Selasa, September 17, 2024
28.6 C
Jakarta
spot_img

30 Tahun Kapusin di Pontianak-3: “Menjadi Mandiri di Indonesia”

Pontianak, Pena Katolik | Selasa 20 Agustus 2024 – Pada awal tahun 1960-an, proses indonesianisasi dalam misi Katolik di Indonesia mulai berubah signifikan.

Uskup Agung Ferrerius van den Hurk awalnya tidak sepenuhnya mendukung otonomi misi Kapusin di wilayahnya.

Namun, kesadaran di Belanda dan Indonesia mulai tumbuh bahwa pekerjaan misi harus digantikan oleh pelayanan pastoral oleh imam lokal.

Di Belanda, keyakinan bahwa perkembangan ini harus mengarah pada pendirian provinsi Kapusin Indonesia semakin jelas pada kapitel provinsi tahun 1966.

Pada Januari 1967, Minister Provinsial Pater Gerontius Loonen dan procurator misi Pater Bonfilius van den Berge mengunjungi dua wilayah misi di Indonesia untuk mengevaluasi kesiapan mereka menuju kemandirian.

Hasilnya, pada kapitel berikutnya di Oosterhout pada Juli 1969, disepakati untuk membentuk satu provinsi dengan tiga wilayah (regio), walaupun masih ada kekhawatiran tentang dukungan personel dan keuangan.

Pada kapitel April 1974 di Pematangsiantar, Pater Gonzalvus Snijders kembali terpilih sebagai superior dan permintaan resmi diajukan ke Roma untuk mendirikan provinsi Indonesia yang mandiri.

Setelah menyelesaikan berbagai peraturan hukum dan keuangan, dekret untuk “Pendirian Provinsi Kapusin Indonesia” ditandatangani pada 31 Januari 1976.

Pater Gonzalvus Snijders menjadi minister provinsial pertama, dengan superior regional untuk masing-masing wilayah: Pater Godhard Liebreks (1923-2013) dari Mierlo untuk Regio Medan, Pater Amantius Pijnenburg (1925) dari Gilze untuk Regio Pontianak, dan Pater Christian Brockmann dari Jerman untuk Regio Sibolga.

Arsip Kapusin Provinsi Pontianak (2024)

Partisipasi Indonesia dalam kepemimpinan provinsi mencakup tiga orang: Pater Thomas Saragi (wakil provinsial dari Medan), Pater Petrus Tan Un Mou (Pontianak), dan Pater Robertus Dachi (Sibolga).

Pada saat itu, ada 222 kapusin dengan 99 di antaranya orang Indonesia.

Pada 24 Mei 1976, Ferrerius van den Hurk mengundurkan diri dan digantikan oleh Pius Datubara sebagai Uskup Agung Medan. Ferrerius kembali ke Belanda, dan Provinsi Kapusin Indonesia semakin memiliki karakter lokal.

Pada akhir 1977, jumlah kapusin Indonesia mencapai 105 orang, sementara jumlah orang asing menurun menjadi 99. Pada tahun yang sama, sebuah buletin provinsi bernama Simpai didirikan.

Pendirian Kapusin Provinsi Indonesia memiliki struktur yang belum sepenuhnya sesuai dengan konstitusi Ordo Kapusin. Meskipun demikian, provinsi ini telah memberikan dampak positif bagi perkembangan Ordo di Indonesia, dengan peningkatan jumlah saudara pribumi dan kerja sama antar-regio yang semakin baik.

Untuk menyelesaikan masalah struktur yang tidak konstitusional, para saudara berencana merevisi statuta provinsi agar lebih sesuai dengan tugas dan wewenang dewan pimpinan.

Meskipun revisi statuta telah dilakukan, masih terdapat kekurangan yang perlu diperbaiki. Salah satu solusi yang diusulkan adalah pendirian tiga provinsi Kapusin mandiri.

Berdirinya Tiga Provinsi Kapusin di Indonesia

Sebelum terbentuknya Provinsi Indonesia pada 31 Januari 1976, terdapat tiga misi Kapusin di wilayah tersebut, masing-masing dipimpin oleh seorang Superior Regularis bersama Dewan Penasihatnya.

Provinsi Pontianak dipercayakan kepada Provinsi Belanda sejak tahun 1905, sementara misi di Medan juga berada di bawah Provinsi yang sama sejak tahun 1911. Pada akhir tahun 1950-an, Provinsi Swiss datang membantu misi-misi tersebut.

Tahun 1929, saudara-saudara dari Belanda mendirikan stasi pertama di daerah Sibolga dan pada tahun 1939 di Pulau Nias. Tahun 1955, misi di Medan dibagi dan didirikan misi di Nias yang dipercayakan kepada Provinsi Rheinland-Westfalen, dalam Vikariat Apostolik Medan.

Tahun 1959 didirikan Prefektur Apostolik Sibolga yang meliputi Pulau Nias serta daerah Tapanuli Tengah dan Selatan.

Pada tahun 1960-an, saudara-saudara dari Brixen datang membantu sebagai misionaris di Prefektur Apostolik Sibolga.

Pada permulaan, tidak terdapat banyak hubungan di antara ketiga misi tersebut.

Setiap misi bergantung pada Provinsinya masing-masing, tetapi ada kerja sama dalam pendidikan bagi saudara-saudara muda yang hidup di rumah yang sama selama tahun-tahun pendidikan.

Terdapat juga perbedaan dalam hal kebiasaan, kebudayaan, dan suku, baik dari pihak misionaris Eropa maupun saudara-saudara setempat.

Setelah Provinsi otonom berdiri dengan tiga regio pada 31 Januari 1976, kesulitan dalam hubungan dengan kepemimpinan dari jarak jauh serta perbedaan budaya dan kebiasaan tersebut pelan-pelan dapat diatasi.

Statuta khusus Provinsi Indonesia memberikan otonomi tertentu kepada masing-masing Regio.

Selama sepuluh tahun terakhir, jumlah saudara pribumi berkembang cukup pesat, sementara jumlah misionaris mulai berkurang.

Arsip Kapusin Provinsi Pontianak (2024)

Kesulitan akibat jarak yang jauh dan struktur provinsi semakin terasa. Bagaimana dapat diperdamaikan kesatuan Provinsi dengan otonomi ketiga regio?

Pembagian Provinsi dalam tiga regio dimaksudkan sebagai pemecahan sementara untuk mempersiapkan perkembangan lebih lanjut kehadiran Kapusin di Indonesia.

Karakter lokal yang berkembang di setiap dari tiga wilayah (Medan, Pontianak, dan Sibolga) lebih bersifat gerejawi daripada khas Kapusin.

Bagi banyak orang Indonesia, menjadi Kapusin sama artinya dengan menjadi pastor, seperti halnya bagi banyak misionaris Belanda. Kedua kelompok ini terus bekerja untuk mengindonesiakan ordo tersebut.

Dalam kapitel pertama provinsi pada tahun 1979 muncul ide pembentukan tiga provinsi di Indonesia. Otonomi regio yang lebih besar menjadi sorotan, karena minister provinsial kesulitan menjalankan tugasnya secara penuh.

Namun, mayoritas suara memilih untuk mempertahankan struktur yang ada. Pada kapitel kedua tahun 1982, isu struktur provinsi kembali dibahas, mayoritas suara masih memilih status quo.

Pada kapitel tahun 1985 dan 1988, ide pemekaran tiga provinsi masih dipertimbangkan, namun mayoritas suara tetap memilih untuk mempertahankan satu provinsi.

Meskipun terdapat pandangan yang berbeda-beda dari regio-regio, keputusan akhir adalah memperkuat kesatuan provinsi.

Diskusi tentang pemekaran provinsi akan dilanjutkan oleh masing-masing regio dan hasilnya akan dirumuskan dalam kapitel provinsi tahun 1991.

Sebelum tahun 1991, komisi khusus tidak berhasil menetapkan arah untuk struktur provinsi. Kapitel tahun 1991 berfokus pada tugas pimpinan regio yang didelegasikan oleh minister provinsial.

Namun, Konstitusi Ordo Kapusin tidak mengenal istilah superior regionalis, sehingga pendelegasian tugas tidak sah setelah 15 tahun.

Pater Franz Xaver menyarankan pembentukan tiga provinsi baru dengan kerja sama dalam bidang pendidikan. Dewan Pimpinan Provinsi diminta memohon persetujuan Minister General dan menyusun konsep kerja-sama antar provinsi.

Surat permohonan izin dikirim pada 30 Mei 1991, namun jawaban belum diterima hingga Oktober 1991. Perkembangan signifikan terjadi setelah surat minister provinsial pada Juni 1992.

Definitor General meminta batas wilayah provinsi baru ditentukan, kerjasama pendidikan ditandatangani, dan kontrak dengan provinsi induk disesuaikan. Keanggotaan provinsi baru terbuka bagi semua saudara.

Para saudara sangat senang dan antusias mendengar keputusan Minister Provinsial dan Dewan Penasihatnya (MPDP) untuk mendirikan tiga provinsi.

Rapat MPDP pada 16 Januari 1992 membahas pembentukan provinsi dari masing-masing regio.

Regio Pontianak menyetujui pembentukan provinsi, sementara Regio Sibolga awalnya mempertimbangkan hanya dua provinsi, tetapi akhirnya mendukung tiga provinsi.

Regio Medan masih membutuhkan waktu lebih lama untuk membuat keputusan. Panitia ad hoc dari MPDP merumuskan bentuk kerjasama antara ketiga provinsi yang akan didirikan.

Setiap provinsi baru perlu merancang kerja sama dengan provinsi induk terutama dalam hal personel dan keuangan.

Setelah semua hal disiapkan, pada 15 Maret 1993 Minister Provinsial dengan persetujuan Dewan Penasihatnya mengirim kembali surat kepada Minister General Pater Flavius Roberto Carraro, untuk secara resmi memohon pendirian tiga provinsi Kapusin di Indonesia.

Arsip Kapusin Provinsi Pontianak (2024)

General menanggapi dengan baik dan mengutus wakilnya Pater Viktrizius Veith untuk mengadakan visitasi khusus dalam rangka persiapan pembentukan provinsi baru.

Penentuan anggota dari masing-masing provinsi baru juga merupakan hal yang sensitif, dan MPDP sangat berhati-hati dalam menentukannya.

Minister provinsial meminta bantuan Kuria General untuk menjelaskan prosedur keanggotaan. Formulir pernyataan keanggotaan harus dikembalikan sebelum 30 September 1993.

Minister provinsial juga memberikan gambaran mengenai cakupan wilayah provinsi masing-masing kepada pihak kuria general. Wilayah Propinsi Pontianak akan meliputi seluruh Kalimantan dan rumah di Jakarta sebagai domus preasentiae. Informasi ini menetapkan batas wilayah ketiga provinsi yang akan didirikan.

Definitor General menyetujui pendirian ketiga provinsi di Indonesia, namun tanggal yang diajukan tidak sesuai dengan jadwal kuria general. Sebagai solusi, dia mengusulkan tanggal 20-28 Februari 1994 untuk acara peresmian.

Dewan Pimpinan Provinsi setuju dengan tanggal 21-22 Februari 1994 sebagai hari proklamasi yuridis pendirian provinsi di Pematangsiantar. Selain itu, provinsi Pontianak akan diresmikan pada 22-25 Februari 1994 dan provinsi Sibolga pada 28 Februari-1 Maret 1994.

Nama pelindung juga telah ditentukan, yaitu Santo Fransiskus dari Assisi untuk provinsi Medan, Santa Maria Ratu Para Malaikat untuk Pontianak, dan Santo Fidelis Sigmaringen untuk Sibolga.

Minister general menyetujui rencana ini dan meminta persiapan yang baik untuk perayaan tersebut.

Tiga provinsi baru di Indonesia, yaitu Medan, Pontianak, dan Sibolga, didirikan setelah mendapat dukungan positif dari SAPCC (South East Asia Pacific Capuchin Conference) dalam rapat pada 13 Februari 1994 bersama definitor general.

Setiap provinsi memiliki pimpinan provinsi yang ditetapkan oleh minister general, serta tugas-tugas yang harus diemban oleh masing-masing anggota dewan pimpinan.

Proses pendirian provinsi dilakukan setelah hasil visitasi kanonik dari vikaris general, dan setelah mendapat persetujuan dari definitor general. Semua persiapan dan acara perayaan telah dipersiapkan dengan rapi, dan semua pihak terlibat telah menyatakan dukungannya atas pendirian provinsi-provinsi baru ini.

Berdasarkan hasil visitasi kanonik vikaris general Pater Viktrizius Veith ke Pontianak, maka pada tanggal 21 Februari 1994, Minister General secara resmi memproklamasikan pendirian provinsi Pontianak sebagai provinsi otonom dengan semua hak dan kewajibannya dalam sebuah Dekret Prot. No. 00222/94 bertanggal 2 Februari 1994 yang ditandatangani oleh Minister General Pater Flavius Roberto Carraro.

Tanggung jawab kepemimpinan provinsi ini diemban oleh saudara-saudara yang diangkat oleh minister general bersama definitornya. Pater Bartholomeus Janssen menjabat sebagai minister provinsial, Pater Petrus (Tan Un Mou) Rostandy sebagai wakil minister provinsial.

Pater Samuel Djumen, Pater Heliodorus Paulus, dan Pater Florentius Sidot masing-masing menjadi penasehat kedua, ketiga, dan keempat.

Yang menarik, dari tiga minister provinsial yang baru ditunjuk, hanya satu yang merupakan orang Indonesia, yaitu Pater Guido Situmorang, yang menjadi minister provinsial Medan.

Arsip Kapusin Provinsi Pontianak (2024)

Di Pontianak, Pater Bartholomeus Janssen (lahir 1927) dari Eindhoven menjadi minister provinsial. Bart telah bekerja di Indonesia sejak Juni 1957 dan selama lebih dari lima belas tahun menjadi pastor kepala di Paroki Tebet, Jakarta.

Pada Juni 1990, ia menjadi superior regional di Pontianak dan kini diangkat menjadi provinsial. Di Sibolga-Nias, posisi minister provinsial dipegang oleh orang Jerman, Pater Barnabas Winkler.

Pendirian tiga provinsi Kapusin di Indonesia bukan semata-mata merupakan respons terhadap kesulitan struktural yang diakibatkan oleh sistem provinsi yang inkonstitusional.

Meskipun perjalanan menuju pembentukan tiga provinsi Kapusin memang memerlukan perjuangan dan penyelesaian masalah terkait dengan otonomi superior regional yang luas, motivasi utama di balik langkah ini adalah untuk menghidupkan kembali dan memperdalam penghayatan akan karisma Ordo Kapusin. Samuel – Bersambung….

Komentar

Tinggalkan Pesan

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terhubung ke Media Sosial Kami

45,030FansSuka
0PengikutMengikuti
75PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan

Terkini