31 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Mengapa Ibu Kota Negara Harus Dipindah

BERITA LAIN

More
    Uskup Agung Pontianak, Mgr. Agustinus Agus saat memberikan kenang-kenangan kepada Charil Abidin dalam Seminari di Rumah Retret Anjongan, Mempawah, Kalimantan Barat. Pena Katolik/Samuel.

    ANJONGAN, Pena Katolik – Pemindahan Ibu Kota Negara menjadi tema dalam seminar yang diadakan Keuskupan Agung Pontianak di Rumat Retret St Johanes Paulus II Anjongan, 19-23 April 2022. Pada hati pertama, Staf Khusus Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Chairil Abdini menjelaskan sejumlah alasan pemindahan Ibu Kota Negara. Chairil datang menggantikan Menteri Bapennas, Suharso Manoarfa.

    Awalnya, Chairil menyampaikan beberapa wacana perpindahan ini, dimulai pada 1957 dalam pemerintahan Soekarno. Alasan pertamanya dimulai pada momen di mana Peresmian pembangunan awal kota Palangkaraya pada tahun 1957. Momen ini disebut-sebut sebagai langkah awal Presiden Soekarno untuk menjadikannya ibukota negara. Presiden Soekarno ingin memiliki ibukota negara sendiri (bukan peninggalan kolonial Belanda).

    Kemudian lanjut pada masa pemerintahan Soeharto pada 1990. Di masa pemerintahan Presiden Suharto berkembang wacana pemindahan ibukota mengarah ke wilayah Kecamatan Jonggol, Kabupaten Bogor. Pada tahun 1997 diterbitkan Keppres no.1 Tahun 1997 tentang Koordinasi Pengembangan Kawasan Jonggol sebagai Kota Mandiri.

    Sedangkan pada tahun 2010 yaitu di masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yodhoyono justru berkembang tiga skenario diantaranya: pertama, mempertahankan Jakarta sebagai ibukota; kedua, membangun ibukota baru; ketiga Ibukota tetap di Jakarta dan pusat pemerintahan dipindahkan ke tempat lain, di Jawa atau di luar Jawa.

    Kemudian di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo inilah gagasan pemindahan ibukota kembali muncul. Saat itu, Presiden Jokowi menunjuk Bappenas untuk membuat kajian tentang pemindahan ibukota ke luar Jawa. Di mana, Palangkaraya disebut sebagai salah satu kandidat.

    “Dari beberapa lokasi yang dikaji Bappenas akhirnya Presiden Jokowi memilih lokasi di Kalimantan Timur,” kata Chairil Abdini yang hadir menggantikan Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa.

    Sebelum di awal seminar, Uskup Agung Pontianak, Mgr. Agustinus Agus menyampaikan pada sejumlah peserta yang terlibat dalam seminar itu untuk menggunakan semaksimal mungkin. Ia berharap, pemaparan dari Kementrian Bapennas ini dapat memberi gambaran bagi Gereja di Kalimantan akan arti penting pemindahan IKN di Pulau Kalimantan. Ia juga bersyukur dengan adanya seminar ini, paling tidak ada gambaran tentang IKN yang masih saja hangat diperbincangkan.

    Aspek-aspek yang dipertimbangkan

    Rencana ini kemudian ditindaklanjuti oleh Mentri Bappenas dengan mengkaji setidaknya ada tiga pokok kajian untuk mematangkan perencanaan tersebut yang mencakup aspek manajemen ekonomi, sosial dan lingkungan.  Chairil kemudian juga menjelaskan setidaknya ada aspek yang krusial yaitu pada aspek politik dimana salah satu alasan dari aspek politik itu menyatakan karena tren kegiatan ekonomi dan penduduk cenderung terkonsentrasi di pulau Jawa maka kondisi ini memberi kesan pembangunan di Indonesia berorientasi Jawa Sentris.

    Setelah itu, dalam Sidang Bersama DPD RI dan DPR RI, di Ruang Rapat Paripurna, Gedung Nusantara MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Jumat, 16 Agustus 2019, Presiden Joko Widodo menegaskan rencana pemindahan ibu kota negara ke Pulau Kalimantan.

    Lanjut dari itu, Chairil Abdini juga menyampaikan tentang aspek legal. Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Puan Maharani menerima Surat Presiden tentang Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara (RUU IKN) dari Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Surpres tersebut diantar langsung oleh Menteri Sekretaris Negara Pratikno dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Nasional Suharso Monoarfa ke DPR pada Rabu, 29 September 2021. Selanjutnya RUU IKN secara resmi mulai dibahas oleh Pansus IKN pada masa persidangan II tahun sidang 2021-2022 tepatnya pada tanggal 7 Desember 2021 dengan melaksanakan rapat kerja dengan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas), Menteri Keuangan, Menteri ATR BPN, Menteri Dalam Negeri, serta Menteri Hukum dan HAM.

    Kemudian Rapat Paripurna DPR RI tanggal 18 Januari 2022 yang dipimpin oleh Ketua DPR RI Dr. (H.C) Puan Maharani menyetujui pengesahan Rancangan Undang-Undang tentang Ibu Kota Negara (RUU IKN). Dalam rapat paripurna tersebut seluruh Fraksi di DPR RI kecuali PKS menyatakan persetujuannya terhadap RUU IKN untuk menjadi undangundang.

    “Dengan diundangkannya UU No.3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara, maka pemindahan Ibu Kota Negara telah memiliki landasan hukum (legal),” kata Chairil Abdini  dalam menjelaskan aspek legal.

    Fungsi Eksekutif

    Chairil Abdini  menjelaskan perpindahan ke Ibu Kota Nusantara adalah Lembaga Negara yang menjalankan fungsi eksekutif, legislatif, dan yudikatif di tingkat pusat, serta lembaga lain sebagaimana ditentukan dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan undang-undang.

    Kemudian Pemerintah Pusat menentukan Lembaga Pemerintah Non kementerian, Lembaga Non struktural, lembaga pemerintah lainnya, dan aparatur sipil negara yang tidak dipindahkan kedudukannya ke Ibu Kota Nusantara. (Pasal 22 UU No.3/2022).

    Ibu Kota Nusantara berfungsi sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia yang menjadi tempat penyelenggaraan kegiatan pemerintahan pusat, serta tempat kedudukan perwakilan negara asing dan perwakilan organisasi/lembaga internasional. (Pasal 5 UU No.3/2022).

    Menjawab pertanyaan terkait bagaimana pemindahan ibukota dilakukan yakni merujuk pada Pasal 22 UU No.3/2022. Lembaga Negara berpindah kedudukan serta menjalankan tugas, fungsi, dan peran secara bertahap di Ibu Kota Nusantara. Pemindahan kedudukan lembaga Negara secara bertahap dilakukan berdasarkan Rencana Induk Ibu Kota Nusantara.

    Samuel – Pena Katolik

    RELASI BERITA

    Tinggalkan Pesan

    Please enter your comment!
    Please enter your name here

    - Advertisement -spot_img

    BERITA TERKINI