Kamis, Desember 19, 2024
27.1 C
Jakarta

Semua Berawal dari Singkawang





Bruder Rufinus van Dal

KAPAL Johan de Wit berlayar dari Belanda menuju timur jauh, tepatnya di sebuah pulau di Nusantara pada 26 April 1924. Tujuan kapal itu adalah ke West Borneo. Pulau yang saat itu menjadi salah satu “jajahan” Belanda. Di dalam kapal itu, Bruder Rufinus van Dal bersama Bruder Bertrandus, Bruder Edmundus, dan Bruder Gonzaga.

Barang kali, keberadaannya saat itu tidak ada yang memperhatikan, selain dia adalah seorang Bruder Misionaris Maria Tak Bernoda (MTB). Siapa sangka, kehadirannya di Borneo, kelak akan menjadi salah satu peletak dasar kekatolikan di Kalimantan hingga kini.

Tiba di Singkawang

Tiba di West Borneo, Bruder Rufinus lalu ditempatkan di Singkawang. Tugas pertamanya adalah mengajar di da­lam gedung sekolah yang sangat sederhana dan kecil. Sekolah ini merupakan sumbangan dari Paroki St. Dyonisius di Tilburg, Belanda, tempat kelahirannya. Pada tahun 1926, ia pindah ke HCS di Pontianak.

Seperti saudara-saudaranya Bruder Rufinus berbakat musik. Suaranya merdu dan sebab itu menjadi pemimpin kor gereja. Bakat inilah yang kelak berguna juga saat ia bekerja di Kalimantan.

Di masa muda, Bruder Rufinus adalah anak yang halus dengan kulit yang agak berwarna sawo matang. Ia berparas tampan dengan lekukan kecil di kedua pipinya, kemudian juga di dagunya. Sejak usia muda juga, Bruder Rufinus sudah menunjukkan sikap bertakwalah dan saleh. Oleh ibunya, ia dididik untuk bersopan santun kepada siapa pun, seperti kebanyakan anak pada waktu itu. Sikap ramah dan sopan ini juga yang mempengaruhi karyanya di Singkawang dan tempat-tempat karyanya yang lain.

Tiga Terpanggil

Bruder Rufinus lahir di Tilburg pada tanggal 28 Oktober 1890. Ia dipermandikan di Gere­ja St. Dyonisius di Goirle-Tilburg dan diberi nama Arnoldus Josephus Maria. Nama panggilannya Noutje. Kedua orangtuanya adalah Bernadine Mannaerts dan Bernardus van Dal. Noutje adalah sulung dari delapan bersaudara, semuanya laki-laki. Dari delapan bersaudara, tiga orang masuk biara dan menjadi Bruder Kongregasi MTB di Huijbergen. Selain dia, dua yang lain adalah Bruder Winfridus, dan Bruder Borromeus.

Tahun 1921, Bruder Winfridus sebenarnya sempat diustus mendahului kakaknya untuk berlayar ke Borneo. Namun, rencan ini gagal karena ia sakit maag harus dioperasi. Saudara yang akhirnya menyusul Bruder Rufinus adalah Bruder Borromeus yang diutus ke Kalimantan Barat dari tahun 1946 sampai 1971.

Di masa muda, keluarga van Dal memiliki mata pencaharian dengan membuka toko roti yang sekaligus juga warung kopi dan penginapan. Tempat ini biasa dimanfaatkan petani-petani dari sekitar Sungai Bergse Maas untuk dapat menginap, supaya keesokan paginya dapat menjual kentang, apel, pir dan sayurnya di pasar.

Masuk Biara

Noutje mulai masuk biara tahun 1906 dan disusul Sjef setahun setelahnya. Pada tanggal 24 Agustus 1907 si Noutje menerima jubah dan diberikan nama Bruder Rufinus. Pada tanggal 4 September 1909, ia mengikrarkan kaul pertama dalam kongregasi MTB sedangkan kaul kekal ia ikrarkan pada tanggal 2 September 1911.

Bruder Rufinus sempat belajar di Sekolah Guru St.Fran­siskus, Bergen op Zoom. Ia lulus tanggal 20 A­pril 1911. Pada tgl 24 Agustus 1915, ia memperoleh ijazah “Hoofd Akte” dan kemu­dian pada tanggal 8 Agustus 1923 Ijazah Bahasa Perancis. Sesudah memperoleh ijazah guru, Bruder Rufinus langsung ditugaskan sebagai guru di Sekolah St. Maria di Huybergen. Sesudah satu tahun mengajar di St. Maria, beliau ditugaskan di SD di Hoogstraat di Bergen op Zoom.

Bekal pendidikan guru ini kelak menjadi dasar bagi karya Bruder Rufinus di Kalimantan. Kini setelah sekian tahun, karya Bruder Rufinus telah berkembang. Sekolah-sekolah Katolik yang tersebar di Kalimantan Barat, sedikit banyak adalah buah dari “benih-benih” yang disebar Bruder Rufinus selama karyanya.Samuel (Pena Katolik)

Komentar

Tinggalkan Pesan

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terhubung ke Media Sosial Kami

45,030FansSuka
0PengikutMengikuti
75PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan

Terkini