KULON PROGO, Pena Katolik – Setelah sebelumnya di Paroki Bunda Maria Cirebon, Keuskupan Bandung. Kemarin Sinta Nuriyah Wahid, berbuka puasa bersama warga di Pastoran Gereja Santa Maria Bunda Penasihat Baik, Wates, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta, 21 Maret 2024. Ribuan masyarakat sekitar gereja hadir dalam buka puasa ini, termasuk jemaat Gereja Santa Maria.
Pada kesempatan ini, Shinta menyampaikan pentingnya menghargai kemajemukan di Indonesia. Menurutnya, kemajemukan Indonesia adalah kekayaan yang seharusnya menjadi alas an persatuan. Pesan inilah yang ia sampaikan kepada masyarakat yang hadir dalam buka puasa bersama ini.
“Saya merasa sangat bahagia, karena saya merasa bahwa saya melihat miniatur Indonesia,” ujar istri Presiden ke-4 Indonesia, Abdurahman Wahid ini.
Shinta gemira melihat buka puasa ini diikuti masyarakat dari berbagai suku bangsa dan juga berbagai agama.
“Inilah wajah dari rakyat Indonesia,” kata Shinta.
Paroki Kulon Progro merupakan salah satu paroki yang termasuk dalam wilayah pastoral Keuskupan Agung Semarang. Diwilayah ini, umat Katolik hidup di tengah masyarakat Jawa yang mayoritas Islam. Meski begitu, karakter di wilayah ini masyarakat dapat menjaga kerukunan dan persaudaraan antar-iman.
Ketika Shita tiba di Gereja Santa Maria pukul 16.30 WIB, berkumandang Hadroh yang menyambutnya. Kedatangan Shinta ini merupakan bagian dari safari Sahur Keliling 2024 dari kota ke kota yang sudah beberapa tahun ia adakan dan menjadi rutinitas setiap Ramadhan, sejak Gus Dur menjabat sebagai Presiden RI 25 tahun lalu.
Kegiatan ibu negara disebut Sahur Keliling karena berlangsung pada waktu sahur. Kali ini, Shinta hadir bukan saat sahur, namun menjelang waktu buka puasa. Orasinya berlangsung hingga waktu buka bersama tiba. Safari Shinta Nuriyah selalu mengunjungi kaum dhuafa, kelompok marjinal, terpinggirkan dan fakir miskin.
Pada beberapa kesempatan, Shinta mendatangi tempat-tempat tak lumrah, seperti kolong jembatan, pasar, alun-alun, terminal hingga stasiun. Ia selalu mengkampanyekan sikap kerukunan yang tanpa diskriminasi.
“Saya sahur bersama kuli bangunan di kolong jembatan, mbok-mbok bakul di pasar berangkat jam 03 pagi sehingga mereka tidak bisa menyiapkan sahur, begitu pula dengan tukang becak di alun-alun, terminal dan stasiun,” kisahnya.
Masyarakat menurut Shinta harus menjaga kerukunan dan kedamaian. Perselisihan dan pertikaian perlu dihindari. Setiap orang perlu saling menghormati.
“Mereka adalah saudara-saudara kita. Karena itu, setiap saya melakukan sahur semua itu saya ajak. Karena bagaimana pun kita adalah satu, satu nusa, satu bangsa dan satu bahasa,” katanya.
Kepala Paroki Wates, Romo Aloysius Budi Purnomo mengaku gembira dengan kehadiran Shinta Nuryati. Ia sudah cukup lama dekat dan mengenal mantan Ibu Negara ini. Ia mengungkapkan, kehadiran Shinta Nuryati menunjukkan sikapnya yang menjunjung tinggi kemanusiaan.
Romo Budi menjelaskan, momen buka puasa ini sekaligus menjadi sarana untuk menunjukkan bahwa gereja adalah tempat yang terbuka untuk semua, bukan saja bagi umat Katolik. Ia menjelaskan, Gereja Katolik membawa misi menjunjung tinggi nilai-nilai yang sama.
“Gereja bukan menara gading tertutup tapi srawung dengan keluarga sekeliling gereja,” kata Romo Budi yang dikenal sebagai tokoh kerukunan ini. (AES)