Home BERITA TERKINI Susi Susanti dan Misteri Rosario

Susi Susanti dan Misteri Rosario

0
Susi Susanti saat berlaga dalam satu kejuaraan. Media Blitar

JAKARTA, Pena Katolik – Indonesia tidak akan pernah lupa pada jasa Susi Susanti, peraih medali emas pertama bagi Indonesia di ajang Olimpiade Barcelona 1992. Bermula dari prestasi yang diraih Susi di Piala Sudirman, menjadi awal dari prestasi-prestasi lain yang berhasil diraih Susi. Puncaknya, ia berhasil menggondol mendali emas di Olimpiade Barcelona 1992.

Susi menyadari, bahwa prestasi ini tidak semata karena perjuangannya sendiri. Ada tangan dan kekuatan tak terlihat yang senantiasa membantunya memenangi setiap laga. Susi tidak dapat lepas dari hidup rohani. Dengan tekun dalam doa, ini menjadi kekuatan yang terus menjadikannya atlet bulutangkis yang tak terkalahkan.

“Saya selalu berdoa Rosario setiap malam,” ujar Susi.

Ia menyadari, doa inilah yang selalu menguatkanya. Bahkan, ada peristiwa-peristiwa rohani yang seolah mengatakan kepadanya apa yang akan terjadi dalam hidupnya. Susi mengingat, setiap kali akan menghadapi kekalahan, ia mencermati ada tanda yang terungkap dari Rosario yang dimilikinya.

“Setiap kali akan kalah, selalu saja ada sesuatu yang terjadi. Misalnya Rosario saya hilang, atau patah,” ungkap Susi.

Karena itu, Susi sering membawa lebih dari satu Rosario saat bepergian. Ketika yang satu hilang, ia masih memiliki yang lain untuk berdoa. Ia menyadari, Rosario menjadi kekuatannya dalam menghadapi lawan-lawan berat dalam kariernya di dunia bulutangkis.

Peristiwa-peristiwa rohani memang silih berganti datang dalam hidup Susi. Pengalaman itu ia lihat sebegai bentuk penyertaan Tuhan dalam hidupnya. Susi menilai, pengalaman itu menjadi cara agar ia tetap bersyukur dan melakukan yang terbaik bagi Tuhan dan bangsa Indonesia.

Susi masih mengingat. Ketika itu tahun 1989, ia berlaga di kejuaraan All England di Inggris. Karena kejuaraan belum dimulai, pada suatu malam, ia bersama beberapa teman pergi ke luar penginapan untuk mencari makanan. Di perjalanan ke sebuat rumah makan cepat saji, ia dan teman-temannya melihat seorang nenek yang duduk meminta-minta di salah satu sudut bangunan. Namun, saat itu mereka tidak terlalu memperhatikannya.

Susi Susanti

Setelah mereka selesai makan dan akan kembali ke penginapan, Susi dan rekan-rekannya masih melihat nenek itu. Malam itu begitu dingin, salju pun turun meski tidak begitu deras. Karena kasian, mereka pun sepakat untuk memberi sedekah kepada nenek tadi. Susi pun ikut memberi.

Ketika teman yang lain memberi satu pound, di sakunya, lembar uang dengan nilai terkecil adalah lima pound. Alhasil, Susi pun memberikan jumlah itu. Saat mengulurkan lembaran uang itu, tangan Susi lalu digenggam erat oleh si nenek itu. Di malam yang dingin itu, tangan nenek itu terasa begitu hangat.

“Saya heran, malam itu dingin, tetapi tangan nenek itu begitu hangat menggenggam saya,” kenang Susi menceritakan pengalaman itu.

Seketika, tetes air mata turun dari mata Susi. Hari tiba-tiba saja datang, perasaan yang akhirnya memaksanya untuk berlari cepat ke penginapan. Pengalaman itu begitu menyentuh, hingga tak kuasa Susi meneteskan air mata.

Susi melihat pengalaman itu sebagai semangat. Di kejuaraan All England itu, meski tidak juara, Susi dapat menembus final.

“Kalau kamu memberi lebih kepada nenek itu, bisa-bisa kamu menang,” begitu teman-temannya.

Namun, prestasi di tahun itu seolah menjadi awal dari perjalanan karier Susi. Prestasi demi prestasi ia raih. Ia bahkan menjadi orang Indonesia pertama, dan atlet Asia Tenggara pertama yang berhasil meraih medali emas di Olimpiade.

Susi menyadari, Tuhan selalu hadir dalam setiap kemenangan yang ia raih. Itulah mengapa, setiap kali usai bertanding, ia selalu mengakhirinya dengan tanda salib. Tanda ini seakan menjadi wujud syukur atas setiap prestasi yang diadapatnya. (Antonius E. Sugiyanto)

Tidak ada komentar

Tinggalkan Pesan

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version