JAKARTA, Pena Katolik – Di setiap Gereja, pada bagian altar menjadi tempat disimpan relikui orang kudus. Relik-relik ini umumnya terbungkus di dalam batu altar, meskipun terkadang disimpan di tempat yang memungkinkan dapat dilihat oleh umat.
Penyimpanan relikui pada altar gereja ini adalah kebiasaan kuno yang dipertahankan Gereja, sebagaimana ditetapkan oleh dalam Misale Romanum. “Praktik penyimpanan relikui orang kudus, bahkan yang bukan martir, di bawah altar yang akan dipersembahkan tetap dipertahankan sebagaimana mestinya. Namun, kehati-hatian harus dilakukan untuk memastikan keaslian relikui tersebut”. (Missale Romanum, no.237)
Mengapa Gereja Katolik melakukan ini?
Nikolaus Gihr, dalam karyanya Holy Sacrifice of the Mass, memberikan sejarah singkat tentang kebiasaan ini. Catatan sejarah pada masa Paus Felix I (sekitar tahun 270), ketika merayakan Kurban Kudus Misa, ia melakukannya “di atas makam para martir”. Ia menegaskan kebiasaan yang sudah ada sejak lama.
Kemudian, jenazah para kudus dipindahkan dari tempat pemakaman mereka dan ditempatkan di bagian dalam altar yang baru dibangun. Tempat di mana para martir dimakamkan, yaitu altar yang dibangun di atas makam mereka dan juga gereja yang mengelilinginya, biasanya disebut confessionio (tuapripuiv, tempat pengakuan dosa) atau memoria (peringatan).
Umat Kristen awal biasanya merayakan Misa peringatan di katakombe, di atas makam para santo. Praktik ini dilanjutkan pada masa damai, ketika gereja-gereja dibangun, dengan memindahkan relikui para santo ke altar.
Ada bagian dalam Alkitab yang merujuk pada praktik ini. “Aku melihat di bawah altar jiwa-jiwa mereka yang telah dibantai karena kesaksian yang mereka berikan tentang firman Tuhan. (Wahyu 6:9)
Dalam pengertian ini, praktik menempatkan relikui di bawah altar sepenuhnya alkitabiah. Hal ini tidak dimaksudkan untuk mengalihkan fokus kita kepada Yesus Kristus dan pengorbanan-Nya di Kalvari, tetapi untuk mengingatkan kita tentang bagaimana kita harus meniru teladan-Nya.
Gihr menguraikan lebih lanjut tentang simbol ini, dengan menjelaskan sedikit lebih lanjut tentang bagaimana Misa di atas relikui orang-orang kudus dimaksudkan sebagai tanda spiritual yang kuat. Bagi mereka yang mengorbankan hidup mereka dan dengan mulia menumpahkan darah mereka bagi Kristus, harus beristirahat di kaki altar, di mana dirayakan Pengorbanan Kristus yang menanamkan kepahlawanan dan kekuatan kemartiran dalam diri mereka.
Ketika St. Ambrosius menemukan jasad Martir Gervasius dan Protasius, ia meletakkan mereka di bawah altar. Praktik ini bukanlah “penyembahan orang kudus,” tetapi pengingat yang kuat bagi umat akan perkataan Yesus kepada murid-murid-Nya, “Setiap orang yang ingin mengikuti Aku, harus menyangkal dirinya, memikul salibnya, dan mengikuti Aku” (Matius 16:24).
Dengan meletakkan relikui orang-orang kudus, umat diajak untuk mengennag kesucian mereka, bahkan pengorbanan mereka yang berani menyerahkan nyawa demi iman mereka pada Kristus yang rela mengorbankan nyawa demi manusia. (AES)