Sabtu, Juli 27, 2024
30.6 C
Jakarta

Sabtu, 18 September 2021; Hari Biasa Pekan Biasa XXIV

1Tim. 6: 13-16

Di hadapan Allah yang memberikan hidup kepada segala sesuatu dan di hadapan Kristus Yesus yang telah mengikrarkan ikrar yang benar itu juga di muka Pontius Pilatus, kuserukan kepadamu: Turutilah perintah ini, dengan tidak bercacat dan tidak bercela, hingga pada saat Tuhan kita Yesus Kristus menyatakan diri-Nya, yaitu saat yang akan ditentukan oleh Penguasa yang satu-satunya dan yang penuh bahagia, Raja di atas segala raja dan Tuan di atas segala tuan. Dialah satu-satunya yang tidak takluk kepada maut, bersemayam dalam terang yang tak terhampiri. Seorangpun tak pernah melihat Dia dan memang manusia tidak dapat melihat Dia. Bagi-Nyalah hormat dan kuasa yang kekal! Amin.

Mzm.100: 2. 3. 4. 5

Beribadahlah kepada TUHAN dengan sukacita, datanglah ke hadapan-Nya dengan sorak-sorai!

Ketahuilah, bahwa Tuhanlah Allah; Dialah yang menjadikan kita dan punya Dialah kita, umat-Nya dan kawanan domba gembalaan-Nya.

Masuklah melalui pintu gerbang-Nya dengan nyanyian syukur, ke dalam pelataran-Nya dengan puji-pujian, bersyukurlah kepada-Nya dan pujilah nama-Nya!

Sebab TUHAN itu baik, kasih setia-Nya untuk selama-lamanya, dan kesetiaan-Nya tetap turun-temurun.

Luk. 8: 4-15

Ketika orang banyak berbondong-bondong datang, yaitu orang-orang yang dari kota ke kota menggabungkan diri pada Yesus, berkatalah Ia dalam suatu perumpamaan: “Adalah seorang penabur keluar untuk menaburkan benihnya. Pada waktu ia menabur, sebagian benih itu jatuh di pinggir jalan, lalu diinjak orang dan burung-burung di udara memakannya sampai habis. Sebagian jatuh di tanah yang berbatu-batu, dan setelah tumbuh ia menjadi kering karena tidak mendapat air. Sebagian lagi jatuh di tengah semak duri, dan semak itu tumbuh bersama-sama dan menghimpitnya sampai mati. dan sebagian jatuh di tanah yang baik, dan setelah tumbuh berbuah seratus kali lipat.” Setelah berkata demikian Yesus berseru: “Siapa mempunyai telinga untuk mendengar, hendaklah ia mendengar!”

Murid-murid-Nya bertanya kepada-Nya, apa maksud perumpamaan itu. Lalu Ia menjawab: “Kepadamu diberi karunia untuk mengetahui rahasia Kerajaan Allah, tetapi kepada orang-orang lain hal itu diberitakan dalam perumpamaan, supaya sekalipun memandang, mereka tidak melihat dan sekalipun mendengar, mereka tidak mengerti.

Inilah arti perumpamaan itu: Benih itu ialah firman Allah. yang jatuh di pinggir jalan itu ialah orang yang telah mendengarnya; kemudian datanglah Iblis lalu mengambil firman itu dari dalam hati mereka, supaya mereka jangan percaya dan diselamatkan. Yang jatuh di tanah yang berbatu-batu itu ialah orang, yang setelah mendengar firman itu, menerimanya dengan gembira, tetapi mereka itu tidak berakar, mereka percaya sebentar saja dan dalam masa pencobaan mereka murtad. Yang jatuh dalam semak duri ialah orang yang telah mendengar firman itu, dan dalam pertumbuhan selanjutnya mereka terhimpit oleh kekuatiran dan kekayaan dan kenikmatan hidup, sehingga mereka tidak menghasilkan buah yang matang. Yang jatuh di tanah yang baik itu ialah orang, yang setelah mendengar firman itu, menyimpannya dalam hati yang baik dan mengeluarkan buah dalam ketekunan.”

Seberapa Kadar Kualitas Hatiku?

TUMBUH atau tidaknya sebuah tanaman tidak hanya tergantung pada benih yang ditaburkan, melainkan juga oleh kadar kualitas tanahnya. Biar bibit unggul yang ditanamkan, tetapi kualitas tanahnya kering dan banyak batuannya, ya sulit diharapkan hasil panen yang baik. Proses pertumbuhan bibit di tanah tertentu, itulah yang dijadikan Tuhan Yesus sebagai perumpamaan tentang seorang penabur dalam perikop Injil hari ini.

Perumpamaan ini bertujuan untuk  menggambarkan situasi dan kualitas hati manusia, ketika menerima Firman Allah. Hati manusia ibarat tanah atau lahan tempat benih atau bibit itu ditaburkan.  Sedangkan Sabda atau Firman Allah adalah benih yang ditaburkan dalam hati manusia. Sabda ALLAH yang ditaburkan oleh Sang Penabur pasti berkualitas prima. Namun hati manusia yang menerimanya bervariasi kondisinya, malah kadang kurang subur.

Yesus melukiskan hati manusia seperti tanah yang mempunyai “empat kondisi”: Pertama, “di pinggir jalan”: Ini berarti bahwa kita dengar dan paham akan Firman Tuhan, namun begitu banyak pengaruh dan pemikiran yang berseliweran di sekitar perjalanan hidup kita menuju Allah, sehingga matilah tunas Firman itu.

Kedua, “di tanah yang berbatu-batu”: yakni kondisi iman kita yang ditopang oleh rasa senang atau “mood” belaka, hingga tunas Firman itu tidak sampai berakar, mudah layu dan tidak tahan akan “panas-teriknya kehidupan”.

Ketiga, “di semak duri”:  tunas Firman itu mulai tumbuh, namun terjepit oleh berbagai kepentingan keduniawian dan kedagingan, hingga menjadi rapuh terlukai oleh “duri-duri materialisme dan berbagai masalah hidup”.

Keempat, “di tanah yang baik”: suatu kondisi yang ideal hingga benih Firman itu dapat tumbuh subur karena ditopang oleh sikap yang rendah hati, tekun dan terbuka terhadap tuntunan dan didikan dari Tuhan. Orang yang berhati seperti ini bersifat pembelajar dan selalu haus untuk menggapai yang terbaik dalam hidupnya dengan penerangan Roh Kudus. Ia selalu tidak puas terhadap yang dicapainya dan ingin tetap berusaha kuat untuk “bersemangat lebih” (semangat “magis”)

Cobalah kita mawas diri dengan jujur dan hati yang jernih: termasuk dalam kondisi mana hati kita ini, atau seberapa kadar kualitas hati kita ini?

Firman Tuhan dan pengalaman hidup sehari-hari adalah kekayaan yang Tuhan taburkan di sepanjang hidup kita. Bagaimana sikap kita: Apakah kita sudah puas seperti yang kita capai hari ini dengan hanya mengandalkan daya inderawi kedagingan, hukum alam serta perbuatan baik manusiawi belaka? Ataukah kita berani membuka hati dan pasrah diri untuk selalu disuburkan oleh Rakhmat Ilahi yaitu keselamatan Kristus dalam Gereja-Nya?

Untuk bisa menjadi “tanah yang baik dan subur”, kita dapat juga perhatikan pesan terakhir Rasul Paulus kepada Timotius yang terdapat dalam Bacaan Pertama: “Kejarlah keadilan, ibadah, kesetiaan, kasih, kesabaran dan kelembutan. Bertandinglah dalam pertandingan iman yang benar dan rebutlah hidup yang kekal…. Turutilah perintah ini dengan tidak bercacat dan tidak bercela hingga pada saat Tuhan kita Yesus Kristus menyatakan Diri-Nya” (1Tim. 6: 11,12,14).

Dengan menyimak, memperhatikan dan menjalankan pesan Rasul Paulus itu, maka kita tidak perlu menjadi orang yang suka mengeluh atau meratapi hidup ini dan selalu menyalahkan orang lain atau pihak ketiga dengan berbagai alasan. Dengan demikian, tugas  utama kita adalah bagaimana kita menjaga agar hati kita tetap menjadi lahan yang subur agar benih Firman itu dapat tumbuh dan berkembang serta berbuah seratus kali lipat?  Sanggupkah kita?

Doa

Ya Tuhan Yesus, aku bersyukur atas Firman dan Rakhmat yang Kau berikan kepadaku; curahkanlah Roh Kebijaksanaan agar aku tidak diombang-ambingkan oleh kesesatan dunia dengan iming-iming yang materialistis. Amin.

Selamat pagi. Selamat beraktivitas pada akhir pekan sesuai Prokes.

AMDG. Berkat TUHAN.

PK/hr

* Mulai hari ini Pena Katolik akan menyajukan renungan harian yang ditulis oleh Bapak Paulus Krissantono. Pak Kris merupakan aktivis sosial politik yang pada masa Orde Baru pernah menjadi Anggota DPR RI. Saat ini, dalam kesehariannya, ia tekun membaca Kitab Suci dan mencoba membagikan permenungannya setiap hari sesuai dengan Kalender Liturgi Katolik.

Komentar

Tinggalkan Pesan

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terhubung ke Media Sosial Kami

45,030FansSuka
0PengikutMengikuti
75PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan

Terkini