JAKARTA, Pena Katolik – Paskah “melampaui” masa Prapaskah dalam banyak hal. Masa Paskah adalah Masa Liturgi yang penuh sukacita. Masa ini menggambarkan “perjamuan surgawi” yang harus kita semua hadiri.
Pertama, Masa Paskah memiliki rentang waktu lebih lama, yakni 10 hari lebih lama dari Prapaskah. Waktu ini memberi kesempatan umat Katolik merenungkan kebangkitan Yesus Kristus selama 50 hari nonstop.
Paskah adalah masa pesta dan sukacita, kebalikan dari Masa Prapaskah yang merupakan masa mati raga dan puasa. Penting untuk diingat, Masa Paskah dapat dimaknai, bahwa Surga, tempat sukacita yang hakiki, akan melampaui apa pun yang terjadi di bumi.
Paskah mengingatkan bahwa, “Ia akan menelan maut untuk selama-lamanya; dan Tuhan Allah akan menghapus air mata dari segala muka, dan aib umat-Nya akan dijauhkan-Nya dari seluruh bumi, sebab Tuhan telah berfirman” (Yesaya 25:8).
Pentakosta
Kedua, yang menarik, Masa Paskah diakhiri dengan Hari Raya Pentakosta Yahudi. Hari ini mengenang para rasul yang menerima karunia Roh Kudus pada “hari raya Yahudi” itu. “Ketika tiba hari Pentakosta, semua orang percaya berkumpul di satu tempat” (Kisah Para Rasul 2:1).
Pentakosta diidentifikasi dalam Alkitab sebagai akhir dari perayaan panen Yahudi. Kitab Imamat menjelaskan bagaimana perayaan hari raya ini dihitung, “Mulai dari hari sesudah sabat, yaitu hari kamu membawa berkas persembahan unjukan, haruslah engkau menghitungnya; haruslah ada tujuh minggu penuh, yaitu sampai sesudah sabat yang ketujuh, lima puluh hari lamanya; kemudian haruslah engkau mempersembahkan korban sajian dari gandum baru kepada Tuhan” (Imamat 23:15-16).
Oleh karena itu, hari raya Pentakosta bagi orang Kristen dirayakan 50 hari setelah Minggu Paskah dan menandai berakhirnya masa Paskah. (
