Ketika pembatasan-pembatasan karena Covid-19 mulai mereda, banyak negara meninggalkan langkah tentatif pertama dan memasuki fase pandemi berikutnya. Gereja-gereja yang ditutup untuk ibadat publik membuka pintu bagi umat beriman yang diminta menaati serangkaian tindakan pencegahan.
Di Tanah Suci, Selasa 26 Mei 2020, adalah giliran bagi Basilika Kelahiran Yesus di Betlehem. Hari itu, 50 orang akan diizinkan masuk sekaligus. Ini terjadi setelah Basilika Makam Suci dibuka secara resmi hari Minggu, 24 Mei 2020 seperti yang diumumkan oleh Kustos Tanah Suci Pastor Fransiskus Patton OFM dan Patriark Ortodoks Yunani serta Patriark Armenia dari Yerusalem, Theophilus III dan Nourhan Manougian.
Sebuah pernyataan yang ditandatangani ketiga kustodia Basilika itu mengatakan “untuk alasan keamanan dan untuk menghindari risiko penyebaran baru infeksi Covid-19, jumlah awalnya akan dibatasi hingga 50 orang dan Basilika hanya dapat dimasuki oleh orang-orang yang tidak demam atau memiliki gejala infeksi serta memakai perlindungan wajah yang tepat.” Juga perlu menghormati jarak keselamatan minimum 2 meter dan “menghindari tindakan devosi yang mungkin melibatkan kontak fisik seperti menyentuh dan mencium batu, ikon, jubah dan barang-barang Basilika itu.”
Penutupan Basilika Kelahiran dan gereja serta masjid di Tanah Suci diperintahkan tanggal 5 Maret lalu oleh Kementerian Kesehatan Palestina.
Dalam wawancara dengan Vatican News, Pastor Patton menggambarkan pembukaan kembali secara bertahap ini adalah semacam pemulihan setelah masa hening. Tanah Suci, kata imam itu, tidak akan menerima peziarah dari negara lain hingga setidaknya akhir musim panas, tetapi bagi penduduk setempat saat ini merupakan waktu penuh sukacita dan harapan.
Selama lockdown, Pastor Patton menunjukkan, Basilika itu terus menjadi tempat doa dan ibadat. Keadaan luar biasa itu bahkan membuat ikatan gerejawi yang kuat dan perasaan ekumenisme yang semakin kuat antara umat Yunani, Latin dan Armenia. Mereka bersama-sama “mewakili timur dan barat, benar-benar menyatukan suara memohon kepada Tuhan untuk mengakhiri pandemi.”
Mengenai seruan Paus Fransiskus untuk terus berhati-hati dan saling menjaga kesehatan, Pastor Patton mengatakan ia terima pesan itu dengan sepenuh hati. Dia juga merenungkan fakta bahwa “tidak perlu pandemi untuk membuat kita memperhatikan orang-orang paling rentan” di masyarakat kita.
“Mulai sekarang, yang akan kami lakukan adalah memastikan langkah-langkah bijaksana dan perlu. Tapi kita harus berharap untuk kembali normal,” kata imam itu. Seraya menunggu terapi efektif untuk virus itu, lanjut imam itu, perlulah mengatasi rasa takut akan penularan “karena ketakutan berarti tidak lagi menjalani hubungan manusia yang otentik.”
“Karena ketakutan, kita berisiko menjadi orang yang tidak tidur malam, tidak lagi berjabat tangan dengan orang lain, tidak lagi mencium anak-anaknya. Dan itu berarti memasuki fase ‘antropologi anestesi’ dan hasilnya mengerikan. Maka, berhati-hati yes, hargai yes, rasa takut berlebihan no, kecemasan no, dan tentu saja tidak berpikir bahwa kita harus terus seperti ini selamanya,” tegas Pastor Patton. (PEN@ Katolik/paul c pati berdasarkan Vatican News)