Dalam seruan untuk memperingati Hari Perdamaian Internasional 21 September, Caritas Internationalis menyerukan penghentian perang dan kekerasan di seluruh dunia dan khususnya di Timur Tengah, dan mengimbau peningkatan “dialog yang sangat dibutuhkan” untuk menemukan solusi politik untuk masalah yang sedang berlangsung.
Hari Perdamaian, pesan itu menggarisbawahi, “adalah kesempatan penting bagi umat manusia untuk menegakkan perdamaian sebagai sebuah nilai unik, dan mengungkapkan komitmen tanpa syarat untuk perdamaian di atas semua perbedaan.”
Organisasi bantuan itu mengutip Paus Fransiskus, yang mengatakan bahwa “setiap perang adalah bentuk pembunuhan saudara yang menghancurkan panggilan bawaan keluarga manusia untuk persaudaraan.”
Sejalan dengan kata-kata Bapa Suci ini, pesan itu mengatakan, “Caritas Internationalis percaya pada perdamaian sebagai budaya yang perlu dipupuk, dibagikan, dan dijalani di semua lapisan masyarakat, dari komunitas-komunitas lokal hingga tingkat politik.”
Dalam seruan itu, badan itu menyerukan agar sanksi-saksi di Suriah dicabut. “Jelas bahwa sanksi-saksi itu tidak membantu meningkatkan perdamaian, melainkan memperburuk konflik dan merusak perdamaian.”
Caritas juga menyerukan agar segala upaya yang dilakukan, dan untuk pelaksanaan setiap inisiatif “yang bisa mengarah pada perdamaian di wilayah konflik itu, untuk memastikan bahwa bantuan internasional untuk pembangunan memberikan perhatian penting untuk membangun perdamaian dan rekonsiliasi di tingkat akar rumput guna membangun perdamaian dan kerukunan yang berpusat pada komunitas.”
Caritas juga mendorong agar didukung upaya-upaya para pemimpin agama dan komunitas berbasis agama yang terlibat dalam meningkatkan dialog antaragama.
“Kemanusiaan kita hari ini,” demikian sorotan lembaga itu, “terus menyaksikan jutaan orang hidup dalam kondisi yang mengerikan akibat perang dan kekerasan, yang membuat mereka tidak menjalani kondisi kemanusiaan mereka secara bermartabat. Jutaan orang mati karena tidak ada perdamaian, karena perang dan kekerasan yang penyebabnya adalah keegoisan, keserakahan, korupsi, diskriminasi agama dan etnis serta eksploitasi sumber daya alam secara ilegal.”
Organisasi bantuan itu selanjutnya mengatakan “di saat Covid-19 memperlihatkan kepada kita semua kerapuhan dan kerentanan keberadaan manusia dan mempersatukan seluruh umat manusia dalam solidaritas untuk memerangi penyebaran virus itu, kita perlu berdiri bersama untuk melawan semua bentuk perpecahan, semua godaan kebencian.”
Caritas Internationalis berupaya mengatasi akar penyebab konflik dan kekerasan melalui pencegahan konflik, mediasi dan pembangunan perdamaian, dan mendampingi, merawat dan memberikan suara bagi orang-orang yang rentan yang tinggal di daerah krisis dan lingkungan sosial yang sulit.
Dikatakan bahwa saat ini, di Kachin dan Negara Bagian Shan Utara, Caritas Myanmar sedang melaksanakan “Program Perdamaian yang Tahan Lama bersama para pengungsi internal, desa-desa yang terkena dampak konflik serta komunitas-komunitas tuan rumah, wanita, orang muda dan pemimpin agama dalam kerjasama erat dengan Gereja.”
Masih banyak lagi karya Caritas seperti di Republik Afrika Tengah, Kolombia, Pakistan dan di Mindanao, Filipina. Di sana Caritas dan Gereja lokal bekerja untuk solusi damai di wilayah tempat kekerasan terjadi.
Di Hari Perdamaian Internasional ini, Caritas Internationalis menekankan, “Perdamaian tidak dapat dicapai tanpa tindakan berani tanpa pamrih, menempatkan pribadi manusia dan kondisi manusia di atas kepentingan pribadi lainnya.” (PEN@ Katolik/paul c pati berdasarkan Vatican News)