26.3 C
Jakarta
Friday, April 26, 2024

Seruan Para Imam Atas Situasi di Papua

BERITA LAIN

More
    Para Imam Papua dalam siaran pers menanggapi peristiwa yang berkembang di Papua. (Suara Papua)

    TEMA: Sukacita Provinsi Papua Menyukseskan PON XX, Namun, Masyarakatnya Sedang Menyembunyikan Dukacita  Mendalam Yang Sedang Dialami Umat Nduga, Kiwirok, Intan Jaya, Dan Maybrat

    LATAR BELAKANG  SERUAN  

    Menindaklanjuti seruan moral 147 Pastor Katolik se-Papua, pada tanggal 10 Desember 2020: “Kekerasan melahirkan masalah baru. Untuk memecahkannya diperlukan dialog dan rekonsiliasi, cara bermartabat untuk menyelesaikan konflik terlama di tanah Papua”.

    Peristiwa kemanusiaan di Maybrat: Berlandaskan pada Rilis Perss, pada tanggal 02 Oktober 2021: Hentikan Operasi Militer di Maybrat, bebaskan Warga Sipil Salah Tangkap, dan selesaikan Konflik Maybrat secara Damai, yang dibuat di Sorong-Papua Barat, oleh Koalisi Masyarakat Sipil Peduli Pengungsi Maybrat.

    Peristiwa kemanusiaan Di Kiwirok, Kabupaten Pegunungan Bintang: Ratusan rumah warga di Kiwirok dibombardir oleh TNI. Bom jenis roket ditembakkan dari udara, dengan menggunakan helikopter. Beberapa gagal meledak. Ratusan warga sipil dikabarkan mengungsi hingga ke PNG. Belum diperkirakan berapa korban nyawa dan rumah yang hancur. Banyak orang yang sakit dan meninggal karena lapar di hutan. Saat ini rakyat butuh bantuan kemanusiaan (Papuanize 20 Oktober 2021).

    Pernyataan Sikap Dan Seruan Gencatan Senjata oleh 36 Imam Projo (Confrater Diosesan/Condios) Keuskupan Timika-Papua pada tgl 31 Oktober 2021 di Timika.

    DASAR KETERPANGGILAN SERUAN KAMI

    Kurang lebih 58 Tahun Konflik Politik Ideologi antara OAP dan Pemerintah Indonesia berlangsung. Konflik ini memicu lahirnya kekerasan bersenjata di Tanah Papua hingga saat ini.

    Peran utama Gereja adalah sebagai pembawa damai dan penegak keadilan, serta kebenaran.

    Gereja tidak boleh diam ketika berhadapan dengan kenyataan di mana ada penderitaan dan penindasan, di mana terjadi praktek ketidakadilan dan perampasan atas hak-hak dasar masyarakat terutama, kaum yang lemah.

    Tugas Gereja adalah harus bersuara untuk mereka yang tak bersuara (the voice of the voiceless) dan harus menjadi promotor keadilan, kebenaran, dan ke

    Para pemimpin Gereja harus lebih proaktif terlibat memperjuangkan keadilan, kebenaran dan kedamaian; bukan diam membisu dan menghindari persoalan hidup umatnya, mencari kenyamanan diri di balik tembok gedung Keuskupan, Pastoran, dan Biara.

    Singkatnya, bahwa suka duka umat Tuhan adalah juga suka duka Gereja.

    Seorang Pastor/Imam Katolik mempunyai ketiga tugas Kristus yang dihadirkannya yaitu: Imam, Raja, dan Nabi.

    Tugas sebagai Imam adalah menjaga dan melayani hal-hal rohani di seputar Altar/peribadatan. Tugas sebagai Raja, lebih pada menata atau mengatur tata tertib, tata aturan kehidupan umat, dan system organisasinya. Tugas sebagai Nabi adalah memperhatikan semua realitas yang terjadi di dalam kehidupan bermasyarakat, kehidupan umat Tuhan, termasuk di dalamnya berbagai tindakan kekerasan dan ketidakadilan yang mengorbankan mereka. Realitas ketimpangan sosial semacam ini, menuntut kami untuk segera bertindak atau menanggapinya dalam rupa-rupa cara, termasuk seruan moral ini.

    Pada kesempatan ini dan dalam situasi yang mencemaskan kehidupan masyarakat saat ini, fungsi kenabian itu mendapat tempatnya. Kami sedang melaksanakan tugas kami sebagai Nabi. Karena itu, seruan ini adalah seruan kenabian.

    Perlu diingat baik, bahwa kami tidak mencampuri pelbagai kepentingan politik praktis/politik partai ataupun urusan orang pribadi maupun kelompok. Kami bersuara karena kami merindukan suasana yang aman, agar ada kedamaian, keadilan, dan kerukunan di atas tanah Papua ini. Jika suasana ini terganggu karena sikon politik atau tindakan pribadi/kelompok/perusahaan, apalagi berakibat pada pelanggaran HAM, maka demi perikemanusiaan, wajiblah kami bersuara mencelanya.

    MENGAPA ORANG PAPUA PEMILIK TANAH PAPUA SELALU DIKORBANKAN?

    Ternyata ada gurita bisnis untuk kepentingan orang/keluarga tertentu dan bukan untuk kepentingan bangsa dan negara Indonesia (Hasil kajian dari Koalisi Bersih Indonesia Ungkap Gurita Bisnis Tambang ( www.suara.com/news/2021/10/08/154258).

    Kata Haris Azhar (pendiri Lokataru Foundation), ‘konflik dan operasi militer di Intan Jaya Papua dinilai sebagai upaya terselubung melindungi kepentingan sekelompok elit terkait sumber daya alam emas di blok Wabu. Selubung ini untuk melancarkan operasi perusahaan tambang yang terkait dengan purnawirawan militer, termasuk LBP. Sementara warga Papua hanya menjadi korban. Papua sering menjadi korban atau daerah yang menjadi korban dari eksploitasi sumber daya alam tanpa keadilan dan transparansi. Banyak warga yang jadi korban tipu-tipu, kata orang Papua’.

    Merah Johansyah dari Jaringan Advokasi Tambang (JANTAM) mengatakan, ‘sedikitnya ada 17 nama elite politik yang enam di antaranya adalah jenderal tinggi TNI. Dari 17 aktor sosok politically exposed persons tersebut, enam di antaranya memiliki background militer, purnawirawan, prajurut, serta jenderal berbintang tinggi. Empat di antaranya adalah mantan Menteri dan Menteri yang masih aktif’ (Merah Johansyah dalam diskusi virtual, Jumat 08/10/2021; Koalisi bersihkan Indonesia terdiri dari YLBHI, JATAM, ICW, Kontra, WALHI, Fraksi Rakyat Indonesia, Greenpeace Indonesia, dan Sajogja Institute).

    SERUAN KAMI

    Bahwa Tanah Papua bukanlah tanah kosong. Di tanah ini, telah ada dan sedang hidup manusia berkulit hitam dan berambut keriting, etnis/ras Melanesia dan berbagai etnis serta ras lainnya. Tanah Papua merupakan milik OAP sejak zaman leluhur sebelum digabung/bergabung dengan negara Indonesia. Sampai saat ini OAP berada dan hidup dalam pembagian yang jelas dalam 7 wilayah adat, yakni: Lapago, Meepago, Mamta, Ha anim, Saireri (di Provinsi Papua), serta Domberay dan Bomberay (di Provinsi Papua Barat).

    Indonesia selalu mengklaim bahwa Papua adalah bagian dari NKRI sejak tahun 1969 (setelah peristiwa PEPERA) sampai tahun 2021 ini. Selama itu kepada orang Papua diajarkan hal-hal seperti: bagaimana hidup sebagai warga Negara Indonesia yang baik, diajarkan nilai-nilai hidup bernegara berlandaskan Pancasila dan UUD 1945. Bahkan diajarkan pula sejumlah lagu antara lain: Dari Sabang Sampai Merauke, Satu Nusa Satu Bangsa, Indonesia Tanah Air Beta, Tujuh Belas Agustus Tahun 45, dan upacara bendera serta penghormatan kepada para pahlawan dan bendera merah putih.

    Karena itu, tugas negara mestinya mencerminkan apa yang diajarkan, yakni: 1) melindungi seluruh rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke, 2) mensejahterakan kehidupan seluruh rakyat Indonesia. Melalui pembangunan yang merata, 3) menciptakan keadilan dan perdamaian abadi bagi seluruh rakyat Indonesia, dan 4) melindungi unsur-unsur masyarakat Indonesia terhadap gangguan dari dalam maupun dari luar.

    Namun kenyataan berbicara lain. Berita terkini dari Intan Jaya, tentang seorang Balita bernama Napelinus Sondegau (2 tahun) tertembak dalam kontak tembak antara pasukan gabungan TNI/POLRI melawan Gerilyawan TPN PB pada tanggal 26 Oktober 2021 malam. Anak kecil itu sempat bertahan beberapa saat, tapi akhirnya meninggal dunia karena peluru menghantam tubuhnya tepat di bagian perut sampai tali perutnya keluar. Selain itu ada korban lain yang juga adalah anak di bawah umur bernama Yoakim Majau (9 tahun). Peluru bersarang di tubuhnya dan sampai saat ini masih dalam perawatan.

    Masih banyak juga peristiwa kemanusiaan yang terjadi sejak tahun 1969 sampai dengan tahun 2021 ini. Di mana-mana terdengar seruan Papua bukan NKRI, Papua merdeka. Di mana-mana terjadi penembakan masyarakat sipil dengan pelbagai alasan, termasuk alasan yang klasik, yakni yang ditembak adalah KKB/KKSB dan anggota separatis. Padahal yang menjadi korban adalah masyarakat sipil. Bahkan kasus-kasus kemanusiaan seperti itu tidak ada proses hukum secara transparan apalagi sampai tuntas. Kenyataan ini, membuat masyarakat Papua, sudah tidak percaya lagi kepada pemerintah Indonesia, karena keyakinan bahwa Papua bersama Indonesia tidak ada masa depan yang jelas. Maka banyak orang merasa sebaiknya Merdeka saja, lepas dari NKRI.

    Makanya permintaan kami kepada para Duta Besar negara-negara sahabat dan Pemerintah negara Republik Indonesia adalah sebagai berikut: Mengingat masalah konflik berkepanjangan yang terjadi di Tanah Papua, bukan hanya soal kesejahteraan (sandang, pangan dan papan), tetapi juga soal ideologi/politik, maka kami meminta kepada para Duta Besar Negara-Negara sahabat agar: 1) mendesak semua kubu yang berperang, yaitu TNI/POLRI dan TPN/OPM agar segera mengadakan gencatan senjata/jeda kemanusiaan; 2) mendorong Pemerintah RI agar segera pula membuka ruang dialog dengan orang Papua, dalam hal ini dengan ULMWP (dan JDP/melalui JDP); 3) dengan tegas mendukung diundangnya Komisioner Tinggi PBB untuk HAM, supaya dapat melihat dan mendengar sendiri bagaimana kondisi HAM yang sebenarnya di Papua; 4) mencegah terjadinya saling mempersalahkan dalam Sidang Umum PBB, hal mana sangat memalukan.

    Kepada Duta Besar Vatikan di Jakarta sebagai perwakilan Gereja Katolik sedunia, dan kepada Pemimpin negara-negara pemberi dana kepada Pemerintah RI atas nama pembangunan dan kesejahteraan bagi masyarakat di Tanah Papua. Kami menyampaikan pesan bahwa: 1) sesudah 20 Tahun Otonomi Khusus (Otsus) di Papua, Otsus ternyata gagal dalam tujuannya; 2) walaupun alam Papua kaya (“surga kecil yang jatuh ke bumi”) namun rakyatnya miskin. Hal ini diteguhkan dengan data dari BPS yang menyebut Provinsi Papua  dan Papua Barat menempati urutan satu dan dua dari kesepuluh Provinsi termiskin di Indonesia dengan tingkat kemiskinan 28,6 persen dan 21,7 persen.

    Berdasarkan informasi ini, maka kami berseru kepada negara dan instansi pemberi dana demi pembangunan di Papua agar dapat meninjau kembali bentuk kerjasama yang dibangun selama ini. sebab yang terjadi di Tanah Papua adalah: pembangunan sarana fisik sebagai prioritas, penambahan pasukan organik hampir di seluruh Tanah Papua. Di sana terjadi pemaksaan kehendak, tindakan kekerasan, pembungkaman ruang demokrasi, pembunuhan yang tidak ditindak, dan kriminalisasi terhadap awak media yang berbicara tentang kebenaran dan keadilan. Bahkan seruan para Pastor dipandang miring malah mereka dinilai sebagai separatis/pendukung TPN/OPM.

    Timbul pertanyaan: Apakah dana/modal itu dipakai untuk membiayai pasukan yang beroperasi di Tanah Papua? Apakah dana/modal itu dipakai untuk menambah peralatan perang demi penembakan dan pembunuhan OAP? Apakah dana itu dipakai untuk upaya genocide dan ecocide secara perlahan dan berangsur-angsur?

    Seruan kami kepada segenap Anggota TNI/POLRI/BIN/BAIS yang bertugas di seluruh Papua: 1) sadarilah, masyarakat sudah tahu, bahwa konflik dan operasi militer yang sedang terjadi adalah suatu upaya terselubung untuk melindungi kepentingan sekelompok elit di Indonesia demi menguasai dan menikmati sumber daya alam (SDA) yang ada; 2) Kami memang kagum mempunyai anggota TNI/POLRI?BIN/BAIS sebagai kekuatan untuk melindungi negara dan masyarakat dari ancaman negara lain. Tetapi jangan sampai kalian dipakai sebagai selubung untuk membinasanakan rakyat demi memperlancar operasi perusahaan tambang yang terkait dengan purnawirawan militer, termasuk mereka yang namanya disebut oleh Koalisi bersihkan Indonesia terdiri dari YLBHI, JATAM, ICW, KontraS, WALHI, Fraksi Rakyat Indonesia, Greenpeace Indonesia, dan Sajogja Institute; 3) Kami pun bangga mempunyai anggota TNI/POLRI/BIN/BAIS, tetapi kami prihatin dan menyesal jika saudara-saudara dipakai hanya untuk kepentingan sejumlah orang di antara para elit, dan bukan untuk kepentingan Negara. Tentu Saudara-saudara pernah mendengar nasehat dari leluhur/Kakek dan Nenek/orang tua ketika masih kecil: ”Di mana Tanah Dipijak, Di situ Langit Dijunjung”. Hargailah OAP, pemilik Tanah Papua. Kalian hidup serta makan dan minum di atas tanah orang Papua lantas kalian bertindak kejam terhadap mereka yang sangat menghargai kalian sebagai saudaranya sendiri. Apa kiranya upah yang kalian cari? Apakah itu uang, pangkat, promosi jabatan, penghargaan di dada, atau makam pahlawan? Itulah upah yang kalian cari? Dan apakah upah yang akan kalian terima kelak dari Allah? Camkanlah bahwa orang Papua itu kelihatan sederhana, tetapi kepada mereka dipercayakan segala sesuatu di atas dan di dalam tanah ini oleh leluhurnya yang diterimanya dari Tuhan Allah, Sang Pencipta semesta alam ini; 4) Kami menekankan bahwa kekerasan tak pernah akan menyelesaikan masalah, malah hanya akan meninggalkan luka dan melahirkan masalah baru. jika benar Papua adalah NKRI, hentikan segala bentuk kekerasan, hilangkan intimidasi, teror yang selama ini dipraktikkan, dan upayakanlah terjadinya gencatan senjata sebagai persiapan menuju dialog antara Papua-Jakarta.

    Kepada OAP yang berbeda ideologi Politik: “Pro NKRI” dan “Pro Papua Merdeka.” Kami berseru agar: tidak lagi memperkeruh keadaan ini, demi berlangsungnya zona nyaman/jeda kemanusiaan, agar mempermudah dimulainya langkah-langkah konkrit dan strategis untuk dialog Jakarta-P

    Kepada Saudara-saudari non Papua yang hidup, mencari nafkah dan berkarya di tanah leluhur orang Papua. Kami berseru agar: tetap melaksanakan karya-karya kalian dan senantiasa berdoa serta menjaga kenyamanan bersama, supaya dapat terjadi jeda kemanusiaan menuju dialog Jakarta-Papua.

    Kepada kelompok orang yang suka memperkeruh suasana di Tanah Papua, melalui media sosial dengan menyebarkan berita-berita bohong yang mengancam perpecahan serta mengadu domba sesama warga. Kami berseru agar baik para wartawan benaran maupun gadungan, supaya turut mendukung langkah-langkah menuju jeda kemanusiaan, dengan memberitakan hal-hal yang mengarah kepada pemecahan masalah konflik Papua.

    Kepada semua Pastor Paroki dan umat Katolik di setiap Paroki dalam lima Keuskupan di Tanah Papua, supaya mempersembahkan Doa dan perayaan Ekaristi khusus untuk saudara-saudari kita yang sedang menderita karena konflik yang berkepanjangan. Sekaligus juga mengusahakan penyaluran bantuan melalui Paroki dan Keuskupan untuk selanjutnya diteruskan kepada para korban di manapun berada, secara khusus di Intan Jaya, Nduga, Kiwirok dan Maybrat.

    PENUTUP

    Demikian seruan-seruan kami. Semoga Allah yang Mahakuasa, tersenyum ketika melihat anak-anak-Nya mulai menghentikan kekerasan dan memilih untuk berdialog secara damai.

    Dialog adalah langkah dan cara yang sangat bermartabat, menuju pemecahan masalah/konflik di Tanah Papua secara beradab.

    Kami para Pastor Katolik se-Papua:

    Alberto John Bunai, Pr

    Paul T. Tangdilintin, OFM

    Nico Syukur Dister, OFM

    Alfonsius Biru Kira, Pr

    Yohanes E.G. Kayame, Pr

    Bernardus Bofitwos Baru, OSA

    Paul Tan, Pr

    Maryanus Koba Toyo, SVD

    Yanuarius M. You, Pr

    Adrianus Tuturop, Pr

    Vicky Bauntal, Pr

    Benyamin S. Magay, Pr

    Yosias Wakris, Pr

    John Kandam, Pr

    Izaak Bame, Pr

    Yulianus Korain, Pr

    Martin Homba-Homba, Pr

    Daniel Gobai, Pr

    Lukas Sasior, OSA

    Athanasius Bame, OSA

    Imanuel Air, OSA

    Imanuel Tenau, Pr

    Jan Pieter Fatem, OSA

    Lewi Ibori, OSA

    Edy Doga, OFM

    Honoratus Pigai, Pr

    Aloysius Daby, Pr

    Yohanes B. Uttun, Pr

    Philipus Sedik, OSA

    Yohanes S. Sedik, OSA

    AloTeniwut Sedik, OSA

    Maksimilianus Dora, OFM

    Petrus Fenyapwain, OFM

    Alexius Ate, Pr

    Floribertus Yoseph S, Pr

    Agustinus Yerwuan, OFM

    Cayetanus Tarong, MSC

    Hilarius Salmon, Pr

    Markus Malar, OSA

    Medardus Puji Harsono, Pr

    Mecky Mulait, Pr

    Fransiskus B.V.L. Maing, Pr

    Herry Lobya, OSA

    Yanuarius Yelipele, Pr

    Fransiskus Hilapok, Pr

    H. Ngalumtila Pekey, Pr

    Moses Amiset, Pr

    Rudolf Renyaan, Pr

    Abel Yamdua Sanam, Pr

    Remigius Seran, OFM

    Hubertus Aweekohabi Magay, Pr

    Theo Kosi, OFM

    Selpius Goo, Pr

    Yohanes Klau, Pr

    Stefanus Yogi, Pr

    Benyamin Keiya, Pr

    Felix Janggur ,OSA

    Fransiskus Utii, Pr

    Nikolaus Wakei, Pr

    Aloysius Susilo, Pr

    Petrus Lekat Plue, Pr

    Alexius Fabianus, Pr

    Emanuel Bili, Pr

    Adi Bon, Pr

    Fredy Sabu, Pr

    Matius Syukur, Pr

    Jermias Rumlus, Pr

    Paulus Trorba, OSA

    Ibrani Gwijangge, Pr

    Didimus Kosy. OFM

    Floridus Nadja, OSA

    Adri V. Durenge, OSA

    Antonius Tromp, OSA

    Benediktus Jehamin, OSA

    Hilarius Soro, OSA

    Konradus Ngandur, OSA

    Yohanes Kota, OSA

    Damasus Pantur, OSA

    Liborius Nong, OSA

    Agustinus S. Elmas, Pr

    Rufinus EPW Madai, Pr

    Jems Kosay, Pr

    Yohanes Sudrijanta, SJ

    Krispinus Bidi, SVD

    Hendrikus Hada, Pr

    Paulus Wolor, Pr

    Amandus Rahadat, Pr

    Damianus Adii, Pr

    Yan P. A. Dou, Pr

    Agustinus Alua , Pr

    Agustinus Tebay, Pr

    Lambertus Pati, OSA

    Yohanes Batlayeri, Pr

    Martinus Mada Werang, OSA

    Dominikus Dulione Hodo, Pr

    Alexandro Rangga, OFM

    Goklian P.H, OFM

    Kornelis Basa Kopon, Pr

    Barnabas Daryana, Pr

    Bartholomeus D. Oyan, Pr

    Petrus Hamsi, Pr

    Karolus Kune Boruk, Pr

    Yermias Lado, OFM

    Modestus Teniwut, OFM

    Gokmento Sitinjak OFM Cap

    Juperdinan Manik, OFM Cap

    Yohanes Mangguwop, Pr

    Heronimus Lebi, OFM

    Ambrosius Sala, OFM

    Philipus Elosak, OFM

    Bartolomeus Urobmabin, OFM

    Yonas Purnama, OFM

    Paulus Jab Ulipi, OSA

    Roni Guntur, SVD

    Ronald Sitanggan, Pr

    YuvenTekege, Pr

    Theo Makai, Pr.

    OktovianusTaena, Pr

    Yance Yogi, Pr

    Sebast Maipaiwiyai, Pr

    Rinto Dumatubun, Pr

    Paulus Kusworo, SCJ

    Ari Wuardana, SCJ

    Jhon Kore, OFM

    Damianus Uropmabin, Pr

    Yulius D, Pr

    Kleopas S. Sondegau, Pr

    Agustinus Rumsori, Pr

    Yoseph Ikikitaro, Pr

    Herman Yosep Betu, Pr

    Yustinus Rahangiar, Pr

    Samuel Oholedyaan, Pr

    Agustinus Yohanes Setiyono, SJ

    Robertus L. Tangdilintin, Pr.

    Hendrikus Nahak, OFM

    Norbertus B. Renyaan, OFM.

    John Djonga, Pr.

    Febronius Angelo, Pr

    Paulus Leopati Yerwuan, Pr

    Yezkiel Belau, Pr

    Vincen Budi Nahiba, Pr

    Silvester Dogomo, Pr

    Aloysius Du’a, OSA

    Antonio Vialy Tawa, OSA

    Daniel Kelmanutu, OSA

    Fransiskus Sondegau, Pr

    Yoseph Bunay, Pr

    Silvester Bobii, Pr

    Petrus Hisage, Pr

    Melianus Bidana, Pr

    Rofinus Robi Hodo, Pr

    Eko Prasetyo, Pr

    Yanuarius Yelipele, Pr

    Yohanes Mangguwop, Pr

    Kamilus Deno Bakang, SVD

    Fredy Pawika, OFM

    Yan Vaenbes, Pr

    Yohanes Agus Setiono, SJ.

    Yohanes Sudriyanto, SJ.

    Ignatius Ulrig Jumeno, SJ.

    Christoforus Aria Prabantara, SJ.

    Vincentius Seno Hari Prakoso, SJ.

    Ferdnandus Tuhu Jati Setya Adi, SJ.

    Yohanes Harty Kristanto, SJ.

    Simnon Ciptosuwarno, SJ.

    Dismas Tulolo, SJ.

    Yohanes Adrianto Dwi Mulyono, SJ.

    Albertus Maria Roni Nurharyanto, SJ

    Injonito Da Krus, SCHP

    Andreas Madya Srijanto, SCJ.

    Policarpus Gunawan Setiadi, SCJ.

    Eduardus Sriyanto, SCJ.

    Leonardus Ari Wardana, SCJ.

    Antonius Dwi Pramono, SCJ.

    Bonnyfasius Juspani Lase, SCJ.

    Gabriel Keratukan, SCJ.

    Antoni Tugiyatno, SCJ.

    Paulus Drian Suwandi, SCJ.

    Bernardus Beda Kedang, SCJ.

    Paulus Dodot Kusworo, SCJ.

    Petrus Suharjono, SCJ.

    Labertus Nita, OFM.

    Agustinus Nuak, OFM.

    Darius Kuntara, OFM.

    Gaspar Bhala, OFM.

    Victor Bata, OFM

    RELASI BERITA

    Tinggalkan Pesan

    Please enter your comment!
    Please enter your name here

    - Advertisement -spot_img

    BERITA TERKINI