KERALA, Pena Katolik – Kelompok-kelompok Islam di India keberatan dengan klaim seorang uskup Katolik bahwa umat Islam menargetkan orang Kristen, dengan mendekati remaja Kristen dengan relasi percintaan untuk mengubah iman mereka. Tindakan ini disebut “jihad cinta.”
Uskup Siro-Malabar, Mgr. Joseph Kallarangatt yang wilayah pastoralnya meliputi daerah Palai di negara bagian Kerala mengatakan, Gereja Katolik kehilangan wanita muda. Ia berpendapat, dalam pandangan para jihadis, non-Muslim harus dihancurkan. Ketika tujuannya adalah perluasan agama mereka dan penghancuran non-Muslim, cara yang mereka gunakan berbeda-beda bentuknya. Dua cara yang banyak dibicarakan saat ini adalah jihad cinta dan jihad narkotika.
“Di negara demokratis seperti kita, karena tidak mudah menggunakan senjata untuk menghancurkan orang-orang dari agama lain, para jihadis menggunakan cara yang tidak mudah diidentifikasi,” ujar uskup itu.
Mgr. Joseph mengatakan “jihad narkotika” adalah penghancuran kehidupan non-Muslim melalui penggunaan dan penjualan obat-obatan. Fenomena ini juga menyentuh arang-orang Kristen yang merupakan hampir 20 persen dari populasi Kerala. Jumlah ini menjadikan Kerala sebagai pusat Kekristenan di India.
Baru-baru ini, politisi Hindu baru-baru ini bahkan menjadikan “jihad cinta” sebagai isu politik. Beberapa negara bagian di India telah mengesahkan undang-undang yang secara efektif melarang pernikahan beda agama setelah kampanye Partai Nasionalis Hindu Bharatiya Janata yang dipimpin Perdana Menteri Narendra Modi menentang “jihad cinta”. Kelompok garis keras Hindu menuduh pria Muslim mengubah agama wanita Hindu melalui pernikahan.
Meskipun undang-undang tersebut juga digunakan untuk mencegah orang Kristen memasuki pernikahan beda agama, banyak pemimpin Katolik bersimpati dengan keluhan tentang pria Muslim yang menargetkan wanita non-Muslim.
Langkah Gereja
Kardinal George Alencherry, kepala Gereja Katolik Siro-Malabar yang berbasis di Kerala, mengadakan komisi pernikahan beda agama tahun lalu. Hukum Gereja melarang perkawinan beda agama, tetapi dispensasi dapat diberikan oleh otoritas Gereja jika pasangan Katolik berjanji untuk tidak meninggalkan imannya dan membesarkan anak-anak mereka menjadi Katolik. Tanpa dispensasi yang tepat, perkawinan dianggap tidak sah oleh Gereja Katolik.
Meskipun dispensasi ini diberikan secara teratur di Barat, mereka sering ditolak di India karena dianggap membahayakan iman pihak Katolik. Mgr. Joseph mengatakan siapa pun yang menyangkal fenomena “jihad cinta” adalah “buta terhadap kenyataan.”
“Orang-orang seperti itu, apakah mereka politisi atau mereka yang berasal dari ruang sosial dan budaya, media mungkin memiliki kepentingan pribadi mereka sendiri. Tapi satu hal yang jelas. Kami kehilangan wanita muda kami. Bukan hanya pernikahan cinta. Ini adalah strategi perang untuk menghancurkan hidup mereka,” klaimnya.
Kekhawatiran Mgr. Joseph memiliki alasan kuat tidak saja dari sini agama. Dalam banyak kejadian, ia mensinyalir bahwa fenomena ini bermuara pada eksploitasi, pemaksaan pindah agama, mencari keuntungan finansial dan mempekerjakan remaja dalam kegiatan teroris. “Para jihadis menjebak wanita dari agama lain melalui cinta atau cara lain,” lanjut Mgr. Joseph.
Begitu wanita berusia 18 tahun, mereka terjebak melalui cinta, dibawa secara paksa tanpa persetujuan orang tua dan anggota keluarga mereka. Mereka sering ditinggalkan setelah beberapa tahun dinikahi. Mgr. Joseph menunjukkan data bahwa wanita non-Muslim India “berakhir di kamp teroris” di negara-negara seperti Afghanistan.
Organisasi Muslim seperti Federasi Pelajar Sunni Samasta Kerala (SKSSF) dan Kerala Naduvathul Mujahidin telah keberatan dengan klaim sang uskup. Organisasi itu mendesak uskup menunjukkan bukti untuk membuktikan tuduhan serius seperti itu.
“Ini adalah langkah yang dimaksudkan untuk mengisolasi umat Islam dan menciptakan fobia terhadap mereka. Kami berharap dia akan menarik komentarnya,” kata Sekretaris SKSSF P. Sathar dalam sebuah pernyataan.
Sathar mengatakan mereka akan meminta pemerintah untuk mendakwa. Ini karena mereka menilai uskup telah menciptakan keretakan di antara komunitas yang berbeda jika dia tidak menarik kembali pernyataannya.
Namun, Pastor Babu Joseph, mantan juru bicara Konferensi Waligereja India, mengatakan bahwa komentar Mgr. Joseph “tidak dapat ditafsirkan sebagai nada komunal (Gereja India) karena ia sedang menangani masalah sosial yang juga diangkat oleh beberapa pejabat polisi senior dan warga negara yang bertanggung jawab di negara bagian itu.
Pastor Babu mengatakan bahwa uskup hanya menciptakan kesadaran di antara berbagai komunitas di Kerala untuk tetap berpegang pada “permainan yang adil” dalam hal-hal antaragama.
“Dalam masyarakat multi-agama seperti Kerala, wajar saja jika beberapa insiden pernikahan antaragama terjadi, dan itu terjadi secara sukarela,” lanjut imam itu.