Sabtu, Mei 10, 2025

Sempat Keluar, Akhirnya Kembali Masuk Menyusuri Jalan Panggilan

Saat itu, Aloysius Luis Kung masih sangat kecil, saat ia bersama kedua orangtuanya, mengikuti Misa yang dipimpin Pater Bernars Muller SVD. Imam asal Jerman itu mengangkat hosti untuk dikonsekrasi. Adegan itu begitu menarik, hingga membuat Aris terpesona. Seiring waktu, ingatan akan sosok seorang imam Serikat Sabda Allah (Societas Verbi Divini/SVD) itu tak lekang di kehidupan Aris kecil.

Ada banyak cara, seseorang terpanggil menjadi imam, bagi Romo Aloysius Luis Kung OP, pengalaman mengikuti Misa yang dipimpin Pater Mueller di waktu ia kecil itu begitu membekas. Hingga sedari kecil, ketika ia ditanya apa cita-citanya ketika besar nanti. Dengan lantang ia akan menjawab, “Saya ingin menjadi imam,” kenangnya.

Pater Mueller bukan satu-satunya, sosok lain yang begitu berjasa pada panggilan Romo Aris adalah sang ibu, Rumolda da Proma. Sedari kecil, Rumolda telah “memberi semangat” untuk si buah hati, agar mengikuti panggilan Tuhan. Alhasil, ketika Aris sudah lulus SMP, sang ibu juga yang paling “getol” mendorong Aris untuk melanjutkan pendidikan di Seminari Menengah San Dominggo Hokeng, Nusa Tenggara Timur (NTT). 

“Saat itu, selain ingin masuk seminari, saya juga punya cita-cita menjadi dokter, namun mama yang mendorong untuk masuk seminari. ‘Sudah kau masuk saja’,” kenang Romo Aris menirukan perkataan ibunya.

Spirit Dominikan

Masa di seminari menengah dilalui Aris dengan lancar. Panggilannya pun semakin jelas. Hingga tiba waktu baginya untuk menentukan pilihan, ke mana ia akan berlabuh pada jenjang panggilan selanjutnya. 

Sejarah mencatat, Ordo Dominikan telah datang ke Nusantara ratusan tahun lalu di Pulau Flores pada abad ke-16 bersama kedatangan tentara Portugis. Namun pada satu masa, mereka Para imam St. Dominikus itu diusir setelah Portugis dikalahkan VOC pada awal abad ke-17. Namun keberadaan yang singkat itu, nyatanya masih meninggalkan benih iman Katolik, yang bukanya padam, namun terus berkembang. Tradisi Semana Santa yang kini masih terus ada di Larantuka menjadi bukti berkembangnya benih iman ini.

Ketika mengetahui latar sejarah kekatolikan ini, Aris mulai “penasaran” dengan Ordo Pewarta (Ordo Praedicatorum/OP). Ada mimpi yang muncul dalam dirinya saat itu, ia ingin “mengembalikan” Ordo Pewarta di Bumi Nusa Bunga. Namun, saat itu ia tidak tahu, di mana ia dapat menemukan biara Dominikan di Indonesia.

Beruntung, ia memiliki seorang kakaknya sudah terlebih dahulu menjadi Suster OP, yaitu Sr. Katarina Yohanina Kung, OP. Pada suatu ketika ia mengunjungi sang kakak itu, ia menemukan kejelasan, bahwa di Indonesia juga sudah ada para imam Ordo Pewarta, yaitu di Surabaya dan Pontianak.

“Awalnya saya tidak tahu, tapi kepala biara di mana kakak saya tinggal, beliau yang memberi tahu, bahwa sudah ada imam Dominikan di Indonesia. Dari situlah saya akhirnya memutuskan untuk mengenal Ordo Dominikan,” ungkap Romo Aris. 

Singkat cerita, setelah lulus dari Seminari Menengah Hokeng, ia bergabung menjadi aspiran di Biara Dominikan di Pontianak, Kalimantan Barat. Di sinilah, ia memulai panggilannya sebagai biarawan Ordo Pewarta tahun 2008, tepat setelah ia lulus seminari.

Diakon Aloysius Luis Kung OP saat Tahbisan Diakon di Manila tahun 2024. IST

Sempat Keluar

Panggilan yang sepertinya lancar-lancar saja, nyatanya menemukan tantangan ketika perjalanan panggilan itu baru saja dimulai. Setelah satu setengah tahun menjadi aspiran. Frater Aris memutuskan untuk mundur. Saat itu ia berkesimpulan, bahwa menjadi Dominikan bukanlah panggilannya. Ia pun “pamit” dan tidak lagi menjadi aspiran. Frater Aris beralasan, saat itu persiapan sebelum masuk biara masih lemah, sehingga motivasinya untuk melanjutkan sebagai aspiran dalam Ordo Pewarta akhirnya padam. 

“Waktu itu sepertinya sebelum masuk saya kurang memikirkannya dengan serius, sehingga seperti kurang persiapan. Di situ saya memutuskan keluar,” kenang Romo Aris.

Meskipun secara resmi ia bukanlah aspiran di Biara Dominikan, namun ia masih tetap tinggal di komunitas ini. Pada masa inilah, kembali sang ibu terus memberi dorongan untuk jangan menyerah. Sang ibu juga mendorong untuk kembali lagi ke dalam komunitas. Selain itu, ada juga Romo Andreas Kurniawan OP yang masih setia mendampingi dan memberi dorongan semangat, agar Aris kembali memikirkan keputusannya. 

Kemanapun seseorang berlari, ketika Tuhan yang memanggil, sejauh apapun, ia akan tetap kembali ke jalan-Nya. Hal yang sama dialami Frater Aris. Ia pun akhirnya menyerah pada kuasa Tuhan itu. Ia pun kembali melanjutkan menjadi aspiran di Biara Dominikan Surabaya.

“Akhirnya saya memutuskan kembali, berkat doa dari mama dan juga pendampingan dari Romo Andre,” ujar Romo Aris mengenang masa itu.

Jatuh Bangun

Frater Aris pun melanjutkan jalan panggilannya dengan menjalani masa Postulat (2012-2013) dan Novisiat (2013-2024) di Filipina. Ia kemudian kembali ke Surabaya untuk menyelesaikan pendidikan filsafat di Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya (2016). Selanjutnya, ia menyelesaikan pendidikan teologi di Universitas Katolik St. Thomas Manila, dan kemudian dilanjutkan mengambil program S2 di kampus yang sama. Untuk yang terakhir ini, ia memiliki bidang kajian Islam, yang berhasil ia selesaikan pada Januari 2025 ini. Selanjutnya, ia akan ditahbiskan menjadi imam Ordo Pewarta di Paroki St. Helena Curug, Keuskupan Agung Jakarta pada 22 Februari 2025. 

Berjalan di jalur panggilan Tuhan bukanlah jalan yang mulus. Hal ini setidaknya dialami juga oleh Romo Aris. Ia mengenang, semangatnya untuk terus menapaki jalan panggilan ada kalanya “terjun bebas” meskipun tidak membuatnya “kandas”. Itu terjadi, saat ia harus kehilangan sang ibu, yang dipanggil Tuhan. 

“Saat itu semangat saya seketika hilang. Ibu yang selama ini mendoakan, yang selama ini menemani saya, ia harus pergi begitu cepat,” ujar Romo Aris. 

Pada situasi down itu, juga diperhatikan oleh dosen dan formator pendampingnya. Mereka heran, mengapa Frater Aris yang tadinya bersemangat, tiba-tiba kehilangan gairah untuk menjalani panggilan Tuhan. 

“Dosen saya bertanya apa yang terjadi dengan hidup saya,” ujarnya. 

Namun, seiring waktu, Frater Aris dapat menemukan kembali semangatnya. Ia bersyukur karena ada begitu banyak orang yang menemani di saat sulit itu, terutama teman-teman komunitasnya di Manila Filipina.

Kini, ketika tiba saat ia ditahbiskan menjadi imam. Romo Aris ingin menjadi seorang imam yang rendah hati. Ia ingin menjadi seorang imam yang tidak pilih-pilih dalam melayani, menerima semua. Ia juga ingin menjadi imam yang mau memberi pengampunan kepada siapa saja, dalam hal ini ketika nanti ia akan melayani Sakramen Pengampunan. 

“Saya berharap menjadi imam yang rendah hati, yang dengan gembira melayani siapa saja,” ujarnya. (AES)

***

Profil: Diakon Aloysius Luis Kung

Lahir : Waibalun, 1 Februari 1989

Perjalanan Formasi

Aspiran : 2011 (Pontianak, Jawa Timur)

Postulan : 2012 – 2013 (Calamba, Filipina)

Novisiat : 2013 – 2014 (Manaoag, Filipina)

Kaul ke-I (OP) : 1 Mei 2014 (Manaoag, Filipina)

Kaul kekal (OP) : 25 April 2017 (Quezon City, Filipina)

Penerimaan Lektor : 10 April 2019(Quezon City, Filipina)

Penerimaan Akolit : 13 Mei 2020 (Quezon City, Filipina)

Tahbisan Diakon : 19 Maret 2024 (Quezon City, Filipina)

Tahbisan Imam : 22 Februari 2025 (Tangerang Selatan, Banten)

Riwayat Pendidikan

Seminari Menengah San Dominggo Hokeng (2004-2008)

S1 Filsafat Universitas Katolik Widya Mandala (lulus tahun 2016)
S1 Teologi Universitas Katolik St. Thomas Manila (lulus tahun 2019)

S2 Studi Islam di Universitas Katolik St. Thomas Manila (lulus Januari 2025)

Moto Panggilan: 

“Hendaklah engkau murah hati, sama seperti BAPAMU adalah murah hati.” (Lukas 6:36)

Komentar

Tinggalkan Pesan

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terhubung ke Media Sosial Kami

45,030FansSuka
0PengikutMengikuti
75PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan

Terkini