Home BERITA TERKINI Apakah Maria wafat sebelum diangkat ke Surga?

Apakah Maria wafat sebelum diangkat ke Surga?

0

ROMA, Pena Katolik – Meskipun Gereja tidak mengatakan dengan pasti, pertanyaan tentang bagaimana saat akhir kehidupan Bunda Maria di dunia, memiliki konsekuensi rohani bagi kita semua.

Dalam konstitusi apostolik Munificentissimus Deus, tertanggal 1 November 1950, Paus Pius XII dengan mendefinisikan Dogma Kenaikan Santa Perawan Maria. Paus Pius XII mendefinisikan sebagai sebuah kebenaran iman Katolik, bahwa “Bunda Allah yang Tak Bernoda, Perawan Maria yang Abadi, setelah menyelesaikan perjalanan hidupnya di dunia, diangkat jiwa dan raga ke dalam kemuliaan surgawi.” Dogma ini dipromulgasikan setelah berkonsultasi dengan para uskup di seluruh dunia.

Namun, ajaran ini tampaknya menyisakan pertanyaan. Apakah Santa Perawan wafat sebelum diangkat ke surga? Sebab, mengatakan bahwa ia “menyelesaikan perjalanan hidupnya di dunia” tidak sepenuhnya memberi penjelasan yang cukup untuk memahami apa yang benar terjadi. Apakah ia mati sebelum pengangkatannya ke Surga?

Pertanyaan ini muncul, karena kematian adalah konsekuensi dosa (upah dosa adalah maut) Roma 6:23). kalau, Maria bebas dari segala dosa, baik dosa asal maupun dosa pribadi, bukankah mungkin ia tidak perlu mati? Atau karena ia manusia, ia harus melewati kematian di akhir hayatnya?

Pertanyaan ini sangat penting. Jika Maria tidak mati, maka itu akan menjadi satu lagi anugerah agung dari Allah yang ia terima. Namun, di saat yang sama, hal itu mungkin membuatnya tampak semakin jauh dari kita (manusia). Perlu diingat, Yesus sendiri memilih untuk mati, jadi, bukankah pantas, jika ibu-Nya, Maria, juga mengalami situasi yang sama?

Gereja belum mengambil sikap resmi terkait pertanyaan ini, termasuk dalam Munificentissimus Deus, dan pendapat para santo dan teolog pun terbagi. Di satu sisi, setidaknya Santo Agustinus dan Santo Hieronimus, serta beberapa orang kudus lain menyatakan tentang kematian Maria, sebagai sesuatu yang harus diasumsikan oleh umat beriman. Di sisi lain, St. Epifanius dan yang lainnya mengatakan, masih belum diketahui apakah Maria wafat, setidaknya masih terbuka kemungkinan bahwa ia tidak wafat.

Ketika kita menilik keseluruhan tradisi, pendapat cenderung mengarah pada pendapat bahwa Maria memang wafat sebelum diangkat ke surga. Dalam bukunya Fundamentals of Catholic Dogma, Ludwig Ott menyebut, bahwa pendapat yang mengatakan Maria wafat sebelum diangkat ke Surga, adalah “pendapat umum” dalam tradisi. Petunjuk-petunjuk akan hal ini juga dijelaskan dalam definisi dogma tersebut oleh Paus Pius XII.

Paus Pius XII menulis, bahwa umat Kristiani perdana percaya “bahwa Bunda Allah yang agung … sungguh telah wafat dari kehidupan ini. Namun hal ini sama sekali tidak menghalangi mereka untuk percaya dan mengakui secara terbuka bahwa tubuh sucinya tidak pernah mengalami kerusakan, dan bahwa tabernakel agung Sabda Ilahi tidak pernah menjadi debu dan abu.”

Paus Pius XII merujuk pada Sakramentarium Paus Adrianus I (sekitar 786), yang merujuk pada “kematian jasmani” Maria. Ia mencatat bahwa pandangan kuno adalah bahwa “bukan hanya tubuh Bunda Maria yang wafat tetap tidak rusak, tetapi ia memperoleh kemenangan dari kematian.”

Paus Pius XIV mengutip Santo Yohanes Damaskus, Bapa dan Pujangga Gereja abad ke-8, yang berbicara tentang keadaan tubuhnya “setelah kematian”. Paus Pius XII juga merujuk pada seorang pemikir skolastik paling awal, Amadeus dari Lausanne. Keduanya berpendapat bahwa bahwa “daging Perawan Maria tetap tidak rusak”, karena ia benar-benar bersatu kembali dengan jiwanya, dengan demikian menyiratkan bahwa ia memang wafat tetapi dibangkitkan dari kematian.

Disebutkan pula St. Alfonsus Liguori, yang menulis bahwa Yesus tidak ingin tubuh Maria dirusak setelah kematian, karena akan menjadi aib bagi-Nya sendiri, jika dari Bunda Maria, Ia sendiri telah mengambil daging, direduksi menjadi debu.”

Jadi, pendapat umum condong ke arah Perawan Maria yang Terberkati yang wafat sebelum dibangkitkan dan diangkat ke surga dengan tubuh dan jiwa.

Namun, ada makna yang lebih dalam dari hal ini, melampaui fakta sejarah, dan hal itu ditemukan dalam frasa kunci yang berasal dari Paus Pius XII sendiri. Paus menyebut Maria, “seperti Putranya sendiri, setelah mengalahkan maut. Yesus menyerahkan nyawa-Nya dan mengambilnya kembali, dibangkitkan oleh Bapa, menaklukkan dosa dan maut, dan menjadi “buah sulung” (1 Korintus 15:23) dari kebangkitan yang akan dialami seluruh umat manusia di dalam Dia sebelum Penghakiman Terakhir.

Maria adalah murid Yesus yang pertama dan terbesar. Ia mengikuti-Nya dalam segala hal. Maka Maria pun dengan tepat mengikuti putranya menuju kematian sehingga ia dapat diberikan anugerah dibangkitkan kembali, sebagai tanda bagi kita semua tentang apa yang harus kita terima.

Tidak ada komentar

Tinggalkan Pesan

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version