Uskup Pembantu Manila Mgr Broderick Pabillo yang pernah jadi pasien Covid-19 mengatakan, diskriminasi dan stigmatisasi pasien Covid-19 tidak bertanggung jawab dan perlu dihentikan. Uskup itu menyamakan virus corona dengan “penyakit kusta di zaman Yesus.” Sementara kusta bisa terlihat dari luar dan virus corona tidak terlihat oleh mata manusia, uskup itu mengatakan “keduanya memiliki dampak yang sama pada manusia, keduanya menjauhkan yang tertular dari orang lain. Mereka dihindari oleh orang lain, bahkan oleh orang-orang dekatnya. Ada ketakutan luar biasa terjangkit dua kasus itu, terutama karena sifat penyakit yang tidak diketahui itu,” kata Mgr Pabillo. Yang tertular, kata uskup, juga disalahkan karena dianggap “ceroboh”. Maka, lanjutnya, “pada kedua penyakit itu ada stigma melekat.” Prelatus itu meminta umat tidak membuat orang yang terinfeksi Covid-19 merasa distigmatisasi. “Kita ikuti protokol medis tapi tidak boleh hindari yang terinfeksi, tapi kreatif membuat mereka merasa tidak distigmatisasi oleh komunitas Gereja,” kata uskup. Ini bisa dilakukan, katanya, dengan mengirim pesan dan berdoa untuk mereka. Mgr Pabillo mengatakan, mengirimi mereka makanan, vitamin, dan bacaan akan menjadi tanda nyata bahwa mereka tidak “dilupakan”. Uskup Bacolod Mgr Patricio Buzon mengimbau diakhirinya kebencian terkait Covid-19 terhadap apa yang dia gambarkan sebagai “penderita kusta modern” yang dihindari semua orang. Mgr Buzon memohon doa untuk kesembuhan negara dan untuk orang-orang di garis depan karena kasus virus corona terus meningkat di Filipina.(PEN@ Katolik/pcp berdasarkan CBCPNews)