Ketua Konferensi Waligereja Filipina meminta para pemimpin gereja untuk berada di depan dalam menunjukkan “ketenangan” dan “kerja sama” dengan pemerintah saat bangsa itu bergulat melawan virus corona. Uskup Agung Romulo Valles menekankan perlunya pemahaman dan “komunikasi terbuka” dengan pihak berwenang apa pun yang menjadi perhatian Gereja. Mgr Valles membuat pernyataan itu 19 Mei 2020 setelah pedoman pemerintah tentang pelaksanaan pelayanan religius memicu reaksi beragam bahkan dari dalam Gereja. Tanggal 16 Mei 2020, Gugus Tugas Antarlembaga untuk Penanganan Penyakit Infeksi yang Muncul (IATF-EID) membolehkan pertemuan keagamaan di daerah-daerah yang berada dalam Modified Enhanced Community Quarantine (MECQ) dan General Community Quarantine (GCQ). Berdasarkan pedoman itu, pertemuan keagamaan di daerah-daerah di bawah MECQ sangat dibatasi, hanya untuk lima orang, dan maksimal 10 orang di daerah-daerah GCQ. Salah satu yang pertama bereaksi adalah Administrator Apostolik Manila Uskup Broderick Pabillo. Mgr Pabillo meminta klarifikasi tentang pedoman nasional itu. Mgr Pabillo mengatakan bingung dengan siapa bisa bicara mengenai pertemuan gereja yang diatur itu. Mgr Valles bahkan menggambarkan pedoman itu “tidak praktis dan tanpa akal.” Meski demikian, Mgr Valles minta rekan-rekan uskupnya mencari klarifikasi dengan semangat dialog. “Baiklah mengingatkan diri sendiri bahwa pedoman ini dimaksudkan tidak hanya untuk Gereja Katolik tetapi untuk semua pria dan wanita dan komunitas iman yang mempraktikkan berbagai mode ibadah dan doa,” kata Mgr Valles.(PEN@ Katolik/paul c pati berdasarkan CBCPNews)