WAMENA, Pena Katolik – Ketua Umum Forum Komunikasi Alumni Perhimpunan Mahasiswa Katolik Indonesia (FORKOMA PMKRI), Hermawi Franziskus Taslim, menegaskan, jika ingin sukses dalam kehidupan, hendaknya mencetak mata uang sendiri. Mata uang itu bernama persahabatan. Persahabatan yang dikelola dengan baik akan menjadi kekuatan dalam bentuk jaringan. Namun mata uang ini membutuhkan kejujuran, ketulusan, integritas dan tidak ada pengkhianatan. Mata uang jenis ini berlaku di mana-mana. Hanya masing-masing individu yang bisa membuatnya sendiri.
Penegasan itu disampaikan Hermawi dihadapan para anggota PMKRI Cabang Jayawijaya, St. Fransiskus Asisi, di Margasiswa PMKRI, Wamena, Papua Pegunungan, Jln. Ahmad Yani, Wamena, Kamis (07/11/2024). Hadir dalam acara tersebut, Ketua PMKRI Cabang Jayawijaya, Fransiskus Surabut dan senior PMKRI, Piter Togodli yang menjabat sebagai Ketua DPRD Kabupaten Membramo Tengah.
Mengawali diskusi, Hermawi menyatakan keterkejutannya karena sudah ada cabang PMKRI di wilayah itu sejak tahun 2016. Meskipun propinsi termuda itu baru berdiri, ternyata PMKRI telah lebih dahulu berdiri. Dan keterkejutannya bertambah, karena PMKRI setempat telah menjadi warna dalam gerakan kemahasiswaan di propinsi termuda di kawasan papua ini. Wamena adalah ibukota propinsi papua pegunungan, termasuk bagian dari keuskupan Jayapura.
Hermawi mengatakan, tidak cukup menjadi “seseorang”, jika dia hanya seorang diri. Menjadi “seseorang” harus diimbangi dengan hadirnya para sahabat di sekelilingnya. Dan, orang lain adalah sahabat bagi orang tersebut. Para sahabatnya itulah yang kemudian akan menjadi salah satu faktor penentu terciptanya “mata uang” langka yang berlaku di mana-mana.
“Ciptakanlah mata uang yang berlaku di mana-mana. Mata uang itu disebut dengan persahabatan. Persahabatan yang erat akan berubah mejadi Saudara atau satu udara, udara sama yang akan memberi kehidupan bersama. Saudara sekandung bisa menjadi sahabat karena udara yang dihirup tidak sama. Namuna persahabatan yang satu udara harus dilandasi denga nilai yang sama,“ tegas Hermawi.
Nilai yang sama, masih menurut Taslim, adalah hubungan pertemanan yang didasari pada kejujuran, ketulusan, integritas, dan tidak ada pengkhianatan. Jika ada pengkhianatan dalam persahabatan, ujungnya adalah adu domba dan perpecahan. Dalam politik, digunakan kata „kepentingan“ untuk menjelaskan tujuan bersama. Namun „kepentingan“, tidak mesyarakatkan sebuah persahabatan. Sehingga dalam politik, kepentingan selalu diwarnai dengan pengkhianatan. Persahabatan membutuhkan udara yang sama untuk hidup.
Dalam konteks pembangunan Papua, Taslim meminta para anggota PMKRI untuk menjadi kelompok intelektual yang memainkan peran penting dalam pembentukan kaum intelektual Papua Pegunungan yang pada saatnya akan memainkan peran sentral dalam pembangunan Papua Pegunungan. Terkait dengan itu, para kader PMKRI harus membangun dan memperluas jaringan, menambah wawasan dan bergaul dengan semua kalangan agar diterima oleh semua pihak di bumi cendrawasih ini.
“Perlu saya garisbawahi, pergaulan, persahabatan dan pertemanan adalah mata uang yg berlaku dimana-mana. Jangan ada pengkhianatan dalam hidup bersama. Jaga integritas, kejujuran, dan ketulusan. Pengkhianatan akan terjadi jika ada mata uang kepentingan dalam persahabatan tersebut,“ tegas Hermawi.
Taslim juga mengritik bahwa tidak ada anggota perempuan dalam pertemuan tersebut. Kehadiran perempuan dalam PMKRI adalah mutlak. Bahkan tren PMKRI saat ini adalah mbeberapa kali jabatan ketua umum diisi oleh perempuan.