LARANTUKA, Pena Katolik – Uskup Larantuka Mgr. Fransiskus Kopong Kung meniadakan dan membatalkan seluruh perayaan devosional Semana Santa tahun 2022. Pembatalan ini tertuang dalam surat yang ia keluarkan tertanggal 18 Maret 2022.
Mgr. Fransiskus menjelaskan, alsan pembatalan ini dikarenakan pandemi COVID-19 dan meningkatnya kasus positif corona di Kabupaten Flores Timur dan Kabupaten Lembata. Di kedua kabupaten ini situasi Covid-19 berada pada level 3 secara nasional. Maka demi kepentingan keselamatan dan kesehatan seluruh warga masyarakat kita, Semana Santa tahun ini kembali ditiadakan Semana Santa di Larantuka, Konga, Wure pada tahun ini.
“Termasuk juga paroki-paroki yang sudah ada kebiasaan tradisi ini. Tidak diadakan prosesi Jumat Agung dan prosesi Alleluya di Larantuka, Konga, dan Wureh,” ungkap Uskup Larantuka.
Perayaan Liturgi Pekan Suci di gereja tetap dirayakan seperti biasa, dengan tetap menerapkan protokol kesehatan yang ketat, seperti memakai masker, mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, atau dengan hand sanitizer, jumlah umat 50 % dari kapasitas tempat duduk di gereja, dan menjaga jarak tempat duduk 1 meter. Mgr. Fransiskus juga menyampaikan, paroki boleh mengatur memperbanyak kesempatan misa, agar sebanyak mungkin umat boleh hadir dalam perayaan-perayaan suci.
Dengan pembatalan ini, maka tercatat sudah tiga tahun Prosesi Semana Santa tidak di adakan di Keuskupan Larantuka. Padahal, prosesi ini sebelumnya menjadi perayaan besar yang diikuti ribuan umat dari berbagai daerah bahkan dari luar Provinsi Nusa Tenggara Timur.
“Memang sudah tiga tahun berturut-turut kita tidak merayakan Semana Santa menurut tradisi kita. Meskipun secara ritual devosional kita tidak melakukannya, tetapi hal tersebut tidak mengurangi makna dari tradisi kita,” ungkap Mgr. Fransiskus.
Meski begitu, ada harapan umat dapat memaknai Paskah secara lebih rohaniah, lebih mendalam terhadap misteri iman dan keselamatan. Mgr. Fransiskus mengajak umat untuk tetap memaknai Paskah sebagai peristiwa keselamatan seluruh dunia, Yesus Tuhan dan Juru Selamat, rela berkorban, menderita sengsara dan wafat di kayu salib.
Ditambahkan Mgr. Fransiskus, situasi konkrit saat ini juga menghendaki kita rela berkorban, mau menderita, bekerjasama dengan semua pihak, untuk mengatasi pandemi virus corona, demi keselamatan semua orang, termasuk diri kita.
“Jadi dengan tidak menjalankan tradisi Semana Santa sebagaimana biasa pada saat ini, adalah juga merupakan bagian dari pengorbanan kita, bagian dari ekspresi iman dan kerja sama kita dalam upaya mengatasi pandemi virus corona,” Mgr. Fransiskus.