VATIKAN, Pena Katolik – Mengapa Gereja “menginstruksikan” umat Katolik untuk tidak makan daging pada hari Jumat (serta Rabu Abu dan Jumat Agung), tetapi apakah juga termasuk ikan?
Umat Katolik sejak dahulu kala telah menetapkan hari Jumat untuk peringatan pertobatan khusus. Dengannya Gereja dengan senang hati menderita bersama Kristus, agar suatu hari nanti dapat dimuliakan bersama Dia. Inilah inti dari tradisi pantang daging pada hari Jumat.
Karena diyakini Yesus Kristus menderita dan mati di kayu salib pada hari Jumat, orang Kristen sejak awal telah menyisihkan hari itu untuk menyatukan penderitaan mereka dengan Yesus. Hal ini membuat Gereja mengakui setiap hari Jumat sebagai “Jumat Agung” di mana orang Kristen dapat mengingat sengsara Kristus, dengan mempersembahkan jenis penebusan dosa tertentu.
Untuk sebagian besar sejarah Gereja, daging dipilih sebagai kurban yang layak karena hubungannya dengan pesta dan perayaan. Di sebagian besar budaya kuno, daging dianggap sebagai makanan lezat dan “anak lembu yang digemukkan” tidak disembelih kecuali ada sesuatu untuk dirayakan.
Untuk itu, daging pada hari Jumat di hari “peringatan” kematian Kristus, tampaknya tidak “tepat” untuk menjadi pilihan santapan.
Ikan bukan Daging
Tetapi Konferensi Uskup Amerika Serikat (USCCB) pernah dalam satu kesempatan menyatakan bahwa ikan tidak dianggap sebagai “daging”? menurut mereka, “daging” yang dimaksud dalam Hukum Gereja mengklasifikasikan pantangan daging hanya sebatas sebagai daging dari “hewan darat” (ayam, sapi, domba atau babi – yang semuanya hidup di darat).
Namun, ikan, di sisi lain, tidak termasuk dalam klasifikasi yang sama. Ikan adalah kategori hewan yang berbeda. Spesies ikan asin dan air tawar, amfibi, reptil (hewan berdarah dingin) dan kerang diizinkan selama pantang.
Dalam bahasa Latin, kata yang digunakan untuk menggambarkan “daging” jenis apa yang tidak diizinkan pada hari Jumat adalah carnis, dan secara khusus berkaitan dengan ‘daging hewan’ dan tidak pernah memasukkan ikan sebagai bagian dari definisi tersebut. Selain itu, ikan dalam budaya ini tidak dianggap sebagai makanan “perayaan”.
Konteks Saat ini
Namun, di zaman ini situasi jauh berbeda. Dalam kenyataannya, daging telah menjadi semakin umum dan dianggap sebagai pilihan menu yang lebih murah atau biasa. Daging di banyak budaya dan masyarakat tidak lagi memiliki hubungan budaya dengan sebaatas “perayaan”. Inilah mengapa banyak orang yang bingung dengan peraturannya tentang pantang, terutama mereka yang suka makan ikan atau daging dan tidak menganggapnya sebagai penebusan dosa.
Untuk itu, aturan pantang yang dimaksud Gereja adalah mendorong umat beriman untuk mempersembahkan kurban kepada Allah. yang utama adalah persembahan hati dan mempersatukan penderitaan seseorang dengan penderitaan Kristus di kayu salib.
Pantang harus sedemikian erat dengan laku setiap pribadi untuk mati raga dengan tujuan merasakan penderitaan Yesus di salib. Intinya adalah membuat pengorbanan yang mendekatkan seseorang kepada Kristus. (AES)