Pada hari Minggu Migran dan Pengungsi Sedunia yang diadakan setiap tahun di hari Minggu terakhir bulan September, 27 September 2020, saat berbicara kepada umat beriman yang berkumpul di Lapangan Santo Petrus Vatikan untuk Angelus, Paus Fransiskus memberikan salam khusus untuk para migran dan pengungsi di lapangan itu dan mengatakan dia berdoa untuk mereka dan untuk semua orang yang membantu mereka.
Paus juga mengalihkan perhatiannya pada patung perunggu bernama “Angels Unawares” (malaikat-malaikat tanda disadari) dan menjelaskan bahwa dalam pesan hari sedunia itu tahun ini dia menyoroti penderitaan para Pengungsi Internal yang, “dipaksa melarikan diri seperti itu Yesus dan keluarganya.”
Caritas Internationalis ikut bersama Paus Fransiskus menggemakan seruan para pengungsi internal (IDP) sedunia untuk keadilan, kehidupan yang bermartabat dan kepulangan yang aman. Dan, dalam rangka Hari Migran dan Pengungsi Sedunia 2020, diberikan perhatian khusus pada tragedi IDP yang sering terlupakan, serta mendesak pemerintah memberikan tanpa syarat akses pelayanan dasar dan kepulangan bermartabat dan aman bagi semua pengungsi internal di seluruh dunia.
Gereja Katolik menetapkan hari Minggu terakhir bulan September sebagai Hari Migran dan Pengungsi Sedunia. “Dipaksa seperti Yesus Kristus untuk melarikan diri” adalah tema yang dipilih Paus Fransiskus untuk edisi ke-106 peringatan tahunan di tahun ini.
Dalam pesan untuk kesempatan itu di bulan Mei, Bapa Suci menyerukan perhatian dan kebijakan-kebijakan baru bagi semakin banyaknya IDP di dunia. Paus mengatakan dia merangkul semua orang yang sangat menderita, ditinggalkan, terpinggirkan, dan ditolak akibat Covid-19. Perkara migran dan pengungsi menjadi corak menonjol kepausan dari paus yang berusia 83 tahun itu.
Seraya mengangkat seruan Paus Fransiskus, Sekretaris Jenderal Caritas Internationalis Aloysius John mengatakan, “Di hari istimewa ini, kami ingin menggemakan seruan mereka untuk keadilan dengan menyerukan tindakan segera dan tepat waktu.” Di seluruh dunia, katanya, Caritas selalu berhubungan langsung dengan orang-orang yang menjalani situasi pengungsian yang dramatis di negara mereka sendiri. Mereka adalah orang-orang yang ditinggalkan sendirian, kehilangan perlindungan hukum konvensional.
Menurut Laporan Global oleh Internal Displacement Monitoring Center, 45,7 juta orang mengungsi akibat konflik dan bencana di 61 negara dan wilayah di seluruh dunia di akhir 2019. Angka itu, kata John, “yang tertinggi yang pernah tercatat.” Tetapi, lanjutnya, meskipun jumlah dan urgensinya terus bertambah, sampai sekarang, “situasi dramatis pengungsi tidak ditangani secara memadai di tingkat internasional.”
Dijelaskan bahwa tidak seperti pengungsi, yang diberikan perlindungan internasional, IDP tidak mendapatkan perlindungan hukum internasional tingkat tinggi, karena mereka tetap berada dalam perbatasan negara mereka sendiri.
“Mereka itu korban dari sistem politik yang tidak demokratis dan kekacauan lingkungan yang menyebabkan kelaparan, perang, dan kekerasan,” kata John. “Mereka termasuk orang paling rentan di planet ini, namun hak dasar mereka untuk menjalani kehidupan yang bermartabat ditolak,” lanjutnya.
Anak-anak IDP, terutama remaja putri, dan perempuan, katanya, bahkan lebih rentan dan sering menjadi objek eksploitasi, pelecehan, dan kekerasan seksual.
Caritas Internationalis mencatat, banyak situasi pengungsian internal yang berlarut-larut karena akar penyebab dari pengungsian paksa belum ditangani atau tetap belum terselesaikan, seperti dalam situasi konflik di Suriah, Kolombia dan Ukraina.
Orang-orang juga terpaksa mengungsi secara internal akibat bencana alam dan kelaparan seperti di Somalia, Burkina Faso, Mali dan Filipina, atau karena perubahan iklim, di mana kondisi ketidakamanan yang terus-menerus menghalangi pengungsi internal secara paksa untuk kembali ke rumah.
“Kami tidak bisa terus menutup mata terhadap tragedi ini,” kata John seraya mendesak “pemerintah dan masyarakat internasional untuk segera bertindak bagi para pengungsi internal.”
Caritas secara khusus meminta mereka untuk memastikan bahwa para pengungsi internal memiliki akses tanpa syarat pada kebutuhan dasar, seperti makanan dan air, dan pelayanan, sehingga mereka bisa menjalani kehidupan yang bermartabat, terutama pada saat pandemi COVID-19 ini.
Caritas mendesak mereka memastikan kepulangan yang aman dan bermartabat bagi yang ingin dan bisa pulang, dan menyerukan “gencatan senjata global, untuk menghentikan konflik yang merupakan salah satu penyebab utama yang memaksa pengungsi internal untuk melarikan diri.”(PEN@ Katolik/pcp berdasarkan Robin Gomes/Vatican News)
Artikel Terkait:
Paus Fransiskus meluncurkan patung untuk memperingati kaum migran dan pengungsi