Jumat, November 22, 2024
31 C
Jakarta

Kisah di Balik Perjumpaan Mgr. Oscar Romero dan St. Yohanes Paulus II: Pertemuan yang Mengubah Seorang Paus

SAN SALVADOR, Pena Katolik – Suatu hari di tahun 1979, Mgr. Oscar Romero berusaha untuk dapat menemui Paus Yohanes Paulus II di Vatikan. Namun, usaha untuk menemui seorang Paus nyatanya tidak semudah membalik telapak tangan. Ia harus menemui Mgr. Jacques-Paul Martin (Kepala Rumah Tangga Kepausan) dan Mgr. Dino Monduzzi (Sekretaris Rumah Tangga Kepausan). Dari kedua uskup ini, Mgr. Romero dibantu untuk dapat berjumpa secara pribadi dengan Paus Yohanes Paulus II.

Gayung bersambut, setelah menunggu beberapa hari di Roma, Mgr. Romero mendapat kesempatan berjumpa dengan Paus. Kabar ini disampaikan Mgr. Martin pada hari sabtu 5 Mei 1979, beberapa hari setelah ia tiba di Roma.

“Aku punya kabar baik untukmu, Anda akan diterima (Paus) pada hari Senin. Besok, pada Minggu, sore, Anda akan menerima pemberitahuan, yang selalu kami kirimkan mengenai waktu audiensi,” tulis Mgr. Romero dalam buku hariannya, menirukan ucapan Mgr. Martin tentang rencana perjumpaannya dengan Paus Yohanes Paulus II.

“Saya mengucapkan terima kasih kepadanya dengan tulus dan, tentu saja, saya berterima kasih kepada Tuhan,” tulis Mgr. Romero dalam buku hariannya.

Perjumpaan pertama Mgr. Oscar Romero dengan Paus Yohanes Paulus II 7 Mei 1979. IST

Perjumpaan yang Tidak Bersahabat

Waktu yang ditentukan untuk berjumpa dengan Paus pun tiba, pagi hari, Mgr. Romero sudah bersiap. Ia membawa dokumen-dokumen yang akan ia berikan kepada Bapa Suci. Ia membawa empat laporan dari delegasi asing yang datang ke El Salvador, untuk mempelajari situasi negara tersebut. Ada juga ungkapan solidaritas, dokumen-dokumen yang mengecam situasi kekerasan di negara itu. Mgr. Romero juga membawa berkas nominasinya untuk Penghargaan Nobel. Mgr. juga membawa serta surat yang sebelumnya ia pernah tulis untuk Bapa Suci.

“Saya juga menyertakan surat yang saya tulis kepadanya pada bulan November karena saya ragu surat itu akan sampai kepadanya,” tulis Mgr. Romero dalam buku hariannya.

Pukul 12:20 siang, Mgr. Romero diterima oleh Bapa Suci dalam audiensi pribadi. Beliau duduk di mejanya dan beliau meminta saya untuk duduk juga. Mgr. Romero melepaskan zucchetto yang ia pakai, dan memegangnya di tangan saya. Namun, Paus Yohanes Paulus II mengatakan ia memakainya kembali.

Mgr. Romedo menjelaskan maksud kedatangannya. Ia berharap, Paus mempelajari lebih dalam laporan yang ia bawa. Saat itu, Mgr. Romero melaporkan pembunuhan Pastor Octavio oleh pemerintahan diktator El Salvador.

“Saya juga memberinya map berisi foto Pastor Octavio [Ortiz], yang sekarang sudah meninggal, yang memuat informasi lengkap tentang pembunuhannya.”

Setelah Mgr. Romero menyerahkan tujuh map laporna yang ia bawa, dengan penjelasan singkat tentang masing-masing map, Paus memulai komentarnya. Paus mengakui bahwa pekerjaan pastoral di El Salvador sangat sulit dalam iklim politik seperti itu. Ia menganjurkan keseimbangan dan kehati-hatian yang tinggi, terutama ketika mengecam situasi tertentu.

“Ia berpendapat bahwa lebih baik berpegang pada prinsip, karena ada risiko membuat kesalahan atau kekeliruan dengan tuduhan-tuduhan tertentu.

Paus mengatakan bahwa persatuan para uskup sangat penting. Ia menceritakan pengalaman karyanya saat menjadi imam di Polandia. Ia mengatakan bahwa menjaga persatuan para uskup adalah tugas utama. Di akhir audiensi, setelah Paus menyarankan agar keduanya berfoto bersama.

“Dan saya pergi, senang dengan pertemuan itu, tetapi khawatir melihat seberapa besar laporan negatif tentang karya pastoral saya telah memengaruhi beliau, meskipun jauh di lubuk hati saya ingat bahwa beliau telah merekomendasikan ‘keberanian dan ketegasan, tetapi, pada saat yang sama, diimbangi dengan kehati-hatian dan keseimbangan yang diperlukan’,” kata Mgr. Romero dalam buku hariannya.

Mgr. Romero merasa tidak sepenuhnya puas dengan pertemuan itu. Namun, ia merasa audiensi dan percakapan itu sangat bermanfaat.

“Saya telah belajar bahwa seseorang tidak dapat selalu berharap untuk mendapatkan persetujuan penuh dan bahwa lebih bermanfaat untuk mendengar kritik yang dapat digunakan untuk meningkatkan karya kita.”

Paus Yohanes Paulus II berdoa di makam Mgr. Oscar Romero. The Catholic Thing

Pertemuan Kedua

Dalam audiensi kedua dengan Paus Yohanes Paulus II, ada perubahan yang terjadi. Barangkali, Paus lebih dalam mencermati perkembangan di El Salvador, dan semakin memberi apresiasi atas perjuangan Mgr. Romero di negara Amerika Latin itu.

Sebelum pertemuan kedua, rekan Paus Yohanes Paulus II, Kardinal Argentina Eduardo Pironio, memberikan laporan yang menggembirakan tentang Romero kepada Paus. Dengan ini, pertemuan kedua ini ada perubahan sikap Paus terhadap perjuangan Mgr. Romero.

Perjumpaan itu dimulai ketika audiensi di Aula Paulus VI, Vatikan. Menjelang pertemuan berakhir, Paus memanggil para uskup yang hadir untuk bergabung dengannya memberkati umat.

“Saya merasa senang berada tepat di sebelah kanannya,” kata Mgr. Romero.

Setelah itu, Paus berkata kepada Mgr. Romero, bahwa setelah audiensi, ia ingin berbicara dengan Mgr. Romero. Mgr. Menunggu di sebuah ruangan, cukup lama karena, sebelum Paus datang. Paus menerima Mgr. Romero di sebuah ruangan tempat ia mengadakan audiensi khusus.

“Ia menerima saya dengan sangat hangat dan mengatakan kepada saya bahwa ia memahami sepenuhnya betapa sulitnya situasi politik negara saya; bahwa ia prihatin dengan peran Gereja; bahwa kita harus peduli tidak hanya dengan membela keadilan sosial dan kasih kepada orang miskin, tetapi juga dengan apa yang dapat terjadi dari upaya balas dendam di pihak kaum kiri yang populer, yang juga dapat berdampak buruk bagi Gereja.”

Pada pertemuan kedua ini, Bapa Suci mendorong Mgr. romeri untuk berjuang dengan berani, memeluknya, dan mengatakan kepadanya bahwa dia berdoa untuk El Salvador setiap hari. Calon martir itu gembira. Dalam buku hariannya, ia menulis bahwa ia merasakan persetujuan penuh dari Paus. Mgr. Romero menulis, hari itu dipenuhi dengan kepuasan besar dan banyak pencapaian pastoral. Tak lama kemudian, Romero mengutip Yohanes Paulus II dalam homili Prapaskahnya.

“Dalam percakapan ini saya merasakan peneguhan dan kekuatan Tuhan atas pelayanan saya yang buruk.

Mgr. Oscar Romero saat berjumpa dengan Paus Paulus VI. IST

Setelah Kematian

Perjumpaan antara Mgr. Romero dan Paus Yohanes Paulus II itu bergema panjang, selama masa kepausan Paus Polandia itu. Tiga bulan setelahnya, Mgr. Romero gugur di ujung peluru saat sedang merayakan Misa di sebuah rumah sakit pada 24 Maret 1980.

Peristiwa kemartiran Mgr. Romero ini sangat memukul Paus Yohanes Paulus II. Namun, peristiwa ini seakan menjadi titik balik, Paus kemudian bersikap tegas dengan ketidakadilan dan kediktatoran baik di El Salvador. Kelak, dimulai dari perhatiannya di negara ini, Paus Polandia itu semakin menunjukan “tajinya” dengan perlawanan “cinta kasih” yang meruntuhkan kediktatoran dan ketidakadilan di banyak negara di dunia.

Setelah kematian Mgr. Romero, Yohanes Paulus II menkritik para uskup yang menggambarkan Mgr. romero sebagai seorang “kripto-komunis”. Paus mengirim telegram yang mengutuk pembunuhan tersebut dan mengirim delegasi pribadinya, Kardinal Meksiko Ernesto Carripio, untuk memimpin Misa pemakaman Mgr. Romero.

Pada tahun 1983, Yohanes Paulus II mengunjungi El Salvador. Para uskup Amerika Latin memohon kepada Paus untuk tidak mengunjungi makam Romero, namun, selama iring-iringan mobil, ia tiba-tiba mengarahkan mobil yang membawanya ke arah katedral. Katedral itu ditutup, tetapi Yohanes Paulus II dengan keras kepala menunggu sampai seseorang mendapatkan kuncinya. Ia kemudian berdoa di makam Romero. Paus memujinya sebagai “imam yang mencoba menghentikan kekerasan dengan penuh semangat”.

Paus Yohanes Paulus II kembali berdoa di makam Mgr. Romero di sana pada tahun 1996. Selama upacara tahun 2000 di Koloseum Roma, beberapa kardinal Amerika Latin memohon kepada Yohanes Paulus II agar tidak menyebut Mgr. Romero sebagai martir Amerika. Namun Paus bernama asli Karol Wojtyła itu tetap menyebut Romero sebagai martir Amerika.

Ada perubahan gaya kepemimpinan St. Yohanes Paulus II, sebelum dan sesudah kemartiran Mgr. Romero. Paus yang awalnya memimpin dengan “alusan”, pelan-pelan menjadi bersuara lantang untuk menentang ketidakadilan di El Salvador dan di seluruh dunia. Sebuah perubahan yang berakibat ia nyaris kehilangan nyawanya.

Kebangkitan Solidaritas

St. Yohanes Paulus II adalah seorang antikomunis. Bahkan para sejarawan yang tidak menyukai Gereja mengakui bahwa kunjungannya ke Polandia pada tahun 1979 mengilhami kebangkitan Solidaritas, yang memainkan peran penting dalam runtuhnya kekaisaran Soviet.

Pada masa-masa kepausannya, St. Yohanes Paulus II mengunjungi banyak negara yang diperintah oleh kediktatoran di mana anti-komunisme menjadi alibi untuk tirani di Brasil, Chili, Haiti, Paraguay, Kuba. Paus juga konsisten mengutuk penindasan. Kunjungan-kunjungan ini sering kali berperan penting dalam memulihkan demokrasi.

Mgr. Romero mengutuk ketimpangan pendapatan dan penyalahgunaan junta militer El Salvador. Namun, Ia juga menolak solusi Kuba untuk masalah-masalah negaranya dan mengkritik imperialisme Soviet dan terorisme sayap kiri.

Tidak ada bukti bahwa Romero membaca teologi pembebasank, hotbah-khotbahnya mengutip Kitab Suci, ensiklik kepausan, dan dokumen-dokumen Vatikan II dan Konferensi Episkopal Amerika Latin. Ia tidak pernah mengutip Marxisme atau teologi pembebasan, yang dengan hati-hati ia hindari.

Setelah kemartiran Mgr. Romero, beberapa orang dekat Yohanes Paulus II mencoba memperlambat proses beatifikasi Uskup Agung San Salvador itu. Kardinal Alfonso López Trujillo, asal Kolombia, secara terbuka menentang beatifikasi Mgr. Romero. Kardinal Trujillo yakin, Romero dibunuh sebagai akibat dari kekerasan politik, bukan karena odium fidei, ‘membela iman’.

Namun, Yohanes Paulus II tidak pernah campur tangan, untuk memperlambat perjuangan Mgr. Romero dan bahkan mengatakan fakta, bahwa Romero dibunuh saat merayakan Misa, untuk seorang teman yang telah meninggal, sudah cukup untuk membuatnya diakui sebagai martir. Paus Yohanes Paulus II dan Uskup Agung Oscar Romero termasuk di antara para pendukung perdamaian Katolik terbesar dalam sejarah terkini.

Proses beatifikasi Mgr. Romero masih belum berakhir pada masa kepausan Benediktus XVI. Baru pada masa kepausan Paus Fransiskus, proses ini seakan mendapat “jalan tol”. Paus Fransiskus membeatifikasi Mgr. Romero pada 23 Mei 2015 di Plaza El Salvador de Mundo, San Salvador, El Salvador. Misa Beatifikasinya dipimpin Kardinal Angelo Amato, mewakili Paus Fransiskus. Selanjutnya, Mgr. Romero dikanonisasi 14 Oktober 2018 bersama St. Paulus VI di Lapangan Santo Petrus, Kota Vatikan oleh Paus Fransiskus. (ASE)

Komentar

Tinggalkan Pesan

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terhubung ke Media Sosial Kami

45,030FansSuka
0PengikutMengikuti
75PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan

Terkini