ROMA, Pena Katolik – Pada malam tanggal 22 Mei 1519, kebakaran hebat melanda Gereja St. Marcelus di Kota Roma. Api yang membakar begitu besar, seolah tak terpadamkan. Bagian-bagain utama gereja yang didedikasikan untuk Paus Marcelus I ini terlihat roboh, setiap orang percaya, tak akan ada yang tersisa dari gereja megah itu.
Apapun usaha untuk memadamkan api itu seakan sia-sia. Orang hanya menunggu sebab apapun usaha yang dilakukan, api seakan hanya bertambah besar. Alhasil, setiap orang hanya menunggu api padam dengan sendirinya, setelah melahap hampir keseluruhan bagian gereja.
Ketika api sudah padam dan orang bisa melihat kehancuran Gereja St. Marcelus. Namun, mereka terperangah, saat memperhatikan di salah satu tiang tiang pancang. Secara ajaib, sebuah salib kayu besar terselamatkan. Semua takjub, gereja yang nyaris keseluruhannya terbakar, namun salib kayu yang menempel di salah satu tiangnya justru selamat dari kebakaran hebat itu.
Sejak itu, salib itu dikenang. Lambat laun, umat menyebut salib itu sebagai Salib Ajaib. Namun tidak sekadar sebuah sebutan. Nyatanya, Salib Ajaib mengiringi kehidupan iman umat di Kota Roma dengan beragam keajaiban dan mukjizat. Kehadirannya menjadi “pusaka” iman bagi umat Allah yang berjuang menghadapai saat-saat sulit dalam mengarungi sejarah dunia.
Benteng Pandemi
Pada 27 Maret 2020, Paus Fransiskus berjalan seorang diri di pelataran Lapangan St. Petrus, Vatikan. Di hadapannya telah berdiri Salib Ajaib dari Gereja St. Marcello Roma, Italia. Tak seperti biasa, Paus Fransiskus hanya seorang diri, tidak di tengah kerumunan ribuan peziarah, seperti yang terjadi pada kegitan-kegiatan lain di lapangan itu.
Maret 2020, dunia lumpuh, tak hanya karena jutaan yang telah terinfeksi, namun saat itu, Covid-19 telah menghancurkan keseluruhan dasar-dasar kehidupan manusia. Lapangan St. Petrus yang sebelum pandemi selalu dipenuhi ribuan orang, saat itu seperti hanya hamparan tanah kosong. Di dalam kesendirian itu, Paus Fransiskus berdoa, di depan “Salib Ajaib”. Ia meletakkan kepercayaan kepada Yesus yang tersalib, dan memohon Ia akan menyembuhkan dunia yang telah begitu dalam didera Covid-19.
Dalam doa itu, Paus Fransiskus hanya dilakukan seorang diri. Namun bagi siapa saja yang melihat, daya kekuatan doa itu seolah jauh lebih besar di banding setiap doa yang sebelumnya pernah dipanjatkan di lapangan yang sama. Berkat doa Paus Fransiskus itu, Italia yang tahun 2020 menjadi salah satu negara yang paling telak dihantam Covid-19, hanya selang setahun kehidupan di negara itu berangsur pulih. Negara itu seolah mendahului negara-negara Eropa yang lain dalam keberhasilan melawan pandemi. Doa Paus Fransiskus ini seolah menjadi tanda, bahwa pelan tapi pasti Tuhan telah mengabulkan doa-doa manusia, agar dunia segera bebas dari Covid-19.
Namun, Covid-19 bukan kisah pertama perjuangan Salib Ajaib melawan pandemi. Jauh sebelumnya, hanya selang tiga tahun setelah api membakar Gereja St Marcelus, wabah melanda Kota Roma pada tahun 1522. Kardinal Tituler dari S. Marcello, Kardinal Raimondo Vich asal Spanyol memohon belas kasihan ilahi. Ia mengadakan prosesi pertobatan yang melibatkan imam, religius, bangsawan, ksatria, pria, wanita, orang tua, dan anak-anak.
Kardinal Vich meletakan Salib Ajaib di atas pengangkut lalu mengarak salib itu melewati semua distrik Kota Roma dan berakhir di Basilika Santo Petrus. Selama 16 hari, salib itu diarak melewati setiap jengkal jalan Kota Roma.
Dipimpin oleh para biarawan dari para Pelayan Maria, prosesi ini dimulai pada tanggal 4 Agustus dan berakhir pada tanggal 20 Agustus 1522. Saat itu, bangsawan dan para imam bersama warga negara Roma biasa mengenakan pakaian hitam dan membawa salib dan ikut prosesi itu. –Pemuda-pemuda bertelanjang kaki saat mengikuti prosesi ini dengan kepala tertutup abu. Saat prosesi berlalu, orang Roma memohon kepada Tuhan untuk menyembuhkan kota dengan seruan “Kasihanilah, ya Salib Kudus” Doa ini diucapkan dengan sikap tobat. Otoritas kota, yang sadar akan penularan pandemic namun gagal menghentikannya tak kuasa melarang prosesi tersebut.
Ketika Salib Ajaib itu sampai ke Basilika St Petrus di akhir perarakan pada hari ke-16, wabah berangsur berhenti melanda Kota Roma. Sejak itu, Salib Ajaib menyertai perjalanan iman Gereja Katolik. Kardinal Vich lalu membentuk persaudaraan untuk menjaga Salib Ajaib ini. Komunitas ini yang menjaga dan mengatur devosi yang melibatkan Salib Ajaib.
Empat Kali
Salib Ajaib itu terbuat dari kayu dan taburan emas. Beberapa ahli mengatakan, salib itu mungkin hasil karya seniman dari Sekolah Seni Siena. Tidak seperti salib lain di Roma, yang ada di mana-mana karena pentingnya peran simbol dalam teologi Katolik, salib satu ini memiliki nada dan corak yang lebih gelap.
Gereja Katolik memiliki aturan yang jelas tentang larangan menyembah berhala. Seiring dengan reputasi Salib Ajaib, banyak orang percaya pada keistimewaan salib ini. Pada posisi ini, ada kekhawatiran sebagian umat salah dalam merefleksikan makna Salib Ajaib dalam kehidupan iman. Salib Ajaib sejak selamat dari kebakaran telah dihormati secara istimewa, terutama di kalangan umat Katolik di Kota Roma. Namun, sebagai bentuk penghormatan pada perjalanan sejarahnya, Salib Ajaib ini disimpan di tempat yang tidak setiap saat dapat diakses umat secara umum.
Kini, Salib Ajaib ini disimpan di Kapel Salib Suci (Oratory of Santissimo Crocifisso) di Roma. Hanya ada empat peristiwa di mana Gereja membawa keluar Salib Ajaib ini dari “rumahnya” yaitu pada Prosesi Jumat Agung di Basilika St Petrus (sejak 1650), Pesta Salib Suci pada bulan September, Tahun Yubelium, serta pada saat darurat politik dan sosial.
Salah satu peristiwa Vatikan menggunakan Salib Ajaib ini adalah pada saat Paus Fransiskus menyampaikan Urbi et Orbi yang dipimpin Paus Fransisus pada 27 Maret 2020. Selain itu, Salib Ajaib ini juga selalu hadir dalam pembukaan Tahun Yubelium.
Kapel Salib Suci (Oratory of Santissimo Crocifisso) di Roma, tempat Salib Ajaib disimpan sekilas hanyalah sebuah kapel kecil yang tersembunyi di antara jalan-jalan sempit dan alun-alun Rione Trevi. Kapel ini terletak tepat di sebelah Basilika St Marcelus (San Marcello al Corso). Struktur ini dibangun oleh Giacomo Della Porta pada tahun 1568, untuk Persaudaraan Salib, didirikan untuk memuliakan Salib (crocefisso) dari gereja terdekat. Persaudaraan itu terdiri dari beberapa orang terkaya di Roma, termasuk kardinal Ranuccio dan Alessandro Farnese, keponakan Paus saat itu. Sempat rusak pada akhir abad XVIII, kapel ini direnovasi pada tahun 1821, seperti yang didokumentasikan dalam sebuah prasasti.