserta bergabung dalam kehidupan komunitas dan program harian. “Ada perayaan kehidupan ketika melihat begitu banyak orang muda bersama dalam semua keragaman mereka. Ini memberi kita harapan besar bahwa adalah mungkin bagi semua umat manusia untuk hidup dalam damai,” kata Bruder Fransesco sembari pamit untuk melanjutkan pekerjaannya.

Dalam masa pandemi Covid-19, sama seperti di tempat-tempat suci atau tempat ziarah lainnya, untuk pertama kalinya Pekan Suci dan Perayaan Paskah di Taizé tanpa pengunjung. Namun, para bruder mengantisipasinya dengan meminta orang-orang yang terdaftar untuk menunda kunjungan di Gereja Rekonsiliasi di Taize. Meski demikian, para bruder Taize tetap melanjutkan kehidupan doa dan pekerjaan seperti biasa. Mereka sadar, doa membuat mereka bersatu dengan begitu banyak orang seluruh dunia.

“Melalui telepon atau internet, kami terima banyak berita dari yang menghadapi tantangan yang sama di berbagai penjuru dunia,” kata Bruder Roger kepada harian La Croix. Mereka pun ikut merasakan penderitaan orang sakit, keluarga mereka, dan semua yang sangat terpengaruh oleh konsekuensi ekonomi. Para bruder membawanya dalam doa. Mereka juga berterima kasih dan mengagumi siapa saja yang terlibat dalam merawat para korban.

Setiap malam  saat pandemi Covid-19 ini, komunitas Taize melakukan doa bersama secara online dari rumah mereka pukul 20:30 waktu Eropa Barat, dengan menerima berbagai intensi doa yang dikirim kepada mereka. Santo Paulus kepada orang-orang Romawi, “Siapa yang akan memisahkan kita dari kasih Kristus? Akankah itu kesusahan, atau kegelisahan, atau penganiayaan, kelaparan, perampasan, bahaya, kematian? (…) Saya yakin bahwa tidak ada yang dapat memisahkan kita dari kasih yang telah ditunjukkan Allah kepada kita di dalam Yesus Kristus, Tuhan kita,” (Roma 8:35,38-39).

Namun, sejak 2 Juni 2020, saat berakhirnya lockdown, para bruder Taize membuka lagi tempat doa terkenal itu, namun hanya khusus bagi yang ingin menghabiskan satu hari atau ingin sekedar ikut dalam doa-doa komunitas dan membantu berbagai tugas praktis yang diperlukan untuk kegiatan harian. Sharing Kitab Suci diberikan sepanjang minggu, tetapi tidak harus setiap hari.

Tempat doa ini perlahan-lahan mulai dibuka. Namun saat ini, siapa pun yang datang ke Taizé harus menghormati semua aturan kebersihan serta menjaga jarak fisik setidaknya satu meter, mengenakan satu masker sehari dalam gedung, kecuali kamar tidur.

Pastor Yongki Wawo MSC

Doa bersama Komunitas Taize

Komentar

Tinggalkan Pesan

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terhubung ke Media Sosial Kami

45,030FansSuka
0PengikutMengikuti
75PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan

Terkini