Keluarga dari Flores itu disebut keluarga besar, karena anak dalam keluarga itu sebanyak delapan orang. Dari delapan anak itu, satu di antaranya menjadi imam dan dua lainnya menjadi suster. Salah satu dari kedua suster itu, Suster Clarentine CIJ, merayakan pesta perak hidup membiara.
“25 tahun sebagai suster bukanlah suatu kehebatan saya, tapi kehebatan Tuhan dalam merawat perjalanan hidupku, serta dukungan kedua orangtua serta rekan-rekan saya,” kata Suster Clarentine kepada PEN@ Katolik. Suster itu lahir di Larantuka, 2 Oktober 1969.
Petrus Ece Muda Pr yang memimpin Misa Perayaan 25 Tahun Hidup Membiara Suster Clarentine CIJ, di Tebet, Jakarta Selatan, 23 Juni 2018 membenarkan bahwa “cinta dan kesetiaan Tuhan yang memanggil Suster Clarentine berkarya dalam pelayanan pendidikan.”
Misa yang dihadiri sekitar 100 orang yang terdiri dari keluarga dekat Suster Clarentine, umat Paroki Santo Antonius Padua, Jakarta, dan handai tolannya itu, menurut imam diosesan itu, adalah pesta iman saat seluruh yang hadir ikut mendukung dan mendoakan Suster Clarentine “agar tetap setia dalam tugas pelayanan sebagai seorang suster dari Kongregasi Pengikut Yesus (Congregatio Imitationis Jesu, CIJ).”
Perayaan bertema “Segalanya kutanggung dalam Dia yang memberikanku kekuatan” (Filipi 4: 13), juga dihadiri Dirjen Bimas Katolik Eusabius Binsasi serta istrinya dan sejumlah tokoh asal Flores, NTT. Kepada mereka Pastor Ece mengatakan bahwa “umat Katolik dari Keuskupan Larantuka, Flores, umumnya memiliki sifat banyak bicara, suka kerja keras, suka berdoa dan banyak yang menjadi pewarta Injil, dan ciri-ciri itu ada dalam keluarga dari Suster Clarentine.”
Suster Clarentine mengucapkan kaul pertama tahun 1993 dan berkarya di bidang pendidikan setelah merampungkan Bimbingan Konseling (BK) di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Sebelumnya dia pernah mengajar di sejumlah sekolah yakni di Lembata, Kupang, Kranji (Bekasi), Maumere, Kalimantan, dan Manggarai (Flores).
Saat ini Suster Clarentine yang juga Pegawai Negeri Sipil (PNS) itu bertugas sebagai guru BK di SMAN II Ende. Suster itu mengaku menghadapi berbagai tantangan, namun dengan motonya sesuai tema Misa itu, “saya bisa menghalau kegelisahan dan tantangan yang dihadapi dalam meniti panggilan sebagai abdi Yesus.” (Konradus R. Mangu)