JAKARTA, Pena Katolik – Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mendesak kelompok-kelompok Islam untuk tidak menargetkan restoran dan warung kaki lima di siang hari selama bulan suci Ramadhan. MUI mengatakan, pada 28 Maret 2022, bahwa gerai makanan tidak boleh dipaksa tutup. Umat Islam juga diminta menghormati mereka yang tidak berpuasa.
Seruan itu menyusul upaya pelarangan restoran, kafe, dan warung buka siang hari selama Ramadhan yang terjadi di Bekasi.
“Restoran dan warung makan, bagaimanapun, harus mengatur diri sendiri sehingga tidak ada ketidaknyamanan bagi mereka yang berpuasa dan yang tidak,” kata Sekjen MUI, Amirsyah Tambunan.
Menurutnya, pedagang harus bisa berjualan makanan selama Ramadhan untuk membantu keluarga mereka yang menderita secara ekonomi akibat pandemi Covid-19.
“MUI tidak melarang orang menjual makanan selama bulan suci Ramadhan,” katanya.
Umat Muslim di Indonesia berpuasa dari pukul 4.30 pagi hingga enam sore selama bulan Ramadhan. Ramadhan tahun ini dimulai pada 2 April dan diakhiri dengan hari raya Idul Fitri pada 2-3 Mei. Puasa selama Ramadhan, bulan kesembilan dalam kalender Islam, adalah wajib bagi semua Muslim dewasa kecuali mereka yang sudah lanjut usia, sakit atau bepergian.
Bonar Tigor Naipospos, Wakil Ketua Setara Institute for Democracy and Peace, menyambut baik seruan MUI tersebut.
“Ini adalah langkah baik yang akan membantu memperkuat toleransi antar agama yang berbeda di Indonesia,” kata Naipospos 29 Maret 2022.
Setiap upaya kelompok garis keras untuk memaksa gerai makanan tutup harus segera ditangani, katanya.
Romo Antonius Suyadi, Ketua Komisi Ekumenis dan Antar Umat Beragama Keuskupan Agung Jakarta, juga menyambut baik seruan tersebut.
“Ini menunjukkan rasa hormat terhadap agama lain,” kata Pastor Suyadi.
Namun, Romo Yadi juga menekankan, bahwa umat Katolik juga harus menghargai dan menghormati saudara-saudara Islam yang sedang berpuasa.
“Umat Katolik, juga harus menghormati saudara dan saudari Muslim kita dan memberi mereka dukungan timbal balik selama Ramadhan.”