Jumat, November 22, 2024
29.4 C
Jakarta

15 Tahun di Papua, Masa Paling Berharga bagi Mgr. F. X. Hadisumarto OCarm

Uskup Emeritus Manokwari Sorong, Mgr. F. X. Hadisumarta OCarm. IST

JAKARTA, Pena Katolik – Mgr. Fransiscus Xaverius Sudartanta Hadisumarta, O.Carm. meninggal dunia  pada pukul 03.31, hari ini,  Sabtu, 12 Februari 2022. Mgr. Hadisumarto semasa hidup pernah berkarya sebagai Uskup Malang namun kemudian dipindahtugaskan sebagai Uskup Manokwari Sorong.

Selama 15 tahun berkarya di Keuskupan Manokwari Sorong, ini diakui sebagai waktu paling berharga bagi Mgr. Hadisumarto. Di sini, ia belajar banyak. Meski ada keterbatasan, ia belajar banyak memahami orang lain dengan budaya yang berbeda.

Tidak mudah bagi Mgr. Hadisumarto untuk menerima tugas ini. Papua tahun 1988 tentu kondisinya belum seperti sekarang, apalagi di daerah Manokwari Sorong. Penugasaan yang ia terima ini sebenarnya bukan atas dasar penunjukkan. Mgr. Hadisumarta sendiri yang merelakan diri dan bersedia dipindahtugaskan untuk menjadi Uskup Manokwari Sorong.

Begitulah, setelah mendengar kesediaan Mgr. Hadisumarta, surat tugas untuk menjadi Uskup Manokwari Sorong lalu dikeluarkan oleh Paus Yohanes Paulus II. Setelah 15 tahun menjadi Uskup Malang, sejak 16 Juli 1973, ia menerima penugasan sebagai Uskup Manokwari Sorong sejak 5 Mei 1988.

Mgr. Hadisumarta menyampaikan surat pengunduran diri sebagai Uskup Manokwari Sorong dan pada 30 Juni 2003, ia mengakhiri tugas sebagai Uskup Manokwari Sorong.

Di Keuskupan Manokwari Sorong ini, Mgr. Hadisumarta menceritakan pergulatannya dalam menjadi gembala. Sebagai imam, di sinilah ia belajar, bahwa ia tidak dapat memakai pendapatnya pribadi sebagai sesuatu yang mutlak.

“Saya semakin yakin bahwa saya tidak dapat mengungkapkan pendapat saya pribadi sebagai mutlak, dibutuhkan penyesuaian diri dengan kebudayaan tiap-tiap bangsa.

Pengalamannya di Jawa, Sumatera, dan Papua memperkaya. Ia menyadari begitu penting menghargai pandangan orang lain. Ia meyakini selama tugas ini, tugasnya sebagai imam untuk mewartakan Injil.

Selama 15 tahun di Papua ini, Mgr. Hadisumarta menyadari bahwa ia didik untuk hidup lebih dewasa. Ia melihat kondisi daerah yang sangat berbeda di Jawa. Di saat mengakhiri tugasnya, ia melihat ada perkembangan pembangunan di sana.

Mgr. Hadisumarta melihat, dasar harga diri orang Papua sangatlah tinggi. Sesuatu yang sulit adalah pertentangan antara harga diri dan kerendahan hati ini.

“Allah tidak ingin manusia meninggalkan harga diri, tetapi di sisi lain, manusia juga harus rendah hati di hadapan Tuhan,” juarnya suatu kali.

Mgr. Hadisumarta menyadari memang sulit untuk menghilangkan budaya ini pada masyarakat Papua. Kesediaan untuk menerima perbedaan, terutama dengan budaya di luar Papua menjadi kunci. Di masa yang semakin maju, sekat-sekat antara masyarakat di Papua dan di daerah lain semakin terkikis. Mereka semakin mudah menerima orang dari luar Papua.

“Masyarakat Papua harus semakin diajak berpikir lebih luas, lebih Indonesia,” ujarnya pada pada sebuah wawancara menjelang ulang tahunnya ke 87 tahun 2020.

Di masa pension, Mgr. Hadisumarta ditugaskan di Paroki Maria Bunda Karmel Tomang, Keuskupan Agung Jakarta. Di masa purna tugas ini, ia masih setia menulis renungan untuk Malajah Hidup.

Komentar

Tinggalkan Pesan

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terhubung ke Media Sosial Kami

45,030FansSuka
0PengikutMengikuti
75PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan

Terkini