PADA suatu siang, Bruder Martin de Porres berada di kebun di dekat biara. Tak lama setelahnya, burung-burung, kelinci, dan beragam binatang datang silih berganti. Siang itu menjadi semakin riang dengan suara binatang yang menghampiri biarawan Dominikan itu.
Pada setiap binatang yang datang kepadanya, Bruder Martin memegangnya satu demi satu. Lewat doanya, ia menyembuhkan setiap rasa sakit yang mereka alami. Begitulah, berkat kesuciannya, ia dapat menyembuhkan binatang-binatang sakit yang datang kepadanya.
Tak hanya kemampuannya menyembuhkan binatang. Suatu hari, Buder Martin terlihat mendatangi salah seorang umat di parokinya yang sakit. Dengan doanya, umat itu pun sembuh. Aneh, belakangan ada yang bersaksi, bahwa Bruder Martin berada di tempat lain, dan menyembuhkan orang juga pada waktu yang bersamaan.
Itulah sedikit dari banyak mukjizat yang dibuat Tuhan melalui Bruder Martin. Berkat kesuciannya, ia menjadi kepanjangan tangan Tuhan untuk menyembuhkan orang-orang yang percaya. Kesucian Bruder Martin memancarkan rahmat bagi orang-orang yang ada di sekitarnya.
Bruder Tidak Sah
Martin lahir di kota Lima, Peru, pada tanggal 9 Desember 1579. Ia adalah anak tidak sah dari seorang bangsawan Spanyol, Don Juan de Porras y de la Peña dan Ana Velázquez, seorang budak yang dibebaskan. Martin memiliki saudara perempuan bernama Juana de Porres, lahir dua tahun kemudian pada tahun 1581. Setelah saudara perempuannya lahir, sang ayah meninggalkan keluarga itu.
Menjadi single perent, Ana Velázquez membesarkan anak-anaknya dengan menjadi buruh cuci. Kerja keras sang ibu inilah yang membesarkan Martin. Sejak kecil, ia dikenal sebagai sosok penyayang. Ia rajin membantu ibunya dan tak tega setiap kali mendapati sang ibu terlalu capek mengerjakan setiap tugasnya.
“Biarkan aku saja ibu, ibu tidak boleh terlalu capek,” begitu Martin selalu siap membantu sang ibu.
Ketika tiba saatnya sekolah, Martin dikirim ke sekolah dasar selama dua tahun. Setelah itu, ia bekerja di seorang ahli bedah untuk mempelajari seni medis. Namun, di sela kesibukannya, Martin menghabiskan berjam-jam di malam hari dalam doa.
Karena ketekunannya berdoa, sejak kecil Martin sudah ingin masuk biara. Sayang, di bawah hukum Peru, keturunan Afrika dan penduduk asli Amerika dilarang menjadi anggota penuh ordo keagamaan. Satu-satunya jalan yang terbuka bagi Martin adalah dengan meminta para Dominikan dari Biara Rosario Suci di Lima untuk menerimanya.
“Terima kasih Tuhan, aku dapat mengikuti Engkau dan tinggal di biara,” begitu Martin mensyukuri kesempatan dapat tinggal di biara.
Kesempatan itu ada, namun, Martin hanya bisa menjadi “donado” di biara itu, yaitu seorang sukarelawan yang melakukan tugas-tugas kasar di biara. Martin menerimanya, ia lalu menerima imbalan untuk mengenakan pakaian biara dan tinggal di Komunitas Dominikan.
Pada usia 15 tahun ia meminta izin masuk ke Biara Dominikan Rosario di Lima dan diterima pertama kali sebagai anak pelayan, dan seiring dengan tugas-tugasnya, ia dipromosikan menjadi almoner yang bertugas mengunjungi orang miskin. Di dalam biara, Martin terus mempraktekkan keahliannya yang lama yaitu tukang cukur.
Pada saat ini, berkat kesuciannya, ia sudah dapat melakukan banyak penyembuhan ajaib. Beberapa orang datang kepadanya dan ia sembuhkan. Berkat perbuatan ini, ia dikenal sebagai seorang biarawan suci dan murah hati.
Hidup Rohani
Namun, Martin dalam situasi ini, ia masih melakukan pekerjaan dapur, mencuci pakaian, dan membersihkan. Setelah delapan tahun di Rosario Suci, Pemimpin Komunitas Dominikan, Pastor Juan de Lorenzana memutuskan untuk tidak mempedulikan aturan religius yang ada dan mengizinkan Martin mengikrarkan kaul dalam Ordo Ketiga Santo Dominikus. Semuanya menerima keputusan Pastor de Lorenzana ini, meski keputusan ini mengundang banyak kritik. Salah satu novis menyebut Martin sebagai “mulatto dog”, sementara salah satu imam mengejeknya karena tidak sah dan keturunan budak.
Tantangan dalam biara tak menyurutkan semangat Martin. Setelah berjuang, langkah demi langkah akhirnya ia dapat mengikrarkan kaul dalam biara. Ketika Martin berusia 34 tahun, setelah dia diberi izin menjalankan kebiasaan religius seorang bruder awam. Ia ditempatkan di rumah sakit, di mana dia menjadi penanggung jawab dan akan tetap melayani sampai kematiannya pada usia 59 tahun.
Martin dikenal karena kemampuannya merawat orang sakit. Atasannya melihat dalam dirinya kebajikan yang diperlukan untuk melatih kesabaran tanpa henti dalam peran yang sulit ini.
Martin juga merawat orang sakit di luar biaranya. Sering kali, ia memberikan kesembuhan hanya dengan segelas air. Dia melayani tanpa membedakan bangsawan Spanyol dan budak yang baru saja dibawa dari Afrika.
Suatu hari, seorang pengemis tua, penuh dengan borok dan hampir telanjang, mengulurkan tangannya. Martin membawanya ke tempat tidurnya sendiri. Salah satu saudaranya menegurnya, namun ia menjawab, “Kasih sayang, saudaraku, lebih baik daripada kebersihan.”
Melawan Wabah
Ketika wabah melanda Lima, ada di satu Biara Rosario yang sakit. Pada situasi itu, ada kisah saat Martin melewati pintu yang terkunci lalu masuk untuk merawat mereka yang sakit. Ada juga yang mengaku melihatnya tiba-tiba ada di samping mereka tanpa membuka pintu.
Martin terus membawa orang sakit ke biara. Pemimpin provinsi menekan melarangnya untuk terus melakukan karya itu. Namun, kakak perempuan, yang tinggal di pedesaan, menawarkan rumahnya untuk menampung orang-orang sakit itu.
“Bawalah mereka ke rumahku, dan rawatlah mereka di sini,” seru sang kakak.
Suatu hari dia menemukan di jalan seorang India miskin, berdarah sampai mati karena luka belati. Martin lalu membawanya ke kamarnya sendiri sampai dia bisa membawanya ke rumah perawatan saudara perempuannya.
Pimpinan biara saat mengetahui hal ini, menegur Martin karena ketidaktaatan. Akan tetapi, dia sangat diteguhkan oleh jawaban Martin
“Maafkan kesalahan saya, dan tolong beri tahu saya, karena saya tidak tahu bahwa aturan ketaatan lebih diutamakan daripada amal.”
Pemimpin biara itu lalu memberinya kebebasan untuk melakukan apa yang menurut Martin dibutuhkan untuk merawat orang sakit. Dengan begitu, karyanya melayani orang sakit dapat terus berlanjut.
Tidak Makan Daging
Martin tidak makan daging. Ia memohon sedekah untuk mendapatkan kebutuhan yang tidak dapat disediakan biara. Dalam keadaan normal, Martin berhasil dengan sedekahnya memberi makan 160 orang miskin setiap hari, dan membagikan sejumlah uang yang luar biasa setiap minggu kepada orang miskin.
Berdampingan dengan pekerjaan sehari-harinya di dapur, binatu, dan rumah sakit, kehidupan, Martin mencerminkan karunia luar biasa. Ada yang bersaksi, sering saat ekstasi Martin berdoa sambil badannya terangkat ke udara, cahaya yang memenuhi ruangan tempat ia berdoa, bilokasi, pengetahuan ajaib, penyembuhan instan, dan hubungan yang luar biasa dengan binatang-binatang. Martin adalah sahabat dari Santo Juan Macías, sesama awam Dominikan. Ia juga sahabat Santo Rosa da Lima, seorang Dominikan awam lainnya.
Menjelang kematiannya pada 3 November 1639, ia telah memenangkan kasih sayang dan rasa hormat dari banyak rekan Dominikan. Kata-kata mukjizatnya telah membuatnya dikenal sebagai orang suci di seluruh wilayah.
Setelah Bruder Martin meninggal, mukjizat dan rahmat yang diterima ketika dia dipanggil berlipat ganda sedemikian rupa. Saat tubuhnya digali setelah 25 tahun, jenazah itu masih utuh dan memancarkan aroma yang harum.
Paus Gregorius XVI membeatifikasi Martin de Porres pada 29 Oktober 1837, dan hampir 125 tahun kemudian, Paus Yohanes XXIII mengkanonisasi dia di Roma pada 6 Mei 1962. Teladan imannya lalu dieringati setiap tanggal 3 November. (Antonius E. Sugiyanto)