(Renungan berdasarkan Bacaan Injil Minggu ke-21 di Masa Biasa, 23 Agustus 2020: Matius 16: 13-20)
Injil hari ini berbicara banyak tentang identitas baru dan peran Santo Simon Petrus sebagai pemimpin para rasul, dan dengan demikian, pemimpin Gereja. Dia adalah batu fondasi pilihan yang di atasnya Yesus membangun Gereja-Nya. Dia adalah perdana menteri yang memegang kunci kerajaan Tuhan. Dia adalah imam kepala yang bertanggung jawab atas Bait Allah yang baru. Dia adalah Rabi kepala yang ajarannya mengikat seluruh umat beriman. Ini adalah hak istimewa yang luar biasa dan orang mungkin bertanya-tanya, “Di antara para murid, mengapa dia yang dipilih? Apakah Yesus tahu bahwa dia akan menyangkal-Nya tiga kali?”
Pilihan Yesus adalah sebuah misteri besar, namun pada akhirnya, tidak ada yang layak menjadi paus pertama. Jika kita membaca Alkitab dan mencoba melihat banyak cerita panggilan dari para pemimpin besar Israel, kita akan melihat pola yang sama: kebanyakan dari mereka tidak layak dan pendosa besar. Abraham adalah seorang pengecut yang bersembunyi di belakang istrinya. Musa terlibat dalam pembunuhan seorang Mesir. Daud melakukan perzinaan dan merencanakan pembunuhan Uria. Tuhan tampaknya memiliki kecenderungan untuk memilih orang berdosa yang tidak layak!
Namun, itu baru setengah dari cerita. Para pemimpin hebat ini memiliki kualitas luar biasa dalam hubungannya dengan belas kasihan dan cinta Tuhan. Terlepas dari kelemahan mereka, mereka tidak pernah kehilangan harapan akan kasih karunia Tuhan yang bekerja di dalam diri mereka. Ketika mereka jatuh, mereka belajar untuk bangkit sekali lagi dan membiarkan Tuhan menopang mereka. Kualitas khusus ini juga yang dimiliki Simon.
Sepanjang hidupnya, Petrus berjuang untuk mencintai Yesus dan menjadi pemimpin Gereja Kristus. Dia berhasil berjalan beberapa langkah di atas air, tetapi ragu sehingga dia mulai tenggelam. Dia membuat pernyataan yang diilhami Roh kudus tentang keilahian Yesus, tetapi segera setelah itu, dia mencegah Yesus untuk menuntaskan misi-Nya di kayu salib. Tak ayal, Yesus menyebutnya “Setan!” Dia berjanji kepada Yesus bahwa dia akan menyerahkan nyawanya untuk Yesus, tetapi kurang dari dua puluh empat jam, dia menyangkal Yesus tiga kali, dan melarikan diri! Namun, meskipun begitu besar dosa, dia memilih bertobat, tetapi tidak putus asa. Bandingkan dengan Yudas yang kehilangan harapan dan bunuh diri, Petrus tahu betul bahwa tidak ada yang mustahil bagi Tuhan. Sungguh, Kristus yang bangkit memulihkan tempatnya sebagai pemimpin dan gembala kawanan domba-Nya, setelah meminta pengakuan kasih Simon tiga kali. Namun, itu bukanlah akhir cerita. Sebuah tradisi mengatakan bahwa selama penganiayaan kaisar Niro, Petrus berusaha melarikan diri dari Roma. Dalam perjalanannya ke luar kota itu, Petrus bertemu Yesus berjalan dengan arah berlawanan. Dia kemudian bertanya kepada Yesus, “Quo vadis, Domine? [Ke mana kamu pergi, Tuhan?]” Yesus menjawab, “Aku akan ke Roma, untuk disalibkan lagi!” Mendengar ini, Petrus lari kembali ke Roma. Benar saja, dia ditangkap dan disalibkan secara terbalik.
Pilihan kepada Petrus adalah sebuah misteri, tapi juga kabar baik. Kita seperti Simon Petrus, kita dipilih menjadi umat Tuhan, dipilih untuk peran dan misi tertentu, tetapi jauh di lubuk hati kita, kita tidak layak dan penuh kelemahan. Mengapa Tuhan memilih saya menjadi imam-Nya? Mengapa Tuhan ingin saya membesarkan anak-anak untuk kerajaan? Mengapa Tuhan memilih saya untuk menjadi pelayan-Nya? Kita tidak yakin alasan pastinya, tetapi seperti Petrus, kita juga dipanggil untuk memercayai rencana-Nya, dan tidak pernah kehilangan harapan di tengah pencobaan dan kegagalan, dan untuk lebih mengasihi.
Pastor Valentinus Bayuhadi Ruseno OP