Minggu, Desember 22, 2024
29.9 C
Jakarta

Peresmian Uskup Agung Merauke, Mgr Petrus Canisius Mandagi MSC

Kardinal Suharyo, rombongan para uskup dan imam bersama para penari di Bandara Mopah. Dok. HIDUP

MERAUKE, Pena Katolik – Hari ini di Merauke, Papua akan diadakan Misa Possesio Canonica ‘peresmian’ atau disebut juga pengukuhan Uskup Agung Merauke, Mgr. Petrus  Canisius Mandagi, MSC di Katedral St. Fransiskus Xaverius, Minggu, 7 Agustus 2022, pada pukul 16.00 WIT.

Misa Possesio Canonica ini dihadiri oleh Uskup Agung Jakarta, Kardinal Ignatius Suharyo dan Duta Besar Vatikan untuk Indonesia, Mgr. Piero Pioppo. Selain itu, momen ini juga dihadiri beberapa uskup di antarnaya, Uskup Maumere, Mgr. Ewaldus Martinus Sedu, Uskup Tanjung Selor, Mgr. Paulinus Yan Olla, MSF, Uskup Amboina, Mgr. Seno Ngutra, dan Uskup Agung Emeritus Palembang, Mgr. Aloysius Sudarso, SCJ, Uskup Weetebula, Mgr. Edmund Woga, CSsR, Uskup Agast, Mgr. Aloysius Murwito, OFM, dan Sekretaris Ekskutif Komisi Komsos KWI Romo Antonius Steven Lalu.

Mgr. Petrus Canisius Mandagi MSC lahir 27 April 1949. Ia diangkat menjadi Uskup Agung Merauke pada 11 November 2020. Sebelumnya, ia adalah Uskup Amboina yang terpilih pada 10 Juni 1994.

Mgr. Mandagi menjalani pendidikan sekolah dasar di SD Katolik Kamangta sejak tahun 1954 hingga tamat 1960. Setelah lulus, ia meneruskan pendidikan di Seminari Menengah Kakaskasen, Tomohon hingga tahun 1967, dilanjutkan dengan pendidikan filsafat dan teologi di Seminari Tinggi Pineleng, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara hingga tahun 1975.

Ia ditahbiskan menjadi imam pada tanggal 18 Desember 1975 di Manado. Setelah tahbisan, ia diangkat menjadi socius sekaligus pembina para calon anggota tarekat MSC di Karanganyar sejak 1976 hingga 1977. Ia kemudian ditugaskan Pastor Paroki Gereja Bunda Hati Kudus, Kemakmuran, Jakarta hingga tahun 1978.

Ia kembali menjalani studi, kali ini di Leuven, Belgia sejak tahun 1978 hingga 1981, dan meraih gelar MA dalam Studi Keagamaan pada tahun 1979 dan Lisensiat dalam Teologi Dogmatik pada tahun 1981. Sekembalinya ke Indonesia, ia ditugaskan menjadi dosen dogmatik di Seminari Tinggi Pineleng hingga tahun 1990. Antara tahun 1981 hingga 1982, ia juga kembali bertugas sebagai socius sekaligus pembina calon imam MSC, dan pada tahun 1982 hingga 1990 ia menjadi superior pembina Skolastikat MSC.

Sejak 1990 hingga 1994, ia menjadi Provinsial Provinsi MSC Indonesia. Pada 10 Juni 1994, Mgr. Mandagi ditunjuk oleh Paus Yohanes Paulus II untuk meneruskan kepemimpinan Mgr. Andreas Peter Cornelius Sol, M.S.C. di Keuskupan Amboina. Pada 18 September 1994, Mgr. Sol kemudian menjadi Penahbis Utama baginya, dengan didampingi oleh Uskup Auksilier Amboina bergelar Uskup Tituler Apisa Maius, Mgr. Josephus Tethool, M.S.C. dan Uskup Auksiler Ujung Pandang bergelar Uskup Tituler Amantia, Mgr. Johannes Liku Ada’.

Possesio Canonica

Menurut hukum gereja, seorang uskup tidak boleh memikul tugas jabatannya sampai dia mengambil apa yang disebut “Possesio Canonica” dari keuskupannya. Dia mengambil kepemilikan selama upacara pelantikan, yang menurut KHK, harus terjadi dua bulan setelah dia menerima surat pengangkatan apostolik.

Sebagaimana ditentukan dalam Kanon 382, ​​”Seorang uskup mengambil kepemilikan kanonik dari sebuah keuskupan ketika ia secara pribadi atau melalui kuasanya telah menunjukkan Surat Apostolik di keuskupan yang sama kepada kolegium konsultor di hadapan kanselir kuria, yang mencatat peristiwa itu.”

Lebih lanjut, kanon mencatat, “Sangat disarankan agar pengambilan kepemilikan kanonik dilakukan dalam tindakan liturgi di Gereja Katedral dengan klerus dan orang-orang berkumpul bersama.” Tepat setelah upacara pembukaan perayaan pelantikan, “Nunsius Kepausan akan membacakan mandat apostolik,” kata Pastor Robert Kennedy, yang memimpin komisi liturgi keuskupan. Kemudian seorang diakon atau imam akan memperlihatkan surat itu terlebih dahulu kepada para imam dan konsultor diosesan.

Nunsius Kepausan kemudian akan secara singkat mempertanyakan penunjukan uskup mengenai kesediaannya untuk menerima penunjukan kepausan dan untuk melayani “orang-orang dari keuskupan ini dalam tradisi iman Apostolik Gereja.” Ketika uskup yang ditunjuk menerima tanggung jawab untuk menggembalakan keuskupan, dia akan dibawa ke catedra, atau kursi uskup, di mana dia akan menerima tongkat gembala dan mitranya, tanda-tanda bahwa dia telah mengambil alih sebuah keuskupan.

Komentar

Tinggalkan Pesan

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terhubung ke Media Sosial Kami

45,030FansSuka
0PengikutMengikuti
75PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan

Terkini