VATIKAN, Pena Katolik – Ketika Paus yang baru terpilih melangkah ke balkon Basilika Santo Petrus untuk berbicara kepada umat Katolik pada tanggal 8 Mei 2025, keputusan pertamanya sebagai Paus — untuk mengambil nama kepausan Leo — mengisyaratkan arah yang ingin ia ambil.
Dalam pertemuan pertamanya dengan Dewan Kardinal pada tanggal 10 Mei, Paus mengonfirmasi bahwa ia mengambil nama tersebut untuk menghormati Paus Leo XIII. Lebih serratus tahun lalu, Paus Leo XIII menanggapi pertanyaan sosial dalam konteks revolusi industri besar pertama dengan ensiklik Rerum Novarum.
Rerum Novarum meletakkan dasar bagi ajaran sosial Katolik. Kini, ia akan membimbing Gereja dalam menawarkan wawasan moral tentang “kecerdasan buatan”. Paus Leo XIV menjelaskan, munculnya AI menimbulkan “tantangan baru” bagi pembelaan martabat manusia, keadilan, dan tenaga kerja.
Fondasi Ajaran Sosial Gereja
Leo XIII menerbitkan Rerum Novarum pada tanggal 15 Mei 1891, pada saat para buruh berjuang dengan kondisi kerja yang buruk di tengah revolusi industry. Saat itu kaum Marxis memanfaatkan ketidakpuasan untuk mendorong perubahan radikal pada tatanan sosial.
Leo XIII terutama peduli dengan penyusunan “antropologi filosofis atau teologis” yang berfokus pada “manusia dan martabat pekerjaan”.
Leo XIII menulis, bahwa ada kebutuhan “untuk menyatukan orang kaya dan kelas pekerja”. Leo XIII “mengingatkan” masing-masing pihak tentang tugasnya satu sama lain dan tentang kewajiban keadilan.
Kewajiban terhadap keadilan ini mencakup tugas pemilik bisnis untuk “menghormati martabat setiap orang sebagai pribadi yang dimuliakan oleh karakter Kristen”. Leo XIII mendesak setiap orang untuk tidak “menyalahgunakan orang” seolah-olah mereka adalah benda dalam mengejar keuntungan. Ia menegaskan agar pekerja tidak saja dinilai dari kekuatan fisik mereka.
Salah satu masalah industrialisasi adalah bahwa orang-orang “dipandang secara mekanistis”. Paus Leo XIII mengingatkan pemilik pabrik, bahwa manusia tidak boleh diperlakukan seolah-olah mereka hanyalah “bagian dari mesin produksi”.
Leo XIII juga membela hak atas kepemilikan pribadi. Ia juga menegur ideologi Marxis dan sosialis, yang menurutnya akan mengganggu tatanan sosial dengan mengadu domba manusia satu sama lain. Ia mengkritik Marxis yang menyerukan mengubah kepemilikan pribadi menjadi “kepemilikan bersama semua orang, yang akan dikelola oleh negara atau badan kota”.
“Merupakan hukum alam yang paling sakral bahwa seorang ayah harus menyediakan makanan dan semua kebutuhan bagi mereka yang telah dilahirkannya,” tulis Leo XIII. “Dan dengan cara yang sama, wajar jika ia ingin agar anak-anaknya, yang, boleh dikatakan, meneruskan kepribadiannya, harus disediakan olehnya dengan semua yang diperlukan untuk memungkinkan mereka menjaga diri mereka sendiri dengan baik dari kekurangan dan kesengsaraan di tengah ketidakpastian kehidupan fana ini.”
Jika seseorang meringkas ensiklik tersebut dalam satu baris, maka akan menjadi: “Ekonomi dimaksudkan untuk melayani manusia dan bukan sebaliknya.” Ekonomi melayani tujuan tertinggi manusia, yaitu untuk “masuk surga” dan hidup dalam “komunitas yang harmonis.”
Ajaran sosial dan AI
Pendahulu Paus Leo XIV, Paus Fransiskus, telah memasukkan beberapa elemen ajaran sosial Gereja ke dalam pendekatannya terhadap pertanyaan seputar AI. Pada bulan Desember 2023, Fransiskus mendesak para pemimpin global untuk mengatur AI demi “pengejaran perdamaian dan kebaikan bersama”. Paus Fransiskus menekankan, bahwa inovasi harus menghindari “kediktatoran teknologi” dan sebaliknya digunakan untuk melayani “perjuangan persaudaraan dan perdamaian manusia.”
Dikasteri Ajaran Iman pada bulan Januari 2025 merilis “catatan” setebal 30 halaman yang menjelaskan, bahwa AI tidak memiliki “kekayaan jasmani, relasionalitas, dan keterbukaan hati manusia”. Inovasi harus memacu penghargaan baru terhadap semua yang manusiawi.
Seiring dengan terus berkembangnya AI dan Gereja memformalkan ajarannya tentang teknologi baru, Leo XIV akan berjuang dengan beberapa isu yang sama yang dihadapi Leo XIII pada pergantian abad ke-20.
“Bagaimana manusia menggunakan mesin dalam produksi ekonomi dengan cara melayani manusia [yang] tidak menumbangkan manusia ke dalam ‘perbudakan mesin’.”
AI sudah mulai diterapkan di banyak tempat kerja, seperti bidang pemasaran, perbankan, perawatan kesehatan, dan pengodean. Penerapan AI terkadang dapat meningkatkan akurasi dan efisiensi, tetapi menimbulkan kekhawatiran bahwa teknologi tersebut dapat menggantikan manusia dalam aktivitas tertentu.
Artikel New York Times pada tanggal 25 Mei mencatat bahwa beberapa pengembang perangkat lunak di Amazon mengeluh bahwa pekerjaan mereka menjadi rutin dan tidak bijaksana karena sebagian besar pengodean telah diotomatisasi dengan AI, sementara pekerja lain bersorak atas peningkatan produktivitas.
Forbes pada bulan Oktober 2024 mencatat bahwa AI membantu dokter menemukan anomali pada pasien dan menghubungkan gejala-gejala untuk meningkatkan kecepatan dan akurasi diagnosis medis.
Ada manfaatnya dengan teknologi yang membantu dokter mencermati gejala dan mungkin menemukan hal-hal yang tidak akan dipahami oleh manusia.
Pekerjaan yang semakin mekanis menimbulkan kekhawatiran. Dengan AI, ada banyak pengalihdayaan “proses kreatif” dan “proses pembuatan ide” dengan kemampuan AI untuk menghasilkan karya seni dan novel, yang disebutnya “agak mengkhawatirkan”.
Prinsip lain dari Rerum Novarum yang dapat membantu memandu pengajaran tentang AI adalah kekhawatiran tentang “penghormatan atas hak milik dan hak milik produktif. Salah satu masalah dengan AI adalah “penghormatan atas hak kekayaan intelektual”.
Ada kekhawatiran besar atas fakta bahwa AI tidak benar-benar menghasilkan apa pun sendiri. Ia sebatas mendaur ulang kata-kata dan gambar yang dibuat oleh orang lain, dan proses ini dilakukan tanpa ada penghargaan atas hak-hak intelektual.
Pilihan Kardinal Robert Francis Prevost OSA untuk memilih nama Leo XIV dirasa sangat tepat, mengingat dunia berada dalam titik yang sangat kritis dalam sejarah ekonomi. Dunia akan menerima bimbingan moral yang diharapkan dari Takhta Suci.