Pena Katolik- Yayasan Santo Martinus de Porres (Yayasan MDP) kembali melaksanakan pertemuan bulanan dengan tema “Pelatihan Kewirausahaan” bersama Rudy Suparman (President & CEO Star Energy) sebagai narasumber.
Pertemuan pada hari Minggu (30/10) pukul 19.00 – 21.00 WIB dilaksanakan melalui zoom meeting, dihadiri 35 orang peserta yang terdiri dari penerima beasiswa, Ketua Yayasan MDP, pendamping anak asuh, dan alumni penerima beasiswa.
Pertemuan itu Rudy mengatakan bahwa setiap orang yang mengerjakan segala sesuatu yang paling utama adalah memiliki ‘Tujuan’. Menurutnya tanpa tujuan, maka langkah seseorang tidak akan terarah.
“Coba adik-adik keluar rumah, baik itu dengan kendaraan atau jalan kaki, keluarlah tanpa tujuan, lihat seberapa lama kamu mampu bertahan, pasti akan cepat bosan,” ujar Rudy.
Kemudian Rudy juga menambahkan sesuatu yang perlu dilakukan tahap selanjutnya yakni memecah tujuan menjadi bagian-bagian yang lebih kecil agar bisa di-review sebagai tolak ukur dan evaluasi. Menurutnya hal terpenting selanjutnya yang harus dimiliki yakni wawasan.
“Kamu harus tahu hal apa yang kamu tidak tahu. Caranya bisa dengan memanfaatkan peluang yang ada. Ketika ada orang yang mobilnya rusak, bantu perbaiki, maka kamu memiliki pengetahuan baru tentang memperbaiki mobil, ” pungkasnya.
Pekerjaan dilakukan dengan hati
Hal mutlak yang wajib dimiliki untuk mencapai tujuan yaitu disiplin. Disiplin adalah latihan pembentukan diri. Disiplin artinya tekun mengerjakan sesuatu yang berulang-ulang tapi harus dikerjakan dengan baik. Sikat gigi tiap jam 7 pagi, itu salah satu aktifitas yang menuntut disiplin. Yang paling utama untuk mencapai tujuan, kamu harus mengerjakan segala sesuatu dengan hati, ‘Put your heart into the work’.
Setidaknya itulah gambaran yang Rudy sampaikan dalam materi singkat saat itu. Menurutnya pula pekerjaan yang dilakukan dengan hati akan sangat berbeda hasilnya dibandingkan bekerja tidak dengan hati. Rudy mengambil contoh, “Di negara Jepang, Ketika orang berbelanja maka belanjaan mereka akan dibungkus sedemikian rupa sehingga terlihat seperti kado, seperti hadiah istimewa yang akan dipersembahkan. Di Indonesia juga demikian. Orang beli gorengan juga dibungkus, tapi bedanya pengemasannya hampir seperti di remas-remas, itu seperti pekerjaan yang tidak pakai hati, seperti pekerjaan murahan yang sering dikeluhkan. Dari cara membungkus barang yang dijual ini contoh yang sangat simple, contoh yang memperlihatkan bekerja dengan hati atau tidak.
Selain dengan hati Rudy juga menggarisbawahi hal lainnya yang perlu diaplikasikan dalam berwirausaha yaitu kedisiplinan. Kebiasaan sederhana yang dapat melatih kedisiplinan salah satunya membuat barisan sebelum masuk kelas. Mungkin di SD masih diterapkan, tapi ketika sudah SMP dan SMA sudah tidak diterapkan lagi, mau masuk kelas sudah sesukanya saja.
Rudy mengatakan baris mengajarkan banyak hal, mengajarkan tentang urutan, disiplin, kesabaran, dan mengajarkan tentang hak orang lain. Bagian itu sudah tidak pernah diajakarkan di sekolah sekarang, namanya belajar budi pekerti, bagaimana memberi salam kepada orang yang lebih tua.
“Zaman sekarang masih ada gak yang mengucapkan ‘Selamat pagi’ kepada ayahnya?” tanya Rudy. Kemudian ia juga mengungkapkan bahwa sepertinya hal tersebut sudah tidak diajarkan kembali pada orang muda saat ini untuk itu seakan-akan bukan merupakan budaya lagi, padahal itu menurut Rudy adalah budayanya orang Asia, apalagi orang Indonesia.
Budaya tinggi dan disiplin antri
Budaya di Indonesia sebenarnya sudah cukup tinggi, misalnya di daerah manapun, ketika orang bertamu, pertanyaan utama yang sering ditanyakan pasti ‘Sudah makan belum?’, menurut Rudy itu adalah budaya Indonesia yang sangat tinggi. “Namun kalau mengantri, di kita dianggap remeh, padahal itu adalah akar dari disiplin,” tuturnya.
Ketika acara berlangsung, terdapat beberapa peserta yang bertanya kepada CEO Star Enery itu, salah satunya tentang alasan usaha bisa gagal. Rudy lalu mengambil contoh di kehidupan sehari-hari, tentang prinsip akuntansi yang disebut pencatatan terpisah antara harta dari si pemilik dengan harta dari tokonya.
“Ada seorang wirausaha buka toko, terus anaknya minta uang untuk beli gado-gado, Ibu itu buka laci lalu kasi uang ke anaknya. Ini kejadian sehari-hari kalau di Indonesia, sudah tidak ada lagi disiplin pencatatan, yang mana duit pemilik, yang mana duit usaha. Masalahnya cuma 1, disiplin dan itu harus dibenahi,” kata Rudy.
Di akhir acara, Rudy Suparman diberikan sertifikat sebagai bentuk apresiasi karena telah menjadi narasumber dalam pertemuan yang dilaksanakan malam itu.
By. Romanus Raflipidandi, Am.d