Sabtu, November 23, 2024
26.9 C
Jakarta

Para uskup Filipina ajak umat berdoa, mengaku dosa, beramal untuk “masa-masa sulit”

Uskup Agung Davao Mgr Romulo Valles/Foto Davao Today
Uskup Agung Davao Mgr Romulo Valles/Foto Davao Today

Dalam seruan pastoral 9 Juli 2018, Konferensi Waligereja Filipina menyampaikan berbagai situasi yang mengkhawatirkan di negara itu seraya mendesak umat Katolik untuk menjadi pembawa damai.

Para uskup Katolik Filipina mengajak umat beriman untuk ikut bersama mereka berdoa, mengaku dosa, dan melaksanakan kegiatan amal kasih selama empat hari guna menebus dosa-dosa dari orang-orang yang menghujat Tuhan, yang memfitnah dan memberikan kesaksian palsu, dan yang melakukan atau membenarkan pembunuhan guna melawan kejahatan.

Ajakan itu muncul dalam seruan pastoral yang dibuat oleh Konferensi Waligereja Filipina (CBCP) yang dirilis dalam konferensi pers pada akhir sidang paripurna ke-117 CBCP  di Manila, 9 Juli 2018.

Seruan pastoral, yang ditandatangani oleh presiden CBCP, Uskup Agung Davao Mgr Romulo Valles dengan judul, “Bersukacitalah dan bergembiralah!” itu menarik perhatian dalam “masa-masa sulit ini” di Filipina. Seruan itu mengajak umat Katolik berkomitmen untuk membuat perdamaian.

Para uskup mendesak umat beriman agar menjalankan hari doa dan pengakuan dosa tanggal 16 Juli 2018, pesta Santa Maria dari Gunung Karmel, “dengan memohon belas kasihan dan keadilan Allah bagi mereka yang telah menghujat Nama Suci Allah, mereka yang memfitnah dan memberikan kesaksian palsu, serta mereka yang melakukan pembunuhan atau membenarkan pembunuhan sebagai sarana untuk memerangi kriminalitas di negara kita.” Para uskup juga mengajak umat “berpuasa, berdoa dan melakukan kegiatan amal kasih selama tiga hari mulai 17 hingga 19 Juli 2018.”

Seruan itu tidak menyebut nama siapa pun tetapi menyinggung pernyataan-pernyataan mengejutkan yang dibuat oleh Presiden Rodrigo Duterte pada beberapa kesempatan. Hubungan Duterte dengan para uskup Katolik penuh gejolak. Para uskup mengkritik perang brutal presiden itu terhadap narkoba, dorongannya untuk mengembalikan hukuman mati dan bahasanya yang saru.

Duterte menuai kritik keras setelah menyebut Tuhan “bodoh” dalam sebuah pidato di kota Davao di bulan Juni. Pada kesempatan lain, hari Jumat 6 Juli 2018, presiden itu mengatakan akan mundur jika ada yang bisa membuktikan bahwa Tuhan itu ada.

Kepada “yang dengan angkuh menganggap diri mereka bijaksana dan menganggap iman Kristen itu omong kosong, yang menghujat Allah kita sebagai bodoh, Santo Paulus mengatakan: ‘Sebab yang bodoh dari Allah lebih besar hikmatnya daripada manusia dan yang lemah dari Allah lebih kuat daripada manusia,’” kata para uskup.

Menjawab “orang-orang yang mengolok iman kita,” para uskup kembali mengutip Santo Paulus yang mengatakan bahwa Allah memilih yang bodoh untuk mempermalukan yang bijaksana dan yang lemah untuk memalukan yang kuat.

Dalam seruan pastoral itu, para uskup dari negara paling Katolik di Asia itu menyanggah tuduhan-tuduhan bahwa mereka “terlibat dalam gerakan-gerakan politik untuk mengacaukan pemerintah”. Mereka mengatakan, “Kami bukan pemimpin politik, dan tentu saja bukan lawan politik dari pemerintah.” Gereja, lanjut para uskup, menghormati otoritas politik yang terpilih selama mereka “tidak bertentangan dengan prinsip spiritual dan moral mendasar yang kita pegang teguh, seperti menghormati kesucian hidup, integritas ciptaan, dan martabat umat manusia.”

“Kalau kita berbicara tentang isu-isu tertentu,” kata para uskup, “itu selalu dari perspektif iman dan moral, terutama prinsip-prinsip keadilan sosial, tidak pernah memikirkan agenda politik atau ideologis.”

Seruan pastoral itu juga mengungkapkan  kegelisahan atas serangan terhadap personil gereja dan dimanfaatkan untuk menegaskan kembali panggilan dan misi Gereja untuk perdamaian dan untuk mengekspresikan solidaritas dengan orang miskin, orang-orang terlantar dan miskin, terutama pecandu narkoba yang diberi label sebagai “bukan-manusia” dan penjahat, serta para korban perang yang tidak bersalah dalam perang terhadap terhadap narkoba.

Duterte meraih kekuasaan dalam pemilihan presiden tahun 2016 dengan janji membunuh para penjahat dan mendesak orang untuk membunuh pecandu narkoba.

“Apakah kita akan tetap bertindak sebagai pengamat kalau mendengar orang-orang dibunuh dengan darah dingin oleh pembunuh kejam yang membuang kehidupan manusia seperti sampah?” tanya para uskup itu, seraya mengatakan untuk setiap tersangka narkoba yang tewas, seorang istri menjadi janda dan anak-anak menjadi yatim.(pcp berdasarkan Vatican News dan CBCPNews)

Komentar

Tinggalkan Pesan

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terhubung ke Media Sosial Kami

45,030FansSuka
0PengikutMengikuti
75PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan

Terkini