(Renungan berdasarkan Bacaan Injil Hari Raya Pengangkatan Maria [A], 16 Agustus 2020: Lukas 1: 39-45)
Seringkali, kita, umat Katolik, dituduh terlalu menekankan Maria dalam iman, liturgi, dan bahkan kehidupan kita sehari-hari. Keberatan yang biasa kita dengar adalah: “Mengapa saya harus lewat Maria jika saya dapat langsung kepada Yesus? Mengapa harus ada Maria di antara saya dan Yesus?” Jenis-jenis keberatan ini berasal dari asumsi dasar bahwa keselamatan adalah hanya tentang saya dan Yesus. Kita hanya membutuhkan Yesus, dan sisanya adalah penghalang bagi Yesus. Kita tidak membutuhkan Gereja, orang-orang kudus, dan khususnya Maria. Ini adalah “kelebihan bagasi” yang harus disingkirkan agar kita bisa terbang dengan mudah kepada Tuhan.
Meskipun kita mungkin diselamatkan dengan iman semacam ini, tetapi iman semacam ini adalah sempit, individualistis dan bahkan angkuh. Lebih mendasar lagi, imam seperti ini bukanlah jenis iman yang diajarkan Tuhan dalam Alkitab kepada kita.
Di dalam Alkitab, Tuhan meletakkan dasar untuk keselamatan kita yaitu melalui keluarga-Nya. Kata kunci dasarnya adalah perjanjian [Bahasa Ibrani “berit” dan Inggris “covenant”]. Ini adalah kesepakatan yang agung untuk menyatukan dua pihak berbeda menjadi satu keluarga. Tuhan memanggil Adam, Nuh, Abraham, Musa dan Daud untuk menjadi bagian dari keluarga Tuhan dan keselamatan tersedia bagi bangsa Israel. Dan dalam kepenuhan waktu, Yesus, Putra Allah, membuat perjanjian baru dan kekal dengan Allah demi umat manusia dan seluruh ciptaan. Kita diselamatkan melalui keluarga Yesus, kerajaan Allah.
Jika kita menyebut Tuhan sebagai Bapa kita, kita adalah saudara dan saudari dalam keluarga Tuhan. Jika kita adalah saudara dan saudari, kita memiliki tanggung jawab untuk keselamatan satu sama lain. Di sini kita melihat peran penting Gereja sebagai keluarga Allah, bahkan mereka yang telah mendahului kita, yakni para kudus. Para santo-santa tak henti-hentinya mengasihi dan berdoa bagi kita karena mereka adalah saudara kita yang penuh tanggung jawab di surga, dan ingin kita bergabung dengan mereka. Kehadiran mereka sama sekali tidak menghalangi pandangan kita kepada Yesus karena justru semakin kita melihat mereka, semakin kita melihat kesempurnaan Tuhan. Jika kita bisa menghargai gunung atau lautan sebagai karya kuasa dan keindahan Tuhan, kita akan semakin menghargai orang-orang kudus sebagai mahakarya supernatural Tuhan.
Terdepan di antara orang-orang kudus adalah Bunda Maria. Dia adalah contoh paling konkret dari manusia yang disempurnakan oleh rahmat Tuhan. Semakin kita melihat Maria, semakin kita dekat dengan Tuhan dalam kekaguman dan pujian. Jika Tuhan dapat melakukan hal-hal besar kepada Maria, Dia akan melakukan hal yang sama kepada kita. Jika Tuhan dapat menebus Maria dengan sempurna, Dia akan menebus kita juga. Jika Tuhan dapat membawa Maria ke surga, Dia akan membawa kita juga ke surga. Dan sebagai saudari yang hebat dalam iman, dia bahkan memiliki tanggung jawab yang paling besar untuk membawa kita lebih dekat kepada Tuhan. Dia berdoa untuk kita dengan sangat semangat, bahkan dia berdoa lebih semangat lagi untuk orang-orang yang membencinya.
Santo Lukas menceritakan bagaimana Maria, sebagai tabut perjanjian baru, membawa Yesus di dalam rahimnya kepada Elisabet dan Yohanes Pembaptis. Kita perhatikan juga Elizabet tidak memisahkan keduanya. Ketika dia melihat Maria, dia mengenali Tuhan, dan ketika dia menyadari kehadiran Tuhan, dia mengakui pembawa suci, Maria. Melalui Yesus yang hadir melalui Maria, Elizabet dan Yohanes menemukan sukacita sejati.
Pastor Valentinus Bayuhadi Ruseno OP