Sabtu, Juli 27, 2024
26.1 C
Jakarta

Hukuman Suu Kyi Diperberat

Masyarakat Myanmar yang protes atas kudeta militer di negara itu. IST

PENGADILAN Myanmar pada hari Senin menjatuhkan hukuman empat tahun penjara kepada pemimpin terguling Aung San Suu Kyi. Dakwaan ini dijtatuhkan ketika Paus Fransiskus menyesalkan situasi di negara Asia Tenggara itu.

Myanmar berada dalam kekacauan sejak kudeta militer 1 Februari 2021 yang menggulingkan Suu Kyi dan pemerintah sipilnya yang terpilih secara demokratis. Ini menyebabkan protes dan pemogokan yang meluas dan menandai berakhirnya 10 tahun reformasi menuju pemerintahan demokratis setelah beberapa dekade pemerintahan militer yang keras.

Beberapa jam kemudian pada hari Senin, Paus Fransiskus menyatakan kesedihan atas krisis yang terus berlanjut di Myanmar.

“Dialog dan persaudaraan semakin dibutuhkan untuk menangani secara bijaksana dan efektif krisis yang selama hampir satu tahun ini telah mempengaruhi Myanmar,” kata Paus dalam pidato tahunannya kepada korps diplomatik di Vatikan.

Hukuman terhadap Suu Kyi tampaknya berasal dari saat tentara menggeledah rumahnya pada hari kudeta. Polisi mengatakan menemukan enam walkie-talkie yang diimpor secara ilegal.

Sebelumnya pada 6 Desember, pengadilan Myanmar menjatuhkan hukuman 2 tahun penjara kepada Suu Kyi karena menghasut orang dan melanggar undang-undang. Dengan vonis terakhir, hukuman penjaranya bertambah.

Sejak kudeta militer hampir setahun yang lalu, dia telah ditahan atas sekitar selusin dakwaan, yang semuanya digabungkan dengan hukuman maksimum lebih dari 100 tahun penjara. Perempuan 76 tahun itu membantah semua tuduhan.

Persidangan hari Senin di ibukota ditutup untuk media, dan pengacara Suu Kyi dilarang berkomunikasi dengan media dan publik. Peraih Nobel Perdamaian 1991 itu tampak tenang ketika putusan dibacakan pada hari Senin.

Militer belum mengungkapkan di mana Suu Kyi, yang menghabiskan bertahun-tahun di bawah tahanan rumah di bawah pemerintahan militer sebelumnya. Ia mengklaim dia sedang diberikan proses hukum oleh pengadilan independen yang dipimpin oleh seorang hakim yang ditunjuk oleh pemerintahannya sendiri.

Kelompok-kelompok hak asasi manusia mengecam tuduhan dan hukuman itu sebagai “lelucon” dan “sirkus ruang sidang”. Amnesty International mengatakan Senin di Twitter bahwa hukuman baru itu adalah “tindakan terbaru dalam pengadilan yang lucu terhadap pemimpin sipil”. (Antonius E. Sugiyanto)

Komentar

Tinggalkan Pesan

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terhubung ke Media Sosial Kami

45,030FansSuka
0PengikutMengikuti
75PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan

Terkini