Senin, Desember 23, 2024
29.1 C
Jakarta

Letting Go: Di titik terendah, Tuhan buka mata Francis untuk selamatkan jiwa-jiwa

Letting Go

Keluarga Dominikan Indonesia atau Ordo Pewarta (OP), yakni para imam, suster dan awam, sering mendoakan Berkat Dominikan, memohon kepada Allah semua kebutuhan atau berkat yang dibutuhkan, bahkan tak tangung-tangung meminta kepada Allah Bapa untuk memberkati, kepada Allah Putra untuk menyembuhkan dan kepada Allah Roh Kudus untuk menerangi.

Dalam doa itu mereka meminta mata untuk melihat, bukan fisik saja tapi transparan dan misteri, karena Allah itu misteri; memohon telinga bukan sebagai pajangan, tetapi mendengar suara yang sering orang lain tidak dengar, yakni Firman Allah; mengharapkan tangan yang bisa melaksanakan apa yang dikehendaki Allah dalam hidup, serta kaki bukan hanya untuk berjalan tak tentu arah, tetapi sesuai kehendak Allah; dan mulut bukan sebagai sumber bencana, tetapi ikut mewartakan Sabda Keselamatan; dan memohon agar para kudus dan para malaikat menjaga dan menghantar mereka ke kehidupan kekal.

Dan, saat merenungkan buku “Letting Go, Bangkit dan Berdamai dengan Duka dan Kehilangan” yang ditulis FX Francis Irawan OP, “saya merasa Brother Francis secara penuh, total, radikal, maksimal menggunakan semua yang sudah diberikan Allah kepada dia,” kata Superior Jenderal Kongregasi Suster-Suster Santo Dominikus di Indonesia Suster Maria Elisabeth Yaya Budiarti OP.

Peneguhan oleh Suster Elisabeth itu ditulis oleh Arue, Majalah dua bulanan milik Keluarga Dominikan Indonesia, edisi Mei Juni 2021. Peneguhan itu merupakan bagian dari bedah buku itu lewat Zoom Meeting 25 Mei, yang diisi sambutan Presiden Persaudaraan Dominikan Awam (PDA) Indonesia Theo Admadi OP, prakata dari Moderator PDA Indonesia Pastor Andreas Kurniawa OP, ringkasan buku oleh penulis, ucapan terima kasih oleh Pemimpin Panti Wreda Karitas Cimahi Suster Maria Philomena OP, dan tanya jawab.

Menurut Suster Elisabeth, pengalaman pahit kehilangan istri dan anak yang dialami penulis bukan peristiwa kecil dan sederhana, “tidak banyak orang mengalaminya, hanya orang pilihan yang dianggap mampu dan kuat.” Dan, lanjut suster, “Allah berkenan membiarkan peristiwa pahit itu terjadi pada Brother Francis. Dan benar, ketika mengalami peristiwa itu, dia mampu merefleksikan kehilangan luar biasa, rasa terpuruk dan kegelapan, situasi sendiri dan sepi, disertai berbagai ungkapan pedih lain.”

Dengan kata lain, kata suster, Brother Francis berada di titik terendah, “tetapi Tuhan mengubah segalanya, karena dia punya mata untuk melihat, telinga untuk mendengar, dia mampu bekerja sama dengan rahmat Allah, dan yang terjadi adalah buku ini.”

Betapa indahnya, kata Suster Elisabeth, ada seorang awam mengatakan, “Jangan kecewa, jangan menjauhi Allah, apalagi dendam, memusuhi, dan melupakan Allah.” Kalau yang mengatakan itu pastor, suster, religius atau pemuka agama, itu biasa, “tetapi ini dikatakan oleh seorang awam!”

Bukan kebetulan, Francis Irawan adalah anggota Dominikan Awam, “dan cara Tuhan menuntun luar biasa, di saat dia berapa di titik terendah Tuhan membuka matanya dan dia menemukan sebuah buku tentang cara menyelamatkan jiwa-jiwa yang dikasihinya yang sudah pergi mendahulunya.”

Buku yang sedang dibedah, kata Suster Elisabeth, adalah inspirasi dari kebersatuan erat dengan Tuhan. “Tuhan sendiri yang menggerakkan dan memampukan pribadi dalam lembah paling kelam, kedukaan paling pahit, itu untuk menjadi berbunga seperti terlihat pada cover, di antara beberapa utas benang yang masih belum putus tumbuhlah bunga-bunga indah dan cantik yang bisa dinikmati banyak orang,” tegas suster seraya menambahkan, hidup akan bermakna kalau dipersembahkan demi kebahagiaan dan keselamatan jiwa-jiwa, dan itulah “kekuatan spiritualitas Dominikan.”

Pastor Andreas Kurniawan OP (Pastor Andrei) menjelaskan, Ordo Dominikan dikenal sejak awal untuk pewartaan dan keselamatan jiwa-jiwa. “Seluruh kehidupan Dominikan harus diarahkan pada keselamatan jiwa-jiwa.” Menjalankan kaul, berbagi, studi, dan beratu dengan Tuhan lewat doa dan kontemplasi, serta membawa semuanya dalam pewartaan, menurut imam itu, adalah panggilan agar keselamatan jiwa-jiwa menjadi kenyataan.

Selain mendoakan arwah 2 November, kata imam itu, “tidak ada waktu bagi anggota Ordo itu untuk tidak mendoakan orang meninggal,” sepanjang tahun. “Selesai makan pagi, siang dan malam, setiap hari kita ucapkan doa arwah orang beriman, ‘semoga jiwa-jiwa orang beriman beristirahat dalam kemuliaan, kententeraman karena kerahiman Tuhan’. Ada berbagai doa untuk yang sudah meninggal juga doa ‘De Profundis’ … dari jurang yang dalam aku berseru kepada-Mu ya Tuhan …” (Mazmur 130) setiap sore. Maka ada pepatah Italia mengatakan, “Jadilah seorang Dominikan ketika kamu meninggal.”

Pastor Andrei bersyukur dengan karya yang menunjukkan pengalaman pribadi dan rohani yang bertumbuh dalam jati diri Dominikan Awam yang setia dalam pewartaan demi keselamatan jiwa-jiwa itu. “Semoga lewat buku ini kita membaca pengalaman Saudara Francis yang berproses bersama Tuhan dan terus berpengharapan dengan mendoakan arwah orang yang mendahului kita, sehingga menghentikan kesedihan berduka karena mereka sudah bahagia di surga,” kata imam itu yang melihat buku itu “mengajak kita tetap semangat mengisi kehidupan dalam kuasa Tuhan untuk keselamatan jiwa-jiwa.”

Theo Admadi OP berharap buku “Letting Go” yang ditulis berdasarkan pengalaman nyata Francis akan banyak memberi pencerahan, bantuan, kekuatan dan semangat baru, bukan saja bagi yang alami hal serupa, karena buku itu menceritakan perjuangan Francis sehingga memperoleh hikmat tiga kebijakan Ilahi yang kita peroleh waktu dibaptis yaitu iman, pengharapan dan kasih.

Presiden pertama PDA Indonesia itu bercerita tentang perkenalan pertama tahun 2012 saat Francis mencari imam OP. Dalam percakapan lewat Facebook Theo Atmadi bertanya, “mengapa mencari Romo OP” dan Francis menjawab ingin merayakan Misa Arwah 1000 hari mendiang istri dan anaknya. “Mengapa harus romo OP?” Menjawab pertanyaan ini, Francis mengatakan, dia mendapat inspirasi agar Misa dipersembahkan oleh imam Dominikan karena buku Paul Sulivan OP berjudul “Bebaskanlah kami dari sini” yang dibacanya menjelaskan, tradisi Ordo Pewarta adalah mendoakan arwah, arwah keluarga, saudara, kerabat, bahkan sahabat dan semua orang.

Peristiwa itu menjadi awal panggilan Brother Francis. Akhirnya dia bergabung dan menjadi anggota PDA Chapter Jakarta, dan tahun 2017, dia mengikrarkan Kaul Kekal.(PEN@ Katolik/paul c pat/Arue)

Letting Go 3Bedah Buku Letting GoFrancis 4

Komentar

Tinggalkan Pesan

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terhubung ke Media Sosial Kami

45,030FansSuka
0PengikutMengikuti
75PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan

Terkini