NEW YORK, Pena Katolik – Ketika Presiden Rusia Vladimir Putin memanggil sekitar 300.000 pasukan cadangan untuk mendukung perangnya di Ukraina, Sekretaris Negara Vatikan mengadakan pertemuan dadakan dengan menteri luar negeri Rusia, Sergei Lavrov.
Kardinal Parolin dan Lavrov bertemu di sela-sela Sidang Umum PBB, 22 September 2022. Mereka berjumpa di sela pertemuan tahunan para pemimpin dunia. Vatikan tidak mengeluarkan pernyataan resmi tentang pertemuan tertutup tersebut, tetapi Vatican News membuka artikelnya tentang pertemuan tersebut dengan kutipan terbaru dari Paus Fransiskus, mengatakan para pemimpin dunia harus selalu terlibat dalam dialog, “karena selalu ada kemungkinan bahwa dalam dialog kita bisa mengubah banyak hal.”
Kata-kata itu, yang diucapkan dalam penerbangan Paus kembali ke Roma dari Kazakhstan pekan lalu, merujuk pada misi diplomatik Takhta Suci, terutama terkait invasi Rusia ke Ukraina.
“Kardinal Pietro Parolin, Sekretaris Negara Vatikan, menawarkan bukti lebih lanjut dari prinsip panduan itu pada hari Kamis, ketika dia bertemu dengan Sergei Lavrov, Menteri Luar Negeri Rusia,” kata Vatican News.
Perjumpaan ini bahkan disampaikan dalam akun Twitter resmi Kementrian Luar Negeri Rusia. Dalam cuitan itu, Kementerian Luar Negeri Rusia menampilkan video perjumpaan antara Lavrov dan Parolin. Di mana keduanya berjabat tangan dan bertukar salam.
“Kami berterima kasih atas saran untuk mengadakan pertemuan ini,” Lavrov memberi tahu kardinal. “Kami menghargai upaya Anda dalam waktu yang tidak terlalu tenang ini.”
Sebelum video terputus, Lavrov terdengar mengungkapkan penghargaannya atas upaya kardinal untuk mempromosikan lebih banyak stabilitas, lebih banyak keadilan dan, tentu saja, supremasi hukum.
Dalam sebuah pernyataan yang diterbitkan setelah pertemuan itu, kementerian luar negeri Rusia mengatakan Lavrov “menjelaskan alasan krisis yang sedang berlangsung dalam hubungan antara Rusia dan Barat. Lavrov menyalahkan “perang salib” NATO untuk menghancurkan Rusia dan membagi dunia.
Lavrov mengatakan kepada Parolin bahwa langkah-langkah yang diambil oleh Rusia dirancang untuk memastikan kemerdekaan dan keamanan, serta untuk melawan aspirasi hegemonik Amerika Serikat untuk mengendalikan semua proses global.
Dewan Keamanan PBB
Suasana diplomasi dalam pertemuan Lavrov dengan Kardinal Parolin berbeda dengan pertemuan di dalam Dewan Keamanan PBB, yang dihadiri Lavrov. Ketika Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken menuduh pasukan Rusia melakukan penyiksaan dan pembunuhan warga sipil di wilayah Ukraina yang mereka duduki. Sementara itu, Lavrov menuduh militer Ukraina membunuh warga sipil di wilayah berbahasa Rusia di Ukraina Timur “dengan impunitas”.
Pada pertemuan itu juga, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyebut rencana Moskow untuk menggelar referendum untuk bergabung dengan Rusia di empat wilayah pendudukan Ukraina sebagai “pelanggaran terhadap piagam PBB, dan hukum internasional serta preseden”.
Referendum – di wilayah Luhansk, Donetsk, Kherson dan Zaporizka – sedang berlangsung akhir pekan ini. Para ahli mengatakan bahwa pencaplokan Rusia atas daerah-daerah itu dirancang untuk membuat Ukraina ragu-ragu melanjutkan upayanya untuk membebaskan mereka, karena akan dianggap menyerang wilayah Rusia, daripada hanya mempertahankan tanah Ukraina. Ada yang mengatakan bahwa bersamaan dengan itu, Putin telah menggunakan bahasa yang pada dasarnya merupakan ancaman terselubung untuk mempertahankan wilayah dengan cara apa pun, termasuk penggunaan senjata nuklir. Pada hari Rabu, di Audiensi Umum, Paus Fransiskus menekankan bagaimana dalam “perang tragis” ini beberapa orang “berpikir tentang senjata nuklir,” menyebut senjata ini sebagai “kegilaan”.