Home BERITA TERKINI Pertemuan terakhir Petrus dan Paulus di Roma

Pertemuan terakhir Petrus dan Paulus di Roma

0

ROMA, Pena Katolik – Di Via Ostiensis di Kota Roma, antara blok 106 dan 108, sebuah prasasti marmer yang lapuk menandai sebuah tempat yang mudah terlewatkan. Plakat ini adalah tanda pengingat peristiwa bersejarah ketika Petrus dan Paulus berjumpa dan berpelukan untuk terakhir kali sebelum mereka mati sebagai martir.

Tidak ada catatan dalam Alkitab sejauh ini tentang peristiwa ini. Alkitab hanya menggambarkan misi mereka, di mana ada perbedaan dalam misi masing-masing yang ditandai tantangan, wilayah pelayanan dan sahabatan-sahayan berbeda yang menyertai karya mereka.

Ketika Paulus berpisah dengan para penatua Efesus (KIS 20), merupakan salah satu adegan paling emosional dalam Perjanjian Baru. Saat itu, Petrus tidak hadir. Penyebutan terakhir Petrus dalam Kisah Para Rasul menunjukkan ia meninggalkan Yerusalem, dan surat-surat tersebut hanya memberikan sedikit detail tentang pergerakannya di kemudian hari.

Tidak ada catatan dalam teks Alkitab yang mencatat perpisahan antara kedua rasul ini. Namun, tradisi Kristen telah lama mengisi kekosongan ini. Dalam tradisi itu, Petrus dan Paulus menyusuri sebagian Via Ostiense bersama-sama, sebelum berpisah. Paulus kemudian menuju sebuah tempat yang sekarang dikenal sebagai Tre Fontane (Tiga Air Mancur), tempat ia kemungkinan dipenggal. Sementara itu, Petrus menuju Sirkus Nero, tempat ia disalib terbalik.

Sebuah kapel kecil kemudian didirikan yang dikenal sebagai Capella della Separazione di dekat titik tengah antara Porta San Paolo dan Basilika Santo Paulus di Luar Tembok. Kapel itu menandai perpisahan mereka. Kapel itu lalu dihancurkan pada awal abad ke-20 untuk selanjutnya dibuat jalan, mengakomodasi lalu lintas yang semakin padat. Saat ini, hanya prasasti penanda sejarah itu yang tersisa.

Prasasti itu berbunyi: “Di dekat situs ini, sebuah kapel kecil yang didedikasikan untuk menghormati Salib Suci, dihancurkan pada awal abad ke-20 karena perluasan Via Ostiense, dan menandai tempat di mana, menurut tradisi yang saleh, Petrus dan Paulus berpisah dalam perjalanan menuju kemartiran mereka yang mulia.”

Gambaran pelukan terakhir keduanya tidak berasal dari Kitab Suci, melainkan dari imajinasi artistik dan sastra Gereja.

Konflik terjadi antara Paulus dan Petrus dalam apa yang dikenal sebagao “Insiden di Antiokhia”. Disebutkan dalam Surat Paulus kepada Jemaat Galatia, Paulus secara terbuka menantang Petrus, atas perlakuannya yang tidak konsisten terhadap orang-orang non-Yahudi yang bertobat.

Tidak ada rekonsiliasi keduanya yang tercatat, namun di kemudian, seni Kristen sering kali menampilkan adegan perdamaian di antara mereka. Perdamaian ini dilambangkan dengan pelukan sebelum kematian.

Hari raya bersama mereka—29 Juni—menegaskan pandangan Gereja tentang kesatuan kesaksian mereka. Perjanjian Baru tidak menggambarkan kematian mereka, namun keduanya diyakini dieksekusi di Roma selama penganiayaan Nero, sekitar tahun 64 atau 67 M.

Kemartiran mereka mengukuhkan pentingnya Roma, sebagai pusat Kekristenan. Warisan mereka tetap menjadi fondasi bagi tradisi Katolik maupun Ortodoks.

Tentang relasi Paulus dan Petrus, Paus Leo XIV pernah berbicara, “Sahabat terkasih, kisah Petrus dan Paulus menunjukkan kepada kita, bahwa persekutuan sebagai panggilan Tuhan kepada kita adalah kesatuan ‘suara dan kepribadian’ yang tidak menghilangkan kebebasan siapa pun. Para santo pelindung kita menempuh jalan yang berbeda, memiliki gagasan yang berbeda, dan terkadang berdebat satu sama lain dengan kejujuran injili.

Namun, hal ini tidak menghalangi mereka untuk menghidupi ‘kerukunan para rasul’, yaitu, persekutuan yang hidup dalam Roh, harmoni yang berbuah dalam keberagaman. Sebagaimana dikatakan Santo Agustinus, ‘Hari Raya Kedua Rasul dirayakan pada hari yang sama. Mereka juga satu. Karena meskipun mereka mati syahid pada hari yang berbeda, mereka tetap satu’.

Tidak ada komentar

Tinggalkan Pesan

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version