Minggu, Desember 22, 2024
29.9 C
Jakarta

Harmoni Lintas Kepercayaan: Melihat Eksistensialisme Manusia melalui Lensa Søren Kierkegaard untuk Membangun Kerukunan Umat Beragama

Oleh: Frater Ricky Setiawan Pabayo- Keuskupan Agung Pontianak

Pena Katolik– Manusia merupakan makhluk sosial yang senantiasa membutuhkan sesama untuk mewujudkan ketentraman dalam mencapai tujuan hidupnya. Namun, dalam mencapai ketentraman tersebut memerlukan sebuah aturan hidup atau norma agar dalam menjalani kehidupannya dapat berjalan dengan apa yang diinginkan.

Oleh karena itu, agama merupakan salah satu nilai yang paling diutamakan dalam pencapai tersebut. Agama dapat membantu manusia untuk menjadi seorang yang mencerminkan kehidupan baik. Peranan penting dalam agama adalah salah satu pondasi dasar untuk manusia mewujudkan kehidupan seperti apa yang ingin mereka inginkan.

Interaksi sosial yang baik dalam kehidupan manusia terwujud karena peranan ajaran agama, sebab ajaran yang diberikan merupakan salah satu wujud nyata untuk mewujudkan suatu perdamaian dan ketentraman hidup dalam mencintai sesama manusia. Dalam filsafat Søren Kierkegaard mengatakan bahwa manusia merupakan titik tolak dalam pencarian kebenaran.

Pemikiran Søren Kierkegaard membantu manusia dapat memahami apa sebenarnya yang ingin diraih dalam kehidupan selama masih ada di dunia ini. Oleh karena itu, penting bagi manusia mengetahui bagaimana caranya manusia dapat memasuki panorama pengetahuan yang sangat luas, dalam dan kritis dalam mengetahui konsep kemanusiaan untuk terciptanya sebuah kerukunan.

Manusia Dalam Konsep Søren Kierkegaard

Søren Kierkegaard dalam pemikirannya mengatakan bahwa manusia adalah pencarian dalam kebenaran. Kierkegaard mengartikan kebenaran adalah subyektifitas. Artinya kebenaran hanya dapat diperoleh melalui refleksi individu bukan sebaliknya.

Refleksi manusia akan jatuh pada pemahaman tentang bagaimana. Bagaimana yang akan dikatakan dalam kehidupan sehingga Kierkegaard menyimpulkan bahwa kebenaran adalah ketidak-pastian obyektif yang dipeluk lewat proses aprosiasi.

Eksistensi manusia bukanlah tentang “ada” statis, melainkan suatu “menjadi” yang artinya bahwa perpindahan dari yang mungkin menjadi nyata. Kehendak bebas yang dimiliki manusia membuatnya bebas untuk memilih. Pilihan kebebasan dimiliki oleh manusia membuatnya dapat memutuskan apa yang ingin menjadi keputusannya sehingga diyakini bahwa hal tersebut memiliki sumber tersendiri yaitu eksistensi manusia.

Keputusan menjadi salah satu pilihan manusia untuk memilih namun tidak memaksanya untuk memilih atau melakukan sesuatu, melainkan itu semua ada pada dirinya pribadi. Sehingga, eksistensi dipahami sebagai perbuatan yang berani untuk mengambil keputusan yang bersifat menentukan kehidupannya.

Manusia dikatakan sebagai makhluk individu sekaligus makhluk sosial membutuhkan sebuah aturan untuk menjamin atau lebih tepatnya menjaga agar manusia tidak dapat bebas bertindak seperti, bertindak melakukan kekerasan atau melakukan hal-hal yang dapat membuat seseorang atau sesamanya menderita. Maka dari itu, dukungan dari aturan dan norma dibentuk untuk mengarahkan seseorang untuk mengontrol perbuatan yang dilakukan agar tidak dapat membuat seseorang menjadi menderita.

Kierkegaard mengatakan bahwa keputusan itu ada pada dirinya pribadi, namun hal tersebut harus ada faktor pendukung untuk mengontrol kehidupan manusia saat ini. Oleh karena itu, sudah menjadi tugas manusia untuk sadar akan hakekat eksistensinya.

Menurut Kierkegaard ada tiga tahapan untuk menjadi manusia rohani yaitu estetik, etik dan religius. Tahapan estetik diyakini bahwa kejahatan dalam diri manusia disebabkan oleh rasa bosan sehingga hal tersebut diyakini menjadi akar.

Eksistensi manusia dalam menghindari dari kejahatan adalah menjauhkan diri dari rasa bosan, apabila rasa bosan melanda hidup manusia maka kejahatan akan dengan mudah menghampiri manusia.

Oleh karena itu, sangat diperlukan bagi manusia untuk mengisi kehidupannya agar tidak dikuasai oleh kebosanan. Menurut Kierkegaard sifat estetis ini tidak mempunyai ukuran moral yang telah ditetapkan dan tidak ada agama yang menentukan. Sehingga yang ada hanya sebuah keinginan untuk menjalankan kegiatan pengalaman tentang emosi dan membenci semua yang menghalanginya untuk memilih.

Namun sifat estetis tersebut tidak akan bertahan lama karena hal tersebut akan mencapai sebuah batasan yang membuatnya harus memilih dalam menentukan apa yang diinginkan.

Tahapan Etis atau tahapan yang mempunyai komitmen tegas untuk menghindari tahapan estetis. Tahapan etis juga disebut sebagai pertobatan. Oleh karena itu, tahapan ini mengarah kepada menjalani kehidupan dengan memegang nilai-nilai kemanusiaannya, sehingga tahapan ini membuat seseorang berani mengatakan tidak untuk perkembangan dunia yang saat ini sedang memasuki masa trend dan memilih untuk mendengarkan kata hatinya.

Perpindahan tahapan yang dibuat oleh Kierkegaard dapat dipahami sebagai sebuah jalan hidup manusia yang mulai meninggalkan tentang hal-hal buruk dan mulai memasuki tahap yang berani menerima segalanya dengan landasan suara hati.

Tahap religius adalah tahap yang melakukan kehendak Tuhan sebagai eksistensi personal. Tahapan religius diyakini sebagai tahapan yang dipercaya melalui Yesus Kristus dalam menebus dosa manusia dan membawa suatu kedamaian dan kehidupan abadi untuk manusia.

Hubungan antara hidup manusia dan Tuhan adalah sesuatu hal yang unik sehingga Kierkegaard mengatakan bahwa manusia merupakan individu atas dirinya sendiri, namun hal tersebut ternyata menyandang sebagai makhluk individu di hadapan Tuhan. Kebahagiaan yang ingin diraih oleh manusia, tercapai melalui kesengsaraan dan bukan karena usaha yang dilakukan secara langsung. Oleh karena itu, Allah menyatakan diri-Nya melalui kesadaran manusia dan keputusan tersebut ada pada Allah.

Hakekat Agama

Indonesia merupakan negara yang memiliki multi religius sehingga hal tersebut harus dilestarikan karena menjadi kekayaan bagi Bangsa Indonesia. Semboyan Bhineka Tunggal Ika menjadi landasan dasar untuk menjaga keutuhan NKRI, semboyan tersebut harus terus menerus dikembangkan demi terciptanya keamanan bagi masyarakat Indonesia dan tidak menjadi bumerang.

Kehidupan di Indonesia yang diwarnai dengan berbagai macam kekayaan tersimpan sebuah keindahan termasuk tentang berbeda dengan keyakinan dan budaya menjadi salah satu faktor yang dapat menciptakan sebuah perpecahan. Oleh karena itu, pluralisme agama menjadi salah satu faktor realitas sosial yang ikut serta mendorong berbagai macam teori kehidupan bersama, seperti kerukunan, toleransi dan dialog agama.

Kehidupan manusia terus berkembang dan ingin mencapai tujuan hidup, baik untuk dirinya sendiri atau kehidupan bersama. Namun hal tersebut masih menjadi misteri tentang kehidupan yang saat ini masih bergulat dengan perbedaan tentang agama.

Agama dipercaya dapat membantu manusia untuk mengatasi tentang persoalan-persoalan yang saat ini masih dihadapi yaitu kesalahpahaman, namun peranan agama masih belum dapat dikatakan sebagai jalan keluar dari permasalahan tersebut dikarenakan adanya perbedaan sehingga membuat manusia terus berjuang untuk menemukan hakekat agama yang menjadi kepentingan bersama.

Menurut Kierkegaard bahwa manusia dapat menemukan jati dirinya melalui agama karena dalam penghayatan hidup manusia menjadi sebuah permenungan dalam agama.

Konsep yang ditawarkan Kierkegaard sangat relevan dengan masalah pluralisme yang ada di Indonesia karena cara penerapan keberagaman yang mengarah terhadap pemahaman tentang Tuhan. pemahaman yang diberikan Kierkegaard sangat sederhana namun membutuhkan sebuah refleksi yang mendalam untuk dapat memahaminya dengan sebaik mungkin tentang hakekat agama. Kierkegaard juga mengatakan bahwa hakekat agama dapat dipahami oleh seseorang yang memiliki pengetahuan tingkatan tertentu. Apabila hal tersebut tidak tercapai akan sangat sulit untuk memahami hakekat agama.

Kierkegaard dalam pemikirannya tentang hakekat agama harus tepat untuk memahaminya dalam membangun kesadaran kacamata eksistensialisme karena agama adalah sebuah bentuk yang mengungkapkan kepribadian yang unik, perlu dihargai dan memberikan ruang gerak tersendiri pada hidup manusia.

Agama dipahami sebagai pedoman tentang aturan atau tidak kacau, dengan memiliki agama diharapkan individu dapat hidup dengan baik dan tidak merugikan orang lain. Karena agama tidak bisa dilepaskan dari kehidupan masyarakat sekarang.

Manusia diharapkan dapat dengan benar untuk memahami tentang plurasisme agama karena plurarisme agama dapat membawa konflik apabila tidak dipahami dengan sebaik mungkin. Oleh karena itu, sangat diperlukan bagi manusia untuk tetap menjaga atau mempertahankan dengan sebaik mungkin tentang hakekat agama yang sudah dijelaskan menurut pemahaman Kierkegaard.

Kerukunan Menciptakan Pengakuan Terhadap Agama Lain

Plurarisme yang bisa dirasakan di Indonesia merupakan sebuah pembuktian bahwa agama lain bisa menjadi begitu eksis atau ingin menunjukkan jati dirinya terhadap agama lain sehingga perlulah rasa kesadaran untuk saling mengakui terhadap agama lain.

Kerukunan dalam umat beragama menjadi keinginan setiap orang untuk mendapatkan rasa aman dalam peribadatan. Banyak kasus yang sudah terjadi di Indonesia karena perbedaan yang dapat membuat seseorang menjadi begitu rasis terhadap agama lain. Oleh karena itu, dialog menjadi sebuah jawaban yang diberikan untuk menciptakan atau menjalin kerjasama yang baik terhadap agama lain.

Kerukunan dalam umat beragama menjadi sebuah kebutuhan saat ini. Karena agama menjadi pondasi dasar dalam membangun sebuah kerukunan. Suasana yang aman dan tentram dapat terjadi dikarenakan adanya rasa ingin menjaga terhadap satu sama lain. Bangsa Indonesia akan sangat kuat apabila setiap pemeluk agama dapat menjaga kerukunan terhadap sesamanya.

Plurarisme ingin mengungkapkan bahwa setiap agama dapat memberikan pengakuan terhadap agama lain.

Agama memiliki maknanya tersendiri sehingga setiap orang harus memahami tentang agama tersebut. Penganut agama lain harus bisa memiliki sikap untuk menghormati agama lain dan tidak diperbolehkan untuk ikut campur mengenai doktrin teologis penganut agama yang lain hal ini dapat menimbulkan pemahaman-pemahaman baru tentang makna teologis agama lain dan dapat menimbulkan sebuah kesalahpahaman tentang agama.

Kebudayaan atau pemahaman tentang agama bukanlah menjadi sebuah permasalahan yang ingin diselidiki karena hal tersebut dapat menimbulkan sebuah kesalahpahaman, dendam dan permusuhan.

Mengerti akan pemahaman tentang esensi ajaran agama lain sangat diperlulan dan sangat relevan untuk menciptakan sebuah kerukunan dalam persaudaraan berbeda agama. Oleh karena itu, plurarisme agama merupakan sikap tiap pemeluk agama dituntut bukan hanya untuk mengakui, melainkan terlibat dalam usaha untuk memahami agar tercapainya kerukunan dan kebhinekaan.

Komunitas setiap agama memiliki dan dianjurkan untuk menerapkan rasa saling mengasihi terhadap sesama ciptaan dan mencintainya seperti dirinya sendiri. Dalam Agama Katolik dapat mengikuti ajaran dari Yesus Kristus yaitu kasih. Dalam Agama Islam melalui al-Qur’an menjelaskan bahwa Allah mempunyai sifat Rahman dan Rahim yaitu kasih dan sayangnya sepanjang waktu, tanpa memandang siapa saja.

Agama mengajarkan tentang kebaikan yang menjadi tujuan bersama dalam hidup manusia. Karena perbedaan tersebut adalah sebuah jalan dalam hidup manusia untuk memaknai tentang perbedaan.

Perbedaan yang terjadi di setiap agama bukanlah sebagai pintu penghalang untuk saling membedakan melainkan sebagai keterbukaan hati untuk berani merangkul yang berbeda dengan sikap membuka tangan. Perbedaan terhadap penyembahan kepada Tuhan adalah sebuah hakekat tentang ritual atau sebagai penghormatan. Sementara itu terkandung pesan dasar yang sama yaitu mengenai tentang paham ketuhanan dan kemanusiaan yang masing-masing agama dapat melakukan dengan caranya sendiri.

Agama seharusnya bisa menjadi alat sebagai pedoman untuk menyatukan dan memelihara perdamaian. Namun hal tersebut tidak dilakukan dengan sungguh-sungguh, seringkali agama menjadi sebuah hal yang menakutkan bagi segelintir orang.

Tindakan untuk menguasai atau mendoktrin bahwa agama tertentu sebagai agama yang benar menjadi tolak ukur dalam memberikan penilaian terhadap agama lainnya bahkan hal tersebut menjadi faktor pemecah terhadap suatu negara. Konflik atau perpecahan yang terjadi diakibatkan oleh pengetahuan tentang pemahaman agama yang dangkal sehingga hal tersebut menjadi sebuah kekeringan spiritualitas.

Pemimpin atau penganut agama diharapkan mampu bertindak secara bijaksana dalam memahami tentang perbedaan yang terjadi dan dengan benar untuk menemukan ajaran tentang agama yang berkaitan dengan kemanusian yang bersifat universal.

Apabila hal tersebut dapat dilakukan dengan sebaik mungkin maka melahirkan sebuah manusia yang dapat membangun kerukunan dan komunikasi yang baik dalam segala aspek kemanusiaan. Oleh karena itu, manusia dapat merefleksikan dengan sebuah pertanyaan. Apakah sebagai manusia kita dapat saling mempercayai serta bersikap loyal terhadap sesama untuk mempertahankan kemanusiaan dalam diri orang lain.

Totalitas Membangun Kebersamaan di Indonesia

Kierkegaard dalam menjelaskan tentang hakekat agama merupakan sebuah pendekatan yang subjektif, sehingga pemikiran yang diberikan merupakan sumbangan yang cukup berarti dalam hidup manusia untuk menterjemahkan kehidupan eksistensial seperti apa yang ingin dibangun untuk menciptakan rasa kebersamaan di dalam sebuah kemajemukkan.

Pemikiran yang diberikan menjadikan setiap individu mampu untuk mengontrol diri mereka masing-masing untuk tidak terjerumus kedalam hal-hal yang dapat merugikan sesama. Oleh karena itu, sumbangan yang diberikan Kierkegaard diharapkan mampu membawa manusia untuk lebih merfleksikan kembali tentang hakekat agama dan eksistensial manusia untuk mencapai sebuah kebahagiaan.

Indonesia merupakan masyarakat yang pluralis sehingga tidak jarang terjadi perdebatan yang hebat mengenai hal tersebut. Namun dengan adanya pemikiran dari Kierkegaard mampu membawa manusia lebih mendalami tentang intelektual yang lebih tinggi agar perdebatan yang terjadi mampu membawa jalan keluar yang ingin dituju bersama yaitu kebersamaan. Konsep pluralisme yang dikatakan oleh Kierkegaard apabila tidak di tempatkan pada suatu hal tentang kebenaran, maka konsep itu akan membuat manusia sulit menemui makna kebersamaan dalam hidup beragama yang berbeda.

Tuntutan yang terjadi di Indonesia dalam hal konteks kehidupan perbedaan mengenai ras, suku, agama dan kebudayaan diikat menjadi satu melalui Bhineka Tunggal Ika. Setiap perbedaan membawa kepada kesatuan. Kesatuan yang diinginkan adalah hidup bersama dengan perbedaan. Setiap agama selalu membahas tentang memaknai hidup seseorang sebagai realitas yang harus dijaga. Apabila hal tersebut tidak dilakukan, maka hal yang tidak diinginkan dapat terjadi.

Totalitas dalam membangun kebersamaan merupakan totalitas yang benar dan secara total atau tidak setengah-setengah. Karena totalitas membutuhkan kerja keras yang maksimal agar hal tersebut dapat terjadi dengan sebaik mungkin.

Pentingnya bagi para pemuluk agama untuk berani lebih total dalam membangun itu semua, apabila dilakukan dengan setengah hati maka hasilnya juga tidak akan maksimal. Maka dari itu, pentingnya manusia mengenal eksistensial hidupnya untuk mencari sebuah kebenaran dalam kehidupan yang plural tersebut dan diselingi dengan ajaran agama yang mengambil peran penting untuk menciptakan sebuah perdamaian dan ketentraman agar sebuah masyarakat dapat hidup harmonis dan mengurangi angka kejahatan di Indonesia.

Kehidupan yang serba berbeda pasti tidak dapat dipungkiri akan terjadi sebuah pergolakan antara satu dengan yang lain, namun apabila kita mampu merefleksikan itu dengan sebaik mungkin bahwasannya setiap manusia pasti saling membutuhkan untuk memenuhi kehidupan bersama. Maka dari itu setiap individu berani melihat kebenaran yang ada dalam agama lain, dan berani memperkecil setiap pergolakan yang terjadi serta berani menonjolkan sikap berani membangun kebersamaan dengan orang lain.

Pemaparan tentang semua dalam artikel ini semuanya dapat terjadi apabila setiap orang berani untuk memegang teguh akan perdamaian dan toleransi terhadap satu sama lain. hakekat agama dapat menjadi sebuah pilar dalam membangun hal tersebut dengan sebaik mungkin.

Namun hal tersebut tidak akan terjadi apabila tidak dilakukan dengan segenap hari dan niat yang baik dan tokoh-tokoh agama saling bahu-membahu untuk memperkuat ikatan dengan agama lain dan mendukung semua kegiatan yang dapat menciptakan keharmonisan dalam perbedaan yang indah. Maka perasaan waspada perlu ditingkatkan agar tidak terjadi provokasi dan hasutan dari pihak yang meingginkan sebuah perpecahan.

Eksistensialisme Manusia Menciptakan Kerukunan

Pemaparan tentang Eksistensi Manusia hidup adalah menjadi nyata atau berani bertindak untuk mengambil keputusan seperti yang sudah dijelaskan pada halaman di atas, karena ada kehendak bebas yang membuat manusia menjadi bebas untuk memilih sehingga Kierkegaard mengatakan bahwa keputusan yang diambil merupakan sebuah hasil refleksi dalam hidup manusia. Jadi, apabila manusia tidak merefleksikan itu semua maka keputusan yang diambil akan menjadi sebuah kerugian untuk masyarakat di sekitarnya.

Menciptakan sebuah kerukunan dengan identitas plurarisme merupakan sebuah hal yang sulit alasannya, karena tidak semua orang dapat mengerti dengan apa yang dimaksud dengan sebuah kerukunan, segelintir orang hanya memahami kerukunan ada di agama mereka sendiri. Kierkegaard sudah menjelaskan tentang hakekat agama yang dapat membantu manusia menjadi yang lebih baik tapi alasan tersebut tidak begitu menyentil manusia untuk memahaminya dengan baik. menjadi baik justru membuat tembok pemisah antara yang satu dengan yang lain karena berbeda dengan pemahaman.

Dalam menciptakan sebuah kerukunan perlu kerjasama yang baik antar agama. Pentingnya peranan tokoh juga sangat dibutuhkan karena para tokoh agama diyakini sebagai orang yang benar-benar memahami tentang agama. Namun, apabila para tokoh agama yang dipercaya lebih menyarankan untuk menyebarkan sesuatu yang berbau ingin memecahkan.

Oleh karena itu, pentingnya manusia untuk mengenali eksistensi yang dijelaskan oleh Kierkegaard yaitu merefleksikan suatu kebenaran melalui Tuhan, namun itu semua membutuhkan proses tinggal kehendak bebas manusia untuk memilihnya kembali ke jalan kebenaran melalui refleksi tersebut.

Tingkatan intelektual yang diberikan Tuhan kepada manusia menjadi suatu bantuan untuk merefleksikan jalan kebenaran yang diemban oleh agama masing-masing. Banyak cara untuk menemukan sebuah kerukunan dimasyarakat yang pluraris, salah satu contoh melakukan kerja sama atau kegiatan yang dapat mempererat hubungan antar agama.

Kegiatan yang dilakukan harus direncanakan dengan sebaik mungkin. Sebagai contoh nyata adalah Kenduri. Kenduri merupakan salah satu kegiatan yang mengundang agama lain untuk melakukan diskusi atau menjalin relasi sebaik mungkin untuk kegiatan ramah tamah atau permohonan besar kepada Tuhan atas kegiatan yang ingin dilakukan.

Tata cara pelaksanaan yang dilakukan Kenduri adalah sebuah nilai yang sangat baik dalam kehidupan sosial kemasyarakatan yaitu melakukan diskusi bersama dan ruang dialog yang dilakukan terhadap perwakilan agama-agama yang hadir terhadap sebuah permasalahan dan saling memperkuat ikatan tali persaudaraan.

Tidak hanya kenduri, ada juga FKUB yang menjadi forum dalam menciptakan kerukunan antar umat beragama. FKUB sering dilakukan untuk memperluas pengetahuan bagi mereka yang mengikuti dengan cara berdialog. FKUB memiliki peranan penting dalam menjaga kerukunan dengan memperdayakan umat beragama dalam pelayanan kemasyarakatan.

Hidup yang Tentram Aman dan Nyaman.

Manusia dapat hidup tentram aman dan nyaman dikarenakan adanya sebuah keharmonisan dalam suatu negara. Maka dari itu demi menjaga perasaan tersebut, setiap manusia berani memberikan diri untuk menciptakan rasa damai di dalam ruang lingkup kecil. Apabila hal tersebut berhasil, maka bisa dilakukan ke dalam ruang lingkup yang lebih besar. Hal ini dilakukan demi menjaga keutuhan dalam masyarakat plural.

Apabila dalam ruang lingkup kecil manusia tidak bisa menjaga rasa perdamaian, bagaimana bisa perdamaian dapat dilakukan pada ruang lingkup yang lebih besar. Perselisihan yang terjadi ada ruang lingkup kecil diharapkan dapat diselesaikan dengan sebaik mungkin agar setiap persoalan yang dapat memancing suatu permusuhan dapat diselesaikan dengan sebaik mungkin.

Tantangan manusia saat ini adalah bagaimana menjaga kedaulatan NKRI yang memasuki zaman millennial ini banyak unsur dari sosial media yang selalu menyebarkan hal-hal untuk memicu sebuah permasalahan atau banyak orang terprovokasi dengan berita Hoax. Penulis ingin memberikan sebuah solusi dengan sebaik mungkin mengenali Eksistensialisme Kierkegaard. Apabila dapat dipahami dengan sebaik mungkin maka hal-hal yang berbau tentang Hoax dapat ditangkal dengan sebaik mungkin. Atau lebih berani dengan menyuarakan hal-hal kebenaran yang membawa pada suatu kerukunan.

Pemikiran Kierkegaard tentang agama apabila tidak dipahami dengan sebaik mungkin akan menjerumuskan manusia pada konsep pietisme yang dalam sejarah pernah diperangi oleh Gereja Katolik. Perkembangan dunia yang saat ini menyentuh kata modern membuat pengaruh globalisasi yang besar. Sehingga memunculkan sebuah penemuan baru dalam teknologi yang dapat merubah kehidupan masyarakat saat ini.

Fenomena yang terjadi ternyata membuat pengertian eksistensialisme Kierkegaard menjadi pudar karena menjadi pisau bermata dua yang dapat menyerang dirinya sendiri. Kecenderungan agama menjadi sebuah konsekuensi yang diterima sebagai kecenderungan umum. Kecenderungan masyarakat mempertanyakan tentang kepentingan agama dalam suatu kepentingan umum.

Pergulatan agama menjadi sebuah permasalahan yang saat ini belum sepenuhnya dapat teratasi sikap ego dari manusia yang tidak mau merubah pola pikirnya untuk berani menerima agama lain sebagai satu saudara menjadi sebuah tantangan saat ini. Pentingnya peran orang muda untuk berani menyuarakan diri sebagai seseorang yang dapat menciptakan sebuah kerukunan adalah hal yang sulit karena banyak sekali organisasi-organisasi agama yang saat ini sudah banyak dikurang minati oleh anak muda. Oleh karena itu diperlukan kembali untuk membangun organisasi-organisasi yang berbau agama untuk berani menyuarakan tentang perdamaian.

Rasa aman tentram dan nyaman akan tercipta apabila setiap manusia mampu bekerja sama dengan sebaik mungkin dan menaruh perhatian pada kebaikan bersama. Maka dari itu semuanya tidak akan terlaksana dengan baik apabila manusia enggan untuk melalukan hal tersebut.

Diharapkan pemikiran dari Kierkegaard dapat membantu manusia kembali memahami tentang eksistensial kehidupan mereka dengan sebaik mungkin. Walaupun banyak orang mengatakan bahwa hal tersebut sudah tidak relevan untuk dilakukan, namun penulis percaya bahwa hal tersebut mampu membuat manusia memahami kembali dirinya sendiri melalui refleksi yang lebih mendalam dengan mengandalkan kemampuan yang Tuhan berikan kepada dirinya sendiri.

Simpulan

Kebebasan manusia untuk memilih adalah aspek penting dalam eksistensi manusia, memungkinkan mereka menentukan keputusan dan mengikuti panggilan hati. Tahapan perkembangan menurut Kierkegaard mengarahkan individu untuk hidup dengan nilai-nilai kemanusiaan dan mengikuti suara hati, termasuk tahapan religius yang melibatkan hubungan unik antara manusia dan Tuhan. Agama dapat membantu mengatasi kesalahpahaman, namun perbedaan dan ketidaksepahaman tetap mungkin terjadi.

Pluralisme agama penting untuk diakui dan dihormati, memperkuat ikatan kerukunan antaragama. Pemimpin agama dan penganut agama perlu bertindak bijaksana, memahami perbedaan, dan mencari ajaran agama yang bersifat universal dan berhubungan dengan kemanusiaan.

Dalam kehidupan yang plural dan berbeda, pemahaman eksistensial yang baik diperlukan untuk mencapai kerukunan dan perdamaian. Dialog, diskusi, dan pertemuan antaragama penting dalam menciptakan kerukunan dan persaudaraan, serta menyelesaikan konflik dengan cara yang baik. Peran orang muda juga penting dalam memperjuangkan kerukunan, meskipun ada tantangan yang dihadapi. Secara keseluruhan, pemahaman tentang eksistensi dan kerukunan agama menjadi kunci dalam menciptakan perdamaian dan harmoni di masyarakat yang plural dan berbeda.

Daftar Pustaka

Bernard, Delfgaauw. Sejarah Ringkas Filsafat Barat. Yogyakarta: Tiara Wacana, 1992.

Fitriana, Dina. “Eksistensi Keberagaman; Studi Terhadap Pemikiran Eksistensialisme Soren Kierkegaard,” n.d.

Fletcher, Ricahrd. Relasi Damai Islam & Kristen. Edited by Syaiful Hakim. Jakarta: Pustaka Alvabet, 2009.

Hadwijono, Harun. Sari Sejarah Filsafat Barat 1. Yogyakarta: PT KANISIUS, 1992.

Hanik, Umi. “Volume 26 Nomor 2 September 2015 341.” IAIT Kediri 26, no. 2 (2015): 341–61.

Haryati, Tri Astutik. “MANUSIA DALAM PERSPEKTIF SØREN KIERKEGAARD DAN MUHAMMAD IQBAL.” Stain Pekalongan 9, no. 1 (2012): 88–113.

Kamaluddin, Kamaluddin. “Konsep Agama-Agama Dalam Membina Kerukunan Antar Umat Beragama.” Studia Sosia Religia 3, no. 2 (2021): 1–15. https://doi.org/10.51900/ssr.v3i2.8875.

Kenneth, Curtis A. Lang J Stephen. Petersen. Randi Rajendran. 100 Peristiwa Penting Dalam Sejarah Kristen. jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007.

Kewuel, Hipolitus Kristoforus. “Pemikiran Soren Kierkegaard Tentang Hakekat Agama: Kontribusinya Bagi Dialog Dan Kerukunan Hidup Antar Umat Beragama Di Indonesia” 3, no. September (2012): 1–47.

Maulidia, Hanifa. “RELASI AGAMA DAN MASYARAKAT DALAM PERSPEKTIF EMILE DURKHEIM DAN KARL MARX Hanifa Maulidia A . Pendahuluan Agama Adalah Sesuatu Hal Yang Sangat Penting Dalam Sebuah Masyarakat . Dalam Beberapa Sumber , ‘ Agama ’ Diberi Arti Tidak Kacau Atau Teratur . Denga.” Jurnal Sosiologi USK 13, no. 2 (2019): 183–200.

Sakirin, Ahmad. “Mengenal Pluralisme Disintegratif Menuju Pluralisme Integratif Masyarakat Beda Agama Di Kelurahan Karang, Kecamatan Slogohimo, Kabupaten Wonogiri.” Ibriez : Jurnal Kependidikan Dasar Islam Berbasis Sains 3, no. 2 (2018): 179–98. https://doi.org/10.21154/ibriez.v3i2.56.

Setiyawan, Yudik. “Kerukunan Dalam Perspektif Agama-Agama Di Indonesia” 08, no. 02 (2017): 1–14.

Valentino, Thimotius. “Hakekat Agama Saling Toleransi (Soren Kierkegaard),” 2021. https://www.ptonline.com/articles/how-to-get-better-mfi-results.

Yogiswari, Krisna Sukma. “Agama Di Mata Kaum Muda: Tinjauan Subjektivisme Søren A. Kierkegaard.” Genta Hredaya 3, no. 1 (2019): 28–36.

Komentar

Tinggalkan Pesan

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terhubung ke Media Sosial Kami

45,030FansSuka
0PengikutMengikuti
75PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan

Terkini