Ketika bersekolah di sekolah Katolik di tahun 1980-an, seorang wakil walikota non-Katolik ditanamkan kebiasaan memberikan senyum, salam dan sapa di pagi hari, cuci tangan sebelum dan sesudah makan, memeriksa lingkungan sekolah, mematikan lampu dan air, membaca buku di luar kelas, simulasi evakuasi bencana alam, permainan tradisional, senam hingga yel-yel sekolah serta berdoa bersama.
Tradisi rutin yang dilakukan oleh sekolah Katolik itu masih dikenang oleh Wakil Walikota Kotamobagu, Nayodo Koerniawan. Maka, ketika Pemerintah Kota Kotamobagu pada Kamis 7 November 2019 menggelar kegiatan sehari belajar di luar kelas atau Outdoor Classroom Day (OCDay) secara serentak di Kota Kotamobagu, wakil bupati itu mengatakan semua itu “bukan menjadi hal baru bagi seluruh siswa SMA dan SMP Katolik Theodorus Kotamobagu.”
Bahkan Nayodo menjelaskan, “susunan kegiatan OCDay hari ini tidak berbeda jauh dengan tradisi sekolah SMP dan SMA Katolik cuma beberapa unsur yang ditambah, yaitu deklarasi Sekolah Ramah Anak (SRA) dan pelantikan tim SRA.”
Menurut “Kota Layak Anak”, SRA adalah satuan pendidikan formal, nonformal dan informal yang aman, bersih dan sehat, peduli dan berbudaya lingkungan hidup, mampu menjamin, memenuhi, menghargai hak hak anak dan perlindungan anak dari kekerasan, diskriminasi dan perlakuan salah lainnya serta mendukung partisipasi anak terutama dalam perencanaan, kebijakan, pembelajaran, pengawasan dan mekanisme pengaduan terkait pemenuhan hak dan perlindungan anak di pendidikan.
SRA merupakan upaya mewujudkan pemenuhan hak dan perlindungan anak selama delapan jam anak berada di sekolah, melalui upaya sekolah untuk menjadikan sekolah Bersih, Aman, Ramah, Indah, Inklusif, Sehat, Asri, dan Nyaman.
Kepala SMP Katolik Theodorus Kotamobagu Suster Herlina Helena Simanjorang OSU membenarkan, susunan acara kegiatan belajar di luar kelas itu bukan hal baru bagi SMP dan SMA Katolik, “karena selama ini sekolah juga mengadakan Go Green School, life skill, extra kurikuler, tata boga dan Inggris day setiap Jumat.”
Menurut Suster Herlina, “Kurikulum 2013 yang ada sekarang tidak membantu siswa untuk menjadi dirinya sendiri, namun OCDay akan memunculkan kembali kepribadian mereka secara alami.”
Kepala SMA Katolik Theodorus Kotamobagu Suster Antoinette Mude OSU menambahkan, mungkin saat ini, di jaman teknologi, para siswa sudah melupakan namanya permainan tradisional, namun dengan OCDay “permainan tradisional bisa kembali dihidupkan di tengah-tengah siswa.” Suster Antoinette berharap, anak-anak sekolah tidak melupakan budaya lokal berupa permainan tradisional yang menyimpan banyak makna.
“Dengan bermain permainan tradisional, anak-anak akan lebih cerdas, menyenangkan dan tentunya bisa lebih kreatif mengolah bakat dengan saling bekerjasama,” kata suster. Bahkan, lanjut suster, sekolah Katolik Theodorus akan terus melakukan berbagai macam terobosan untuk memajukan dunia pendidikan, “karena anak-anak sekarang sangat berbeda dengan di tahun 1980-an.”
Ditegaskan, “Ini jaman anak-anak milenial dengan gaya dan tampilan yang berbeda-beda.” Untuk itu, lanjut Suster Antoinette, guru harus bisa mengimbangi kemajuan dunia pendidikan saat ini.(PEN@ Katolik/michael)