Pena Katolik- Belajar dari memusatkan perhatian pada relasi dengan segala makhluk, Fransiskus hendak memanggil kita keluar dari diri kita sendiri dan melepaskan rintangan dan ketakutan untuk menjadi anggota keluarga dengan ciptaan. Diambil dari Leonardo Boff dalam Ratapan Bumi, Jeritan Orang Miskin dituliskan demikian: “Kefransiskanan semesta tidak pernah akan mati… segala sesuatu membangun simfoni yang merdu. Allah adalah sang konduktor agung.”
Dalam tulisan ini sangat jelas bahwa ada langkah-langkah yang fundamental menuju persatuan dengan jalan Santo Fransiskus baik catat tentang dirinya yang bernyanyi bersama alam bahkan maut pun menjadi saudaranya. Semua yang menyangkut tema kefransiskanan seperti pertobatan, kelimpahan, keindahan dan kebaikan cinta Allah seolah mau menjelaskan betapa besarnya peranan kerendahan hati, sikap kemiskinan dan kesederhanaan.
Sikap-kita itu merujuk pada keserupaan dalam kemanusiaan yang nyata dan sungguh ada ditengah kehidupan bahkan yang lebih besar yakni menganggap semua ciptaan adalah keluarga. Santo Fransiskus lewat teladannya mau mengajak saudaranya bersama semua fransiskan-fransiskanes untuk menyanyikan lagu pujian bagi Sang Pencipta dalam kesatuan komunitas termasuklah didalamnya orang-orang miskin, tersisih, dan makhluk lain.
Dengan demikian nyanyian suka cita dan berkat itu dapat dirasakan bukan hanya sekedar ‘suara’ yang dikumandangkan tetapi suara yang saya maksudkan disini adalah nyanyian suara untuk Sang Pencipta yang diaplikasikan dalam tindakan. Dengan indra yang manusia miliki, melihat, merasa, mengecap, mendengar dan menopang mereka dengan perspektif (kaca mata) keindahan dan kebaikan. Sehingga cara serupa ini menjadi jejak-jejak damai yang sungguh-sungguh nyata bergandengan dengan kehadiran fransiskan. Oleh karenanya, nyanyian itu mengajarkan hidup secara bijaksana dalam bagian rumah di bumi kita tercinta. Nyanyian kebijaksanaan itupula yang mampu melampaui realitas (pengalaman) pahit di dunia.
Samuel/Pena Katolik