VATIKAN, Pena Katolik – Paus Fransiskus menyuarakan kesedihannya pada hari Rabu atas laporan luas tentang pelecehan seksual klerus di Prancis. Ia menyebut ini “momen memalukan” bagi Gereja Katolik. Ia mendesak pejabat Gereja untuk memastikan keselamatan semua orang yang dipercayakan kepada mereka.
Berbicara selama audiensi umum 6 Oktober, Paus Fransiskus mencatat bahwa konferensi uskup Prancis dan konferensi religius pria dan wanita “menerima laporan dari komisi independen tentang pelecehan seksual di Gereja. Komisi ini mengevaluasi sejauh mana fenomena kekerasan dan pelecehan seksual yang dilakukan terhadap anak di bawah umur sejak tahun 1950.
“Sayangnya, jumlahnya cukup banyak,” kata Paus.
Paus tidak hanya menyuarakan “kesedihan dan rasa sakit” kepada para korban atas trauma yang mereka alami, tetapi juga “rasa malu; aib Gereja.
“Saya berdoa dan kita semua berdoa bersama: bagi-Mu, Tuhan, jadilah kemuliaan, bagi kami rasa malu. Ini momen yang memalukan,” katanya.
Dalam sambutannya, paus mendesak umat beriman dan peziarah yang hadir untuk “berbagi dalam momen ini” rasa malu dan penderitaan Gereja. Ia mendorong para uskup, religius, dan pemimpin agama “untuk terus melakukan segala upaya sehingga drama serupa tidak terulang.
Paus Fransiskus menutup audiensinya dengan menyuarakan kedekatan dan dukungannya kepada para imam Prancis “dalam menghadapi jalan yang sulit namun sehat ini, dan saya mengundang umat Katolik Prancis untuk memikul tanggung jawab mereka dalam menjamin bahwa Gereja adalah rumah yang aman bagi semua.”
Pelecehan Seksual di Perancis
Kata-kata Paus Fransiskus muncul sehari setelah publikasi laporan setebal 2.500 halaman yang muncul sebagai hasil penyelidikan selama empat tahun terhadap pelecehan seksual oleh para klerus di Gereja Katolik di Prancis. Laporan itu merupakan inisiatif Konferensi Uskup Prancis.
Laporan itu, yang dirilis 5 Oktober, menemukan bahwa sekitar selama 70 tahun terakhir, ada 330.000 anak, kira-kira 80 persen di antaranya adalah anak laki-laki, menjadi korban pelecehan seksual. Tindakan ini dilakukan oleh sekitar 3.000 pendeta dan agamawan di Prancis. Laporan setebal 2.500 halaman itu juga menunjukkan puluhan tahun ditutup-tutupi secara sistematis oleh otoritas Gereja.
Menyusul publikasi laporan itu kemarin, juru bicara Vatikan Matteo Bruni meyakinkan wartawan tentang keprihatinan dan kesedihan Paus Fransiskus atas isi laporan itu. Namun, pernyataan Fransiskus pada hari Rabu adalah pertama kalinya dia berbicara tentang laporan itu dengan suaranya sendiri.
Dalam sebuah pernyataan 6 Oktober, Kardinal Sean O’Malley dari Boston, presiden Komisi Kepausan Vatikan untuk Perlindungan Anak di Bawah Umur, yang dibentuk oleh Paus Fransiskus, menyebut laporan Prancis sebagai “sebuah dakwaan” kegagalan mereka yang memimpin di Gereja.
“Sejarah pelecehan yang tidak terkendali yang berlangsung selama beberapa generasi ini menantang pemahaman kita tentang bagaimana orang yang tidak bersalah bisa sangat menderita dan suara mereka diabaikan begitu lama,” katanya.
Gereja tidak boleh gagal dalam komitmen untuk mencari kesembuhan dan keadilan bagi para penyintas. Dia memuji upaya yang dilakukan oleh Gereja Katolik di Prancis untuk mengakui masalah dan mengambil langkah pertama menuju penyembuhan.
“Kami tidak bisa membiarkan satu orang yang selamat tidak diketahui, atau bahwa satu orang akan berada dalam bahaya pelecehan oleh anggota Gereja,” katanya.
Kardinal O’Malley menyampaikan, masih ada “jalan panjang di depan” dalam menghadapi masalah klerus, pelecehan, dan ketika Gereja bergerak maju, perlindungan anak-anak dan orang dewasa yang rentan harus menjadi “prioritas tertinggi kita.”