JAKARTA, Perayaan Ekaristi memperingati ulang tahun Caritas Indonesia ke-18 menjadi penutup rangkaian syukur 100 tahun Konferensi Waligereja Indonesia (KWI). Misa ini diadakan di Aula Henry Soetio, Kantor KWI, Jakarta Pusat, 17 Mei 2024. Misa ulang tahun ke-18 Caritas Indonesia ini dipimpin oleh Ketua KWI, Mgr. Antonius Subianto Bunjamin OSC. Sebanyak 18 uskup hadir dalam ini.
Di awal refleksinya, Mgr. Anton berterima kasih dan berkat kemuruhanan hati para uskup yang rela untuk menunda perjalanan pulang untuk dapat menghadiri Misa HUT ke-18 Caritas Indonesia.
“Apa yang kita lakukan, bagi orang beriman digerakkan oleh Roh Kudus. Hari ini adalah ulang tahun Karina ke-18, hitung uskupnya ada berapa? Ada 18. Terima kasih kepada para bapak uskup yang menunda perjalanan pulang. Menunda satu hari untuk turut bersyukur atas ulang tahun ke-18 dan mendukung karya kemanusiaan belarasa Gereja lewat Karina KWI.”
Semakin lama ada banyak orang yang rela terlibat dalam karya belas kasih Gereja. Namun, Mgr. Anton menjelaskan apa beda bentuk belarasa orang beragama dan perbuatan baik yang dilakukan seorang ateis. Seorang ateis melakukan karya kemanusiaan sebatas sebagai perbuatan baik. Sedangkan seorang beragama setiap perbuatan baik selalu terkait dengan kepercayaan pada kehidupan yang akan datang.
“Bagi orang ateis kebaikan itu selesai di dunia ini. Tetapi, bagi orang beragama lain, perbuatan baiknya ada kaitan dengan kehidupan yang akan datang,” ujar Mgr. Anton mengutip percakapannya dengan teolog Romo Tom Jacobs SJ (Alm).
Ada nilai lebih dalam pelayanan, komitmen pelayanan ini ditempatkan dalam relasinya dengan Allah. Mgr. Anton mengatakan, dalam konteks ini orang beragama melayani sebagai pertanggungjawaban hidup di dunia ini.
Belarasa Karina
Mgr. Anton mengapresiasi kerja keras Karina selama ini. Ia mengatakan, saat ini Karina tidak saja memberi sumbangan bagi kejadian bencana di dalam negeri namun juga di luar negeri. Ia mencontohkan bantuan ini pernah diberikan untuk bencana di Bangladesh dan Turki.
Karina Indonesia menghadirkan belarasa Gereja Katolik Indonesia melalui karya-karyanya. Karya kasih ini disatukan dengan gerak amal kasih Gereja universal.
“Karena itu, dengan cara yang pantas dan sikap sukacita dan sukarela, Karina melakukan berbagai tindakan pertolongan karena tergerak oleh belas kasih. Selama 18 tahun, Karina telah melakukan tindakan preventif lewat advokasi dan mitigasi termasuk pencegahan tindak kriminal perdagangan orang. Lewat tindakan kurasi, Karina menyembuhkan orang dan membantu pemulihan daerah yang terkena bencana,” jelas Uskup seraya mengapresiasi.
Di akhir Perayaan Ekaristi, Mgr. Aloysius Sutrisnaatmaka MSF menyampaikan terima kasih atas capaian Karina selama 18 tahun ini. Ia berterima kasih kepada para donatur yang dalam setiap kejadian bencana memberi dukungan dalam setiap respon kebencanaan itu.
Mgr. Sutrisnaatmaka menyampaikan, Karina menjadi fasilitator menjadi pengatara kebaikan setiap orang untuk mendukung respon-respon kebencanaan.
“Mewakili pendiri dan pembina kami ucapkan banyak-banyak terima kasih, selamat meneruskan perbuatan kasih itu,” pungkas Ketua Pembina Yayasan Karina.
Bentuk Belarasa Gereja
Karya Caritas Indonesia dilakukan sebagai wujud belas kasih dan kehadiran Gereja di Indonesia, untuk dalam setiap situasi bencana dan dalam menjawab kebutuhan-kebutuhan di dalam masyarakat. Ketua Panitia HUT Caritas Indonesia ke-18, Rina Christina Meirawati mengatakan, Caritas Indonesia mewujudkan karya belarasa ini bersama sebagai satu kesatuan Gereja. Caritas Indonesia tidak dapat berjalan sendiri, tanpa ada dukungan dari setiap anggota Gereja yang lain, terutama para umatnya.
Sebelumnya, Rina menyampaikan bahwa ada benang merah antara syukur 18 tahun Caritas Indonesia dan syukur 100 tahun KWI. Ini terlihat dari kaitan antara tema di kedua momen ini. Dalam syukur 100 tahun, KWI memaknainya sebagai “Berjalan bersama”. Hal ini dipahami karena Gereja selalu mengumpamakan kehadirannya di dunia sebagai satu perjalanan, peziarahan, bersama Yesus, seperti para murid yang berjalan bersama-Nya menuju Emaus. Selaras dengan ini, bagi Caritas Indonesia, perjalanan ini kemudian dimaknai kembali dalam rangka “karya belarasa” yang dilakukan dalam “kebersamaan”.
“Ini berarti bahwa dalam menjalankan mandatnya, Caritas Indonesia adalah bagian dari perjalanan peziarahan Gereja Indonesia. Peziarahan ini mengandaikan adanya relasi yang erat dengan Yesus Sang Peziarah Sejati,” ujar Rina.
Sebelum Perayaan Ekaristi, Direktur Eksekutif Caritas Indonesia, Romo Fredy Rante Taruk juga menjelaskan tentang momen ulang tahun ke-18 Caritas Indonesia. Perjalanan 10 tahun Caritas Indonesia dimulai pada 17 Mei 2006.
Caritas Indonesia adalah bagian dari Konfederasi Caritas Internationalis yang ada di 162 negara dan berpusat di Roma, Italia. Di dunia internasional, gerakan Caritas bahkan sudah berusia lebih dari satu abad.
“Caritas ini bagian dari pelayanan utama Gereja Katolik di bawah paus langsung. Maka sebenarnya, di setiap negara yang memiliki konferensi waligereja, ada Caritas Nasional,” jelas imam asal Keuskupan Agung Makassar ini.
Untuk di Indonesia, Gereja Katolik memang baru memiliki Caritas Nasional selama 18 tahun, namun sebelum masa itu KWI sudah memiliki Komisi Pengembangan Sosial Ekonomi (PSE) yang pada 2006 sudah berusia hampir 40 tahun. Saat ini, antara Caritas Indonesia dan PSE dan sudah mengambil bagian dalam pelayanan kemanusiaan, khususnya yang berkaitan dengan pengembangan sosial dan ekonomi umat.
“Namun Komisi PSE tidak memiliki komisi tanggap darurat dan tanggap bencana. Setelah berbagai bencana seperti tsunami Aceh, bencana Padang, Sibolga, kita didorong oleh Caritas Internasional untuk untuk memikirkan segera berdirinya Caritas Nasional,” jelas Romo Freddy.