Sabtu, Juli 27, 2024
33.4 C
Jakarta

Gereja dan Mereka yang Sakit

Pena Katolik – Perhatian Gereja terhadap mereka yang sakit tak pernah henti. Sebagai wujud perhatian global, Paus Fransiskus mengeluarkan surat berisi pesan dan ajakan yang ditujukan kepada semua umat Kristiani untuk memberi perhatian dan mengambil tindakan nyata sebagai ekspresi belas kasih kepada mereka yang menderita sakit.

Ungkapan hati Paus Fransiskus itu termakhtub dalam Surat Pastoral Hari Orang Sakit Sedunia ke-31 dengan tema “Rawatlah Dia” Belas Kasih sebagai Reksa Penyembuhan Sinodal. Surat ini dikeluarkan Paus Fransiskus 10 Januari 2023.

Dalam surat ini, Paus Fransiskus mengutarakan keprihatian Gereja yang sangat kepada mereka yang sakit sambil mengajak umat Kristiani untuk mmeberi perhatian khusus kepada mereka yang sakit.

Menurut Paus Fransiskus, sakit merupakan bagian dari kondisi manusiawi yang tidak dapat dihindari. Siapapun dia, selama ia manusia, baginya tak terhindarkan rasa sakit.

Pemimpin Tertinggi Gereja Katolik itu memberi peringatan keras bahwa orang-orang Katolik akan menjadi tidak manusiawi jika membiarkan kondisi sakit hanya menjadi tanggungan mereka sendiri dalam kesendirian. Sikap tidak manusiawi itu disebutnya terjadi karena minimnya perhatian dan belas kasih kepada mereka yang sakit.

Paus Fransiskus mengajak kita untuk mengambil tindakan nyata dalam rangka Hari Orang Sakit se-Dunia yang bakal dirayakan pada 11 Februari 2023 mendatang. Waktu khusus ini disediakan dengan penekanannya tidak sekedar pada unsur tempus melainkan dalam tempus itu, setiap umat Kristiani didorong untuk memberi perhatian kepada mereka yang sakit dengan mengambil langkah nyata yang dapat menunjukkan tindakan perawatan.

Tindakan nyata itu pertama-tama diambil dengan menempatkan mereka yang sakit sebagai rekan yang membutuhkan kehadiran kita dalam perjalanan bersama. Mereka adalah rekan seperjalanan. Dalam semangat semangat rekan seperjalanan, kita sebetulnya berada dalam pengalaman kerapuhan, yang menuntun kita untuk segera masuk dalam perjalanan menurut gaya Allah. Dalam gaya Allah berjalan, semangat komunitas ditanamkan dalam diri kita untuk melawan budaya penyingkiran, yang seringkali tumbuh subur di tengah kita hidup bersama. Gaya Allah berjalan itu disebut Paus Fransiskus sebagai kedekatan, belas kasih dan kelembutan. Hal ini penting karena seringkali budaya penyingkiran membuat kita tak peduli dengan mereka yang sakit, sambil menganggap bahwa mereka yang sakit menjadi urusan mereka sendiri.

Paus Fransiskus dengan merujuk pada Ensiklik Frateli Tutti, mengajak kita untuk belajar dari Orang Samaria yang baik hati. Dia menjadi unggul dari dua orang sebelumnya, yang melintas begitu saja tanpa peduli terhadap orang yang mengalami derita di depan mata. Tindakan Orang Samaria itu disebutnya dengan analgi peralihan dari “awan gelap” yang tertutup ke “mimpi dan penciptaan dunia yang terbuka” Awan gelap itu digambarkan sebagai suatu situasi di mana, seringkali kita menolak persaudaraan dengan berbagai macam cara. Sementara dunia yang terbuka itu digambarkan sebagai suatu panggilan untuk melakukan pertolongan kepada mereka yang menderita.

Semangat pertolongan kepada mereka yang menderita perlu dimurnikan dengan pengenalan dan pemahaman yang utuh terhadap kondisi kesendirian dan penelantaran. Ini penting mengingat bahwa kondisi kesendirian dan penelantaran itu seringkali terjadi karena serangan praktek ketidakadilan dan kekerasan.

Dari kisah tentang Orang Samaria yang baik hati, dua orang lainnya itu melintas begitu saja dari saudara yang menderita. Sementara Orang Samaria itu menampilkan suatu sikap yang menjadikan dunia lebih bersaudara karena ia mengambil tindakan untuk menolong orang yang menderita di hadapannya.

Paus menyebut bahwa seringkali kita tidak sadar akan kerentanan manusiawi kita. Akibatnya, penyakit mudah masuk melalui kerapuhan kita. Tuntutan budaya efisiensi seringkali membuat kita menyembunyikan kerapuhan kita. Dalam konsisi seperti ini, kekuatan kejahatan mendadak masuk, dan kita terkesiap tanpa mengambil langkah apapun. Hal ini makin parah kalau kita sebagai penderita ditinggalkan begitu saja, ataupaun mereka yang terkena derita, kita tinggalkan mereka begitu saja. Bahayanya ialah munculnya ketika dalam perasaan ditinggalkan munculrasa berikutnya seolah-olah ditinggalkan Tuhan. Situasi seperti ini disebut Paus Fransiskus sebagai situasi kesepian.

Mengatasi kesepian semacam itu, sambil mengambil hikmah dari Orang Samaria Paus Fransiskus menyebut Gereja perlu mempertimbangkan dirinya sebagai “Rumah Sakit Lapangan” yan sejati, yang dengannya terbuka untuk melayani tanpa pilih kasih.

Menurut Paus Fransiskus, panggilan untuk memperhatikan mereka yang sakit merupakan suatu panggilan menghentikan ketidakpedulian dan memperlambat langkah mereka yang berjalan sendirian seolah-olah tidak memiliki saudari dan saudara.

Bapa Suci mengajak kita untuk berdoa dan lebih dekat dengan mereka yang sedang menderita. Terutama bagi lembaga-lembaga kesehatan perlu dibangkitkan kesadaran dengan cara baru untuk maju bersama. Prioritas ini disebut Paus dengan mengambil hikmah dari Nabi Yehezkiel, yang memberi kritik tajam kepada mereka yang tidak menggembalakan domba-domba tetapi lebih memilih untuk mengerok keuntungan dari domba-domba yang digembalakan. Ungkapan itu nampak kutipannya dari Nabi Yehezkiel : Kamu menikmati susunya, dari bukunya kamu buat pakaian, yang gemuk kamu sembelih, tetapi domba-domba tidak kamu gembalakan. Yang lemah tidak kamu kuatkan, yang sakit tidak kamu obati, yang luka tidak kamu balut, yang tersesat tidak kamu bawa pulang, yang hilang tidak kamu cari, melainkan kamu injak-injak mereka dengan kekerasan dan kekejaman (Yehezkiel 34:3-4).

Pesan akhir dari kisah Orang Samaria ialah mengandung hikmah tentang bagaiaman gerak persaudaraan dimulai dari perjumpaan tatap muka dan diperluas menjadi perawatan yang terorganisir. Dari kisah Orang Samaria yang baik hati, kita dipanggil untuk pergi dan melakukan sesuatu (bdk Luk., 10:37). Filosofi pergi itu menjadi berdaya guna apabila kerapuhan orang-orang yang kita jumpai, kita jadikan sebagai bagian dari kerapuhan kita. Karena itu, menurut Paus Fransiskus, kita memang diciptakan untuk suatu kepenuhan yang hanya dapat dicapai dalam cinta. Kita tidak dapat bersikap tak peduli pada orang yang menderita. Sikap peduli merupakan tanda kemanusiaan bagi Gereja bahwa tak seorang pun dapat dibuang dan ditinggalkan.

Pada akhirnya, Paus Fransiskus mengajak umat Kristiani untuk belajar dari Bunda Maria sebagai Bunda Kesehatan bagi orang sakit. Dalam semangat Bunda Maria, Paus Fransiskus mempercayakan semua yang sakit kepada seluruh umat Kristiani. Kepercayaan itu disertai dengan berkat tulus dari Bapa Suci.

Romo Yudel Neno

Imam Keuskupan Atambua; bertugas di Paroki Santa Filomena Mena

Komentar

Tinggalkan Pesan

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terhubung ke Media Sosial Kami

45,030FansSuka
0PengikutMengikuti
75PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan

Terkini