Dikasteri untuk Awam, Keluarga dan Kehidupan melakukan konferensi pers untuk menampilkan beberapa “Pedoman Pastoral untuk Hari Orang Muda Sedunia di Gereja-Gereja Partikular.” Pedoman itu, menurut dikasteri itu, “dimaksudkan untuk menjadi sumber motivasi ideal dan kemungkinan implementasi praktis yang memungkinkan WYD keuskupan atau wilayah keuskupan (eparki) menjadi kesempatan mengeluarkan potensi kebaikan yang ada pada setiap orang muda, dengan kemurahan hati, kehausan akan nilai-nilai otentik, dan cita-cita besar mereka.”
Acara yang disiarkan langsung dari Kantor Pers Takhta Suci, 18 Mei, menampilkan beberapa pembicara antara lain Pastor Alexandre Awi Mello dan Pastor João Chagas, masing-masing sekretaris dan kepala Kantor Orang Muda dari Dikasteri itu.
Perayaan internasional Hari Orang Muda Sedunia (WYD) diadakan setiap tiga tahun di negara yang berbeda diikuti oleh Bapa Suci. Sebaliknya, perayaan biasa acara itu berlangsung setiap tahun di Gereja-Gereja partikular.
Setiap tahun, menjelang perayaan itu, Paus terbitkan Pesan untuk “menemani perjalanan Gereja universal bersama orang muda.” Menurut catatan pedoman itu, WYD adalah hasil “wawasan profetik luar biasa” dari Santo Paus Yohanes Paulus II. Orang kudus dari Polandia itu ingin agar semua orang muda merasa diperhatikan oleh Gereja dan karena itu menggugah agar “seluruh Gereja tingkat dunia, dalam persatuan dengan Penerus Petrus, lebih dan lebih berkomitmen pada orang muda, pada keprihatinan dan kekhawatiran serta aspirasi dan harapan mereka, sehingga memenuhi harapan mereka dengan mengkomunikasikan kepastian yakni Kristus, Kebenaran yakni Kristus, cinta yakni Kristus.”
Paus Benediktus XVI melanjutkan hal yang sama dan dalam berbagai kesempatan menekankan bahwa acara-acara ini adalah “karunia dari surga bagi Gereja… obat melawan kelelahan iman,” serta “bentuk baru dan lebih muda dari Kekristenan” dan “pelaksanaan evangelisasi baru.”
Paus Fransiskus juga memberikan dorongan misionaris yang luar biasa bagi Gereja, terutama bagi generasi muda. Di akhir WYD di Rio de Janeiro tahun 2013, Paus mengatakan, acara itu adalah “tahap baru ziarah orang muda melintasi benua-benua dengan membawa Salib Kristus.” Paus mengatakan kepada orang muda, “Ingatlah selalu, orang muda tidak mengikuti Paus, mereka mengikuti Yesus Kristus, dan memikul Salib-Nya. Dan Paus membimbing mereka serta menemani mereka dalam perjalanan iman dan harapan ini.”
Pedoman itu menyoroti, merayakan WYD di gereja-gereja partikular punya makna besar bagi orang muda dan komunitas gerejawi setempat karena ada yang tidak bisa ikut di tingkat internasional karena kesulitan studi, pekerjaan atau keuangan. Dalam hal ini, merayakan secara lokal “berfungsi untuk meningkatkan kesadaran di antara komunitas gerejawi secara keseluruhan, awam, imam, kaum hidup bakti, keluarga, orang dewasa dan lansia, tentang misi mereka untuk menyebarkan iman kepada generasi-generasi lebih muda.”
Selain itu, Sidang Umum Sinode Para Uskup 2018 bertema “Orang Muda, Iman, dan Pencermatan Panggilan” (2018) mengingatkan kita bahwa seluruh Gereja, termasuk yang universal dan partikular, harus merasa bertanggung jawab terhadap orang muda dan mau membiarkan diri kita ditantang oleh persoalan, keinginan, dan kesulitan mereka. Karena itu, perayaan ini berguna untuk menjaga agar Gereja tetap “sadar akan pentingnya berjalan bersama orang muda, menyambut mereka dan mendengarkan mereka dengan kesabaran sambil mewartakan Sabda Allah kepada mereka dengan kasih sayang dan kekuatan.”
Karena itu, pedoman pastoral ini harus dianggap sebagai “kesempatan baik untuk menjadi kreatif dalam merencanakan dan melaksanakan prakarsa” yang menunjukkan bahwa Gereja menganggap misinya bersama orang muda adalah “prioritas pastoral tentang pentingnya membuka zaman baru tempat investasi waktu, energi, dan sumber daya.” Namun, itu harus disesuaikan dengan situasi Gereja partikular yang berbeda di seluruh dunia. Bisa juga sekelompok yurisdiksi, wilayah gerejawi atau bahkan di tingkat nasional.
Hari Raya Kristus Raja, 22 November 2020, Paus Fransiskus menyerukan dimulainya kembali perayaan WYD di Gereja-Gereja partikular. Paus mengumumkan bahwa perayaan, yang biasanya diadakan di Minggu Palma sekarang akan diadakan di hari Minggu Hari Raya Kristus Raja, mulai tahun 2021.
Menelusuri hubungan antara dua perayaan liturgi ini, pedoman itu mencatat bahwa pada Minggu Palma, masuknya Yesus ke Yerusalem adalah masuknya “raja, yang lemah lembut dan menunggang seekor keledai” (Mat 21: 5) dan diakui sebagai Mesias oleh orang banyak, “Hosana bagi Anak Daud! Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan!” Penginjil Lukas bahkan menambahkan gelar “Raja” dalam seruan orang banyak, dan menekankan bahwa Mesias itu juga Raja (Luk 19:38).
Dalam terang ini, pewartaan penting yang harus disampaikan kepada orang muda, dan harus jadi pusat dari setiap WYD keuskupan yang dirayakan pada Hari Raya Kristus Raja adalah “terimalah Kristus! Sambutlah Dia sebagai Raja dalam kehidupan kalian! Dialah Raja yang datang untuk menyelamatkan! Tanpa Dia tidak ada perdamaian sejati, tidak ada rekonsiliasi batin yang sejati dan tidak ada rekonsiliasi sejati dengan sesama! Tanpa Kerajaan-Nya, masyarakat juga kehilangan wajah manusianya. Tanpa Kerajaan Kristus, semua persaudaraan sejati dan semua kedekatan sejati dengan orang yang menderita akan lenyap.”
Lebih dari itu, Paus Fransiskus mengatakan bahwa di pusat dua perayaan liturgi itu terletak “Misteri Yesus Kristus Sang Penebus umat manusia” dan pesan intinya adalah bahwa perawakan penuh umat manusia berasal dari cinta yang memberikan dirinya kepada orang lain “sampai akhir.”
Maka, Dikasteri itu mengajak keuskupan-keuskupan dan eparki-eparki untuk merayakan WYD pada Hari Raya Kristus Raja, dan menempatkan orang muda pada pusat perhatian pastoral, berdoa untuk mereka, melibatkan mereka sebagai pelaku utama promosi, antara lain, kampanye komunikasi. Keuskupan juga harus mempertimbangkan perayan itu sebagai bagian dari “perjalanan pastoral yang lebih luas di mana WYD hanya satu tahap” sesuai rekomendasi Paus Fransiskus bahwa “pelayanan kepemudaan harus bersifar sinodal; pelayanan itu harus melibatkan perjalanan bersama.”
Pedoman itu juga mengeksplorasi enam landasan yang jadi inti WYD. “WYD memberikan pada orang muda pengalaman iman dan persekutuan yang hidup dan menyenangkan, sebuah ruang untuk mengalami keindahan wajah Allah.” Karena inti dari kehidupan beriman adalah perjumpaan kita dengan Yesus, setiap WYD harus “menggema dengan ajakan bagi setiap orang muda untuk bertemu Kristus dan masuk ke dalam dialog pribadi dengan-Nya,” tulis pedoman itu.
Dalam hal ini, program WYD internasional itu bisa menginspirasi perayaan lokal. Dalam perayaan itu, program WYD internasional bisa diadaptasi secara kreatif guna memasukkan perhatian khusus pada “saat-saat adorasi Ekaristi sebagai tindakan iman par excellence, dan pada liturgi tobat sebagai tempat perjumpaan khusus dengan belas kasihan Allah.”
Pedoman itu menekankan bahwa WYD menjadi kesempatan bagi “orang muda untuk mengalami persekutuan gerejawi dan untuk semakin menyadari bahwa mereka bagian integral dari Gereja.” Untuk mencapai hal itu, cara pertama untuk melibatkan orang muda adalah dengan “mendengarkan mereka” dan menemukan “waktu dan cara yang tepat agar suara orang muda didengar dalam struktur persekutuan yang ada: dewan-dewan keuskupan atau eparki dan antarkeuskupan atau eparki, dewan presbiteral, dewan lokal para uskup.”
Juga harus ada ruang untuk berbagai karisma yang ada di yurisdiksi bersama orang muda untuk Gereja yang lebih partisipatif dan bertanggung jawab di mana tidak ada yang dikecualikan atau mengecualikan diri sendiri. “Cara ini, akan mungkin mengumpulkan dan mengkoordinir semua kekuatan dinamis Gereja partikular, serta membangunkan kembali mereka yang tidak aktif,” tulis pedoman itu.
Pada saat yang sama, “kehadiran Uskup lokal dan kesediaannya untuk berada di antara orang muda menunjukkan kepada mereka tanda cinta dan kedekatan yang jelas” dalam gaya pastoral kedekatan yang didorong oleh Paus Fransiskus.
WYD di tingkat internasional terbukti menjadi kesempatan sangat baik bagi orang muda untuk mendapat pengalaman misionaris, tulis pedoman itu. Mengenai hal ini, pedoman itu menekankan agar ini juga harus terjadi dalam Hari Orang Muda keuskupan atau eparki. Dalam acara lokal, bisa diorganisir misi yang mendorong orang muda mengunjungi orang-orang di panti-panti dengan membawa “pesan pengharapan, kata penghiburan atau sekedar bersedia mendengarkan.” Antusiasme mereka juga bisa dimanfaatkan untuk “memungkinkan mereka memimpin peristiwa evangelisasi publik dengan lagu, doa, dan kesaksian. Mereka bisa pergi ke jalan-jalan dan alun-alun kota tempat teman-teman sebaya mereka bertemu, karena orang muda adalah penginjil terbaik bagi orang muda.”
“Kehadiran dan iman mereka yang penuh sukacita sudah merupakan “pewartaan yang hidup” dari Kabar Gembira yang menarik orang muda lainnya,” kata pedoman itu seraya menambahkan, “dengan cara ini, orang muda diberi kesempatan menjadi ‘pelaku utama revolusi amal kasih dan pelayanan, yang mampu melawan patologi konsumerisme dan individualisme yang dangkal’.”
Pedoman itu juga mendorong prioritas untuk dimensi panggilan WYD, yang bertujuan membantu orang muda “memahami bahwa seluruh hidup mereka ditempatkan di hadapan Allah yang mencintai dan memanggil mereka.”
Ketika mereka sampai pada istilah “panggilan dasar” dalam “cakrawala panggilan” yang lebih luas, kepada orang muda bisa diusulkan “pilihan yang harus dibuat sesuai panggilan yang Allah sedang sampaikan kepada mereka masing-masing secara individu, apakah untuk imamat atau hidup bakti, termasuk dalam bentuk biara, atau pernikahan dan keluarga.”
Dalam hal ini, para frater calon imam, kaum hidup bakti, pasangan menikah dan keluarga bisa membantu dan “dengan kehadiran dan kesaksian, mereka bisa bantu mendorong orang muda untuk mengajukan pertanyaan berkaitan dengan panggilan yang sesuai dan keinginan untuk berangkat mencari “rencana besar” yang Allah pikirkan untuk mereka.
Sementara itu, “setiap pilihan panggilan harus berpusat pada panggilan lebih dalam menuju kekudusan. WYD harus beresonansi dengan orang muda panggilan menuju kekudusan sebagai jalan yang sejati menuju kebahagiaan dan pemenuhan diri,” tegas pedoman itu.
Pedoman pastoral itu juga merekomendasikan agar perayaan WYD keuskupan atau eparki bisa mengusulkan cara-cara khusus bagi orang muda untuk memiliki pengalaman ziarah yang nyata, yang mendorong mereka “meninggalkan rumah mereka dan melakukan perjalanan, dan di jalan itu mereka berkenalan dengan keringat dan kerja keras perjalanan, kelelahan tubuh dan sukacita semangat itu.”
“Semua ini sangat penting saat ini karena banyak anak muda berisiko mengisolasi diri sendiri di dunia maya yang tidak nyata, jauh dari jalanan berdebu dan jalanan dunia,” kata dokumen itu seraya menambahkan “seringkali melalui ziarah bersama kita menjalin pertemanan baru, dan mengalami kegembiraan menjalani bersama cita-cita yang sama saat kita memandang bersama tujuan bersama dengan saling mendukung dalam kesulitan dan sukacita berbagi hal-hal kecil yang kita miliki.”
Maka, WYD adalah kesempatan besar bagi generasi muda “untuk menjelajahi tempat-tempat ziarah lokal dan tempat-tempat devosi terkenal lainnya” dengan mengingat bahwa “berbagai manifestasi tempat devosi, terutama ziarah, menarik orang muda yang tidak langsung merasa betah dalam struktur gereja, dan merupakan tanda konkret kepercayaan mereka akan Allah.”
Sementara menekankan pentingnya melibatkan orang muda dalam semua langkah perencanaan pastoral WYD, pedoman itu mengatakan, ‘kesaksian dan pengalaman orang muda yang sebelumnya pernah ikut WYD internasional layak untuk diangkat dalam persiapan acara keuskupan atau eparki.”
Pedoman itu mendorong keuskupan dan eparki untuk “memastikan bahwa orang muda yang kurang hadir dan kurang aktif dalam kerangka pastoral yang mapan tidak merasa dikucilkan” sehingga mereka merasa “diharapkan dan diterima, masing-masing dalam keunikan individu serta potensi manusiawi dan spiritual mereka.” Dengan cara ini, “acara keuskupan atau eparki dapat menjadi kesempatan sangat baik untuk memotivasi dan menyambut semua orang muda yang mungkin mencari tempat mereka di Gereja dan yang belum menemukannya.”(PEN@ Katolik/paul c pati/Vatican News)