Papua Nugini (PNG) memperingati Hari Kemerdekaan ke-45 tanggal 16 September 2020, “tetapi negara itu masih harus menghadapi jalan yang panjang dalam mengatasi banyak tantangan yang dihadapi masyarakat.” Pertanyaan itu dikemukakan oleh Para Uskup Katolik Papua Nugini dan Kepulauan Solomon, yang bersama-sama membentuk satu konferensi waligereja, dalam sebuah pesan menjelang Hari Kemerdekaan.
Perjalanan Papua Nugini untuk menentukan nasib sendiri dimulai 16 September 1975, tulis Konferensi Waligereja Papua Nugini dan Kepulauan Solomon (CBCPNGSI) dalam pesan untuk Hari Kemerdekaan Papua Nugini. “Namun masih jauh perjuangan untuk pendidikan universal, perawatan kesehatan, penghentian kekerasan gender dan kekerasan dalam rumah tangga, kejujuran pribadi, kemakmuran untuk semua, pembangunan dan infrastruktur yang diperlukan,” tulis Sekretaris Jenderal CBCPNGSI Pastor Giorgio Licini.
Papua Nugini mencapai kemerdekaan di tengah malam antara 15 dan 16 September 1975, yang mengakhiri 69 tahun pemerintahan Australia, dan menandai berakhirnya 90 tahun pemerintahan kolonial di bawah otoritas Inggris, Jerman dan Australia.
Dalam pesan itu, Pastor Licini mencatat bahwa masyarakat senang dengan “kesederhanaan hidup desa”. Tapi, imam itu menyesal karena “pertengkaran suku dan konflik keluarga mendorong semakin banyak individu keluar dari tempat asal mereka dan tanah leluhur mereka.” Meskipun pusat-pusat kota berkembang pesat, kata imam itu, “kesempatan kerja langka, jalanan kotor dan menjijikkan, dan kejahatan kecil sukar dikendalikan.”
Pastor dari Institut Kepausan untuk Misi Asing (PIME) itu juga menyerukan persatuan dan kerja sama guna mengatasi tantangan negara. Guna mendapat masukan dan pengawasan, imam itu mendesak pemerintah untuk lebih pro-aktif menjangkau masyarakat sipil. “Demokrasi tidak berakhir pada hari pemilihan. Setelah pemilihan, Anggota Parlemen hampir tidak terlihat kembali di daerah pemilihan mereka, dan para menteri pemerintah bersembunyi di balik pintu terkunci dalam gedung parlemen dan kantor-kantor, dan mengurangi sebanyak mungkin interaksi dengan publik,” kata Pastor Licini.
Imam itu menegaskan, “Hanya transparansi dan partisipasi yang mendasari tingkat baru kemajuan dan kebebasan nasional.”
Menyadari bahwa perayaan Hari Kemerdekaan tahun ini berlangsung di tengah pandemi Covid-19, para uskup PNG dan Kepulauan Solomon mengatakan, “Kematian, penyakit, tekanan pada sistem kesehatan, kehilangan pekerjaan, dan kecemasan, adalah efek paling terlihat dari virus yang menyerang umat manusia di awal tahun.”
Para uskup mengungkapkan rasa syukur kepada Allah dan alam karena PNG bisa mengatasi krisis itu dengan baik dan warga mereka yang lebih lemah dan lebih tua telah diselamatkan. Mereka berterima kasih kepada negara-negara dan lembaga-lembaga pengembangan yang datang membantu mereka dengan peralatan dan keahlian medis, dan mengatakan negara-negara saling membutuhkan dan mendukung terutama di saat-saat sulit.(PEN@ Katolik/pcp berdasarkan Robin Gomes/Vatican News)