Sabtu, Desember 28, 2024
26.3 C
Jakarta

Profil Keuskupan Amboina

Administrator Amboina Mgr P C Mandagi MSC. IST

Keuskupan Amboina merupakan keuskupan sufragan dari Keuskupan Agung Makassar. Wilayahnya meliputi seluruh provinsi Maluku dan Maluku Utara dengan luas wilayah 78.896km² dan berpusat di Ambon, Maluku. Umat Keuskupan Amboina diperkirakan mencapai 120.000 jiwa.

Sejarah Keuskupan Amboina dimulai sejak didirikan Prefektur Apostolik Nugini Belanda pada tanggal 22 Desember 1902 yang memisahkan diri dari Vikariat Apostolik Batavia. Wilayah Gerejawi ini lalu ditingkatkan menjadi Vikariat Apostolik Nugini Belanda pada tanggal 29 Agustus 1920 dan berganti nama menjadi Vikariat Apostolik Amboina pada tanggal 12 Mei 1949. Seiring dimulainya hierarki di Indonesia wilayah Gerejawi ini lalu ditingkatkan menjadi Keuskupan Amboina pada tanggal 3 Januari 1961.

Pembaptisan Pertama

Perisiwa pembaptisan beberapa penduduk asli dan seorang kepala desa oleh Baltasar Veloso, ipar dari Sultan Hairun, terjadi pada tahun 1534 di Mamuya, Galela, Halmahera Utara. Peristiwa ini merupakan peristiwa pembaptisan pertama yang terjadi di wilayah Kevikepan Maluku Utara. Adapun peristiwa pembaptisan pertama masyarakat Maluku di wilayah Kevikepan Ambon terjadi pada tahun 1538 saat setidaknya 400 warga Ternate datang ke Hative untuk dibaptis oleh misionaris Portugis.

Beberapa waktu setelah 14 Februari 1546, Fransiskus Xaverius singgah di Hative dan membangun sebuah kapel. Datangnya Fransiskus Xaverius di tahun 1546 sempat membuat Sultan Hairun terkesima dan mempertimbangkan niatnya untuk menjadi Katolik meskipun, pada akhirnya, ia mengurungkan niat tersebut karena, menurutnya, Kristen dan Islam menyembah Tuhan yang sama.

Keuskupan Amboina

Pergolakan politik antara Portugis dengan sejumlah Kesultanan di Maluku Utara membuat karya misi Yesuit terhambat pada tahun 1573, terutama setelah terbunuhnya Sultan Hairun pada tahun 1570. Adapun gereja terakhir yang masih eksis pada tahun 1576 hanyalah gereja yang terletak di Kevikepan Ambon dan Kepulauan Sangihe. Karya Gereja Katolik berakhir pada tahun 1605 manakala pendudukan VOC membubarkan pendudukan Portugal di Ambon.

Missi dari Keuskupan Agung Manila sempat singgah di Ternate pada 1606 namun tidak berjalan dengan lancar. Pada tahun 1606 dan 1610, sejumlah misionaris dari Ordo Fransiskan dan Dominikan datang dan membangun Gereja di Ternate. Datangnya misionaris Fransiskan dan Dominikan menciptakan persaingan di antara misionaris Fransiskan dengan misionaris Yesuit. Sulitnya misi di Keuskupan Amboina membuat misi di Moro terhenti pada tahun antara tahun 1613 atau 14.

Aktif Kembali

Catatan misi pertama setelah pencabutan larangan bermisi dari pemerintah Belanda terjadi pada tahun 1888 dan 1889. Pada saat itu, Serikat Yesuit membangun dua stasi di Langgur dan Kota Tual sebagai titik persiapan masuknya Injil ke Tanah Papua sebelum dikunjungi oleh Matthias Neijens, M.S.C, pada tahun 1904 untuk daerah Fakfak dan 1905. Pembaptisan pertama di Kevikepan Kei Kecil terjadi di Bulan Agustus 1889. Peristiwa tersebut terjadi tak hanya karena ada persetujuan dari Badan Permusyawaratan Desa (BPD) semata tetapi juga karena ada dorongan dari Dewan Desa tersebut. Dorongan dan persetujuan untuk melakukan pembaptisan di Gereja Katolik juga terjadi di Desa Faan dan Kelurahan Pulau Duroa (1890), Dusun Iso dan Dusun Rewav, Desa Rewav (1892),[18] Kolseer/Kolser, Rumadian, Namar, dan Ngilngof (1894).

Kembali aktifnya Keuskupan Amboina juga dimanfaatkan oleh R.P. Cornelis Le Cocq d’Armandville, S.J. Setelah bermisi di Sikka, Keuskupan Maumere, Le Cocq memulai misi di Bomfia/Boinfia, kaki bukit Seram Timur, pada tahun 1891. Tahun 1893, ia melanjutkan misi ke Kepulauan Watubela. Bersama dengan R.D. W. Hellings dan Br. J. Zinken, S.J., ia membangun Kevikepan Seram–Buru dalam waktu singkat, khusunya di daerah Watubela dan Kepulauan Kesui/Kasui. Pada Mei 1894, ia meninggalkan Kevikepan Seram–Buru lalu bertolak ke Fakfak, Keuskupan Manokwari-Sorong. Akhir Juli 1895, Le Cocq d’Armandville masih sempat memberi perhatian pada penduduk Kesui/Kasui dan Geser.

Pengembangan Keuskupan Amboina

Secara kelembagaan, sejarah Keuskupan Amboina bermula pada pendirian Prefektur Apostolik Nugini/Nouva Guinea Olandese pada 22 Desember 1902. Prefektur Apostolik ini merupakan wilayah yang terpisah dari Vikariat Apostolik Batavia. Misi Serikat Yesuit dihentikan pada tahun 1905 dan pimpinan Yesuit di Hindia Belanda menyerahkan karya kerasulan kepada Misionaris Hati Kudus.

Tahun 1906, datanglah relijius dari Keuskupan Agung Merauke yang ditunjuk untuk menjadi imam di Kepulauan Kei/Kai, yakni R.P. Philipus Braun dan Br. Dionysius van Roesel. Tahun 1910, sebelum ditunjuk menjadi uskup, Henri Nollen ditugaskan sebagai superior kongregasi Misionaris Hati Kudus setelah sempat bekerja di Keuskupan Agung Merauke sejak 1905.

Neijens mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Uskup Amboina setelah kalah gugatan dari seorang ekonom di Pengadilan Negeri Ambon tahun 1907 dan setelah adanya perselisihan antara Misionaris Hati Kudus wilayah Maluku dan Papua dengan Misionaris Hati Kudus Provinsi Belanda.

Pengembangan Keuskupan Amboina berdampak pada Keuskupan lain. Pada November 1921, Keuskupan Amboina mengirim dua guru agama dari Kei/Kai, yakni Kassimirus Maturbongs untuk Merauke dan Adrianus Dumatubun untuk Okaba. Pada tahun 1923, Imam Johannes van der Kooij berkarya di Dekenat Wendu, Keuskupan Agung Merauke, setelah sempat bertugas di Kei/Kai sejak 1915. Status Prefektur Apostolik Nugini Belanda, kemudian, berubah menjadi Vikariat Apostolik Nouva Guinea Olandese/Nugini Belanda pada 29 Agustus 1920.

Prefek Apostolik Nugini Belanda

Matthias Neijens, M.S.C. (13 Februari 1903 s.d. Desember 1914, mengundurkan diri)

Hendrik Nollen, M.S.C. (1915–1920, mengundurkan diri)

Vikaris Apostolik Nugini Belanda

Arnoldus Johannes Hubertus Aerts, M.S.C. (29 Agustus 1920–30 Juli 1942, wafat)

Sede vacante, diisi oleh Jacobus Grent, M.S.C. sebagai administrator apostolik

Jacobus Grent, M.S.C. (10 Juli 1947–12 Mei 1949)

Vikaris Apostolik Amboina

Jacobus Grent, M.S.C. (12 Mei 1949–3 Januari 1961)

Uskup Amboina

Jacobus Grent, M.S.C. (3 Januari 1961–15 Januari 1965, mengundurkan diri)

Andreas Peter Cornelius Sol, M.S.C. (uskup koajutor, 10 Desember 1963–15 Januari 1965)

Andreas Peter Cornelius Sol, M.S.C. (15 Januari 1965–10 Juni 1994, pensiun)

Petrus Canisius Mandagi, M.S.C. (10 Juni 1994–11 November 2020, ditunjuk sebagai Uskup Agung Merauke)

Sede vacante (11 November 2020—sekarang), diisi oleh Petrus Canisius Mandagi, M.S.C. sebagai administrator apostolik

Uskup Auksilier Amboina

Josephus Tethool, M.S.C. (2 April 1982–1 April 2009)

Komentar

Tinggalkan Pesan

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terhubung ke Media Sosial Kami

45,030FansSuka
0PengikutMengikuti
75PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan

Terkini